Pada awal abad ke-20, banyak kaum terpelajar asal Indonesia yang pergi ke Belanda untuk melanjutkan pendidikannya. Meski kala itu Indonesia masih di bawah pendudukan Belanda, para pelajar ternyata tetap ikut berjuang di panggung internasional. Apa saja perjuangan tersebut?
Salah satu dampak yang didapatkan oleh pelajar Indonesia yang studi ke Belanda, antara lain mulai kenal dengan suatu paham kesetaraan, nasionalisme, dan demokrasi. Pemahaman ini yang kemudian memantik kaum pelajar bahwa negara terjajah harus berjuang untuk merebut kemerdekaannya.
Kala itu, kaum pelajar Indonesia di Belanda merasa memiliki nasib yang sama sebagai perantau. Hal ini kemudian mendorong mereka untuk mendirikan perhimpunan di Belanda yakni "Perhimpunan Indonesia".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjuangan Pelajar melalui Perhimpunan Indonesia
Pada masa itu, Perhimpunan Indonesia adalah organisasi pertama yang menggunakan istilah "Indonesia", sebagaimana keterangan yang dilansir dari situs Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Mulanya organisasi ini adalah perkumpulan pelajar orang Indonesia di Belanda. Seiring waktu, organisasi ini berkembang menjadi pergerakan nasional.
Kala itu, organisasi perjuangan banyak muncul di Tanah Air, seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, hingga Indische Partij. Namun, Perhimpunan Indonesia membawa semangat satu bahwa bangsa Indonesia adalah satu.
Setelah berjalan, perhimpunan ini memiliki kegiatan-kegiatan politik yang menarik perhatian dunia internasional. Salah satunya aksi manifesto politik yang dikeluarkan pada 1925. Aksi ini sampai membuat pemerintah Belanda merasa terancam.
Perhimpunan Indonesia Disahkan Menjadi Indische Vereeniging
Pada 25 Oktober 1908, Sutan Kasayangan dan R N Noto Suroto mendirikan perhimpunan pertama ini di rumah Sutan Kasayangan di Leiden. Noto Suroto adalah seorang penyair yang aktif menulis dalam bahasa Belanda dan juga dikenal aktif memberikan ceramah-ceramah yang membangun.
Awalnya, perhimpunan ini bakal menjadi cabang Budi Utomo, tetapi ditolak karena tidak semua anggotanya merupakan orang Jawa.
Kemudian pada 15 November 1908, barulah perhimpunan ini disahkan menjadi Indische Vereeniging. Pada Oktober 1911, Noto Suroto diangkat menjadi ketua.
Tujuan utama didirikannya Indische Vereeniging adalah memajukan kepentingan bersama orang Hindia di Negeri Belanda dan menjaga hubungan dengan Hindia Timur Belanda.
Lalu pada Oktober 1913, Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat diasingkan ke Belanda. Kedatangan tokoh-tokoh tersebut berdampak pada Perhimpunan Indonesia yang ada di sana.
Konfrontasi yang sering terjadi antara tiga serangkai dan Noto Soeroto pada waktu itu semakin menyadarkan anggota Indische Vereeniging akan pentingnya memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
Kondisi politik barat dalam Perang Dunia I juga berpengaruh pada tumbuhnya rasa nasionalisme di kalangan pelajar Indonesia.
Hal ini semakin menyadarkan pelajar Indonesia yang tergabung dalam Indische Vereeniging bahwa Indonesia dijajah oleh Belanda dan harus berjuang sendiri untuk mendapatkan kemerdekaannya.
Berubah Nama Menjadi Indonesische Vereeniging
Pada tahun 1922, Indische Vereeniging secara resmi berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Tiga tahun kemudian, perubahan nama kembali terjadi menjadi Perhimpunan Indonesia. Penggunaan istilah "Indonesia" menunjukkan sifat radikal yang menuntut Indonesia merdeka.
Selain itu, organisasi ini juga mengubah nama majalahnya yang semula bernama Hindia Putra menjadi Indonesia Merdeka dengan semboyannya "Indonesia merdeka, sekarang!".
Melalui perubahan nama ini, sikap radikal dalam diri Perhimpunan Indonesia semakin terlihat. Perhimpunan ini menjadi tonggak sejarah sebagai organisasi pertama yang bergerak secara internasional dan menarik perhatian bangsa-bangsa lain dalam menuntut kemerdekaan Indonesia.
Pada 1925, terdapat deklarasi manifesto politik Perhimpunan Indonesia yang meyakini bahwa hanya kemerdekaan yang dapat mengembalikan harga diri bangsa Indonesia.
Manifesto politik ini kemudian tersebar hingga ke Tanah Air. Ide-ide tentang persatuan nasionalisme yang digagas tidak hanya beredar di Belanda, tetapi juga beredar di Hindia Belanda.
Akibatnya, ide-ide ini memengaruhi pada organisasi pergerakan nasional di Tanah Air. Para pejuang kemerdekaan di Hindia Belanda juga menjadi sadar bahwa mereka adalah satu bangsa walaupun berbeda suku bangsa dan agama. Kesadaran inilah yang memunculkan lahirnya Sumpah Pemuda pada 1928.
Kala itu, Perhimpunan Indonesia benar-benar berpengaruh cukup besar, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan banyak organisasi pergerakan nasional di Indonesia yang mendapatkan inspirasi dari Perhimpunan Indonesia.
Misalnya adalah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia).
(faz/nwy)