Sosok SK Trimurti, Wartawan Perempuan yang Jadi Menteri Perburuhan

ADVERTISEMENT

Sosok SK Trimurti, Wartawan Perempuan yang Jadi Menteri Perburuhan

Luthfi Zian Nasifah - detikEdu
Kamis, 08 Agu 2024 11:00 WIB
SK Trimurti bersama Sukarno dkk (Dok. Perpustakaan Nasional)
Foto: SK Trimurti bersama Sukarno dkk (Dok. Perpustakaan Nasional)
Jakarta -

SK Trimurti atau Soerastri Karma Trimurti adalah tokoh perempuan yang terlibat secara langsung dalam arus perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Ia seorang aktivis politik pada zaman kolonial Belanda. Selain itu, Trimurti juga dikenal sebagai tokoh yang memiliki perhatian pada bidang pendidikan.

Trimurti kemudian dikenal sebagai wartawan perempuan dengan tulisan yang tajam dan berani pada zamannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Biografi SK Trimurti

SK Trimurti lahir pada 11 Mei 1912 di Desa Sawahan, Boyolali. Ayahnya bernama R.Ng. Salim Banjarsari Mangunsuromo dan ibunya bernama Raden Ayu Saparinten Mangunbisomo. Orang tua SK Trimurti masih termasuk abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta.

Nama pemberian orang tuanya sebenarnya hanya Soerastri. Karma dan Trimurti adalah dua nama pena yang digunakannya sebagai penulis. Lambat laun dia dikenal dengan nama SK Trimurti.

ADVERTISEMENT

Dilansir dari studi berjudul S.K. Trimurti: Pejuang Perempuan Indonesia oleh Ipong Jazimah, SK Trimurti menempuh sekolah dasarnya di Ongko Loro atau Tweede Inlandsche School (TIS).

Setelah itu, ia melanjutkan ke sekolah perempuan atau Meisjes Normaal School (MNS) di Solo dengan masa studi 4 tahun. Lulus dari MNS, SK Trimurti langsung mengajar di Sekolah Latihan.

Ia berpikir bahwa perempuan juga berhak terlibat seperti layaknya laki-laki, dan memajukan diri secara akademis maupun sosial.

Oleh karena itu, sembari terus mengajar, ia aktif menjadi anggota Rukun Wanita dan mengikuti rapat-rapat yang diadakan Budi Utomo cabang Banyumas.

Trimurti kemudian mundur dari sekolah milik pemerintah kolonial itu dan pindah ke Bandung.

Pertama kali ia menceburkan diri ke dalam aktivitas politik adalah setelah ia mendengar dan terinspirasi oleh pidato Soekarno yang menyampaikan bahwa Indonesia harus mulai bergegas untuk menerapkan anti imperialisme dan anti kolonialisme.

Meski ditentang oleh keluarganya, SK Trimurti pun akhirnya bergabung dengan Partindo cabang Bandung. Partindo beraktivitas terbuka dan berani dalam menerima anggota baru serta mengadakan rapat-rapat umum.

Trimurti masih memiliki perhatian dalam pendidikan. Bersama Sanusi Pane pada 1933 ia mendirikan Perguruan Rakyat di Pasirkaliki, Bandung.

Di sekolah itu, ia mengajar siswa-siswa yang sebagian besar adalah anak-anak para pejuang kemerdekaan. Trimurti mengajak para siswanya untuk belajar dengan mencintai tanah air, memiliki harga diri, dan tidak mau dijajah.

Namun pengajaran ini oleh pemerintah kolonial dianggap membahayakan murid-muridnya, sehingga Trimurti dikenakan larangan mengajar (onderwijs verbond).

Keberanian SK Trimurti Menyuarakan Pendapat

Kala itu turun peraturan mengenai vergader-verbod yang berisi dilarang mengadakan rapat-rapat. SK Trimurti dengan berani tak mengacuhkan larangan tersebut dan mengadakan rapat umum yang diadakan oleh para perempuan.

Lalu SK Trimurti menyampaikan pidato dengan ambisius, bersemangat dan menyinggung pemerintah karena ia berbicara tentang anti penjajahan.

Karena aktivitasnya, SK Trimurti pun ditangkap dan diinterogasi, tetapi tidak sampai masuk penjara. Meski demikian, SK Trimurti menjadi incaran polisi Belanda.

SK Trimurti pertama kali menuangkan tulisannya karena dorongan dari Soekarno. Awalnya, SK Trimurti tidak percaya diri dengan hasil tulisannya, tetapi ia kemudian diyakinkan oleh Soekarno.

Akhirnya, tulisannya pertama kali dimuat di media massa Fikiran Rakyat sebuah majalah politik corong Partindo. Setelah itu, SK Trimurti melanjutkan tulisannya berupa surat kabar Berdjoeang yang dipimpin oleh Doel Arnowo.

SK Trimurti bergerak lebih aktif lagi hingga mendirikan majalah Bedug dengan teman-temannya di Solo. Tujuan dari majalah tersebut adalah sebagai komunikasi mengenai perjuangan rakyat dan untuk menggugah hati rakyat agar menyadari nasib bangsa yang terjajah.

Bedug pun ditulis menggunakan bahasa Jawa dengan harapan dapat dibaca oleh kalangan rakyat banyak. Sayangnya, majalah Bedug hanya bertahan hingga satu kali penerbitan, lalu diganti namanya menjadi majalah Terompet yang menggunakan bahasa indonesia.

Lagi-lagi tak bertahan lama, akhirnya SK Trimurti melanjutkan aktivitas menulisnya dengan mengelola majalah Suara Marhaeni milik PMI.

SK Trimurti juga merupakan salah satu tokoh muda yang mendesak proklamasi kemerdekaan Indonesia secara mandiri, tanpa campur tangan Jepang.

Ia pun tampak dalam foto detik-detik proklamasi yang diambil oleh Alex Mendur dan Frans Mendur di Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta.

Dalam foto tersebut, SK Trimurti yang saat itu berusia 33 tahun, tampak kurus dalam balutan baju kebaya. Dalam momen bersejarah itu, hanya ada dua tokoh perempuan, yakni istri Presiden Sukarno, Fatmawati dan SK Trimurti.

Pasca kemerdekaan, SK Trimurti memilih untuk menjadi anggota Partai Buruh Indonesia dan kemudian menjadi ketua. Selain PBI, ia juga aktif di BBW (Barisan Buruh Wanita). BBW aktif memberikan kursus-kursus politik kepada kaum perempuan.

Totalitasnya di bidang perburuhan membuatnya diangkat menjadi Menteri Perburuhan pada era kabinet Amir Sjarifoeddin.

Saat menjadi Menteri Perburuhan, SK Trimurti melahirkan sejumlah UU yang menyangkut kaum pekerja seperti Undang-Undang Kecelakaan No. 33 tahun 1947.

Selain itu Kementerian Perburuhan pimpinan SK Trimurti juga berhasil menyusun Undang-Undang Kerja yang baru disahkan pada masa Kabinet Hatta tahun 1948.




(pal/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads