Belanda memberikan pengakuan secara resmi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, pada Juni 2023 lalu. Mantan Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte pada saat itu menyampaikan pengakuan ini dalam sesi debat parlemen Belanda yang membahas kajian dekolonisasi 1945-1950, pada Rabu (14/6/2023) waktu setempat.
Sebelumnya, 17 Agustus 1945 sebagai kemerdekaan Indonesia tidak pernah diakui secara resmi oleh Belanda. Belanda masih menggunakan tanggal 27 Desember 1949, yaitu tanggal penyerahan kedaulatan dan Belanda melepaskan klaimnya atas Indonesia.
"Belanda "mengakui sepenuhnya dan tanpa syarat" bahwa Indonesia memperoleh kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945," ujar Mark Rutte.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami melihat proklamasi tersebut sebagai fakta sejarah," kata Mark Rutte dalam sesi debat, dikutip dari DutchNews pada Sabtu (3/8/2024).
Sejarah Pengakuan Kemerdekaan RI Versi Belanda
Agresi Militer dan Konferensi Meja Bundar
Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, Belanda melancarkan beberapa aksi agresi militer.
Pada 19 Desember 1948 dalam agresi militer kedua, Belanda menawan beberapa petinggi negara seperti Sukarno dan Mohammad Hatta. Keduanya lantas diasingkan ke Bangka.
Agresi militer itu pun memantik reaksi dunia. Belanda akhirnya mengundang Republik Indonesia dan Badan Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst Federal Overleg (BFO) untuk hadir ke perundingan pada 12 Maret 1949 di Belanda.
BFO merupakan organisasi negara-negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dibentuk 16 Juli 1947 oleh Belanda di Bandung. Walaupun begitu, Sukarno meminta syarat undangan tersebut akan dipenuhi apabila pemerintah RI dikembalikan terlebih dahulu ke Yogyakarta.
BFO awalnya bersedia mengirim delegasi. Namun, mereka akhirnya memutuskan tak akan hadir dalam perundingan jika wakil RI tak hadir. Belanda menolak permintaan-permintaan itu dan rencana perundingan pun menghadapi kebuntuan.
Dewan Keamanan PBB pun mengambil alih persoalan ini. Pada sidang 11 Maret 1949, diusulkan United Nations Commisions for Indonesia (UNCI) membantu menentukan tanggal dan persyaratan pelaksanaan Konferensi Meja Bundar (KMB).
Pada 7 Mei 1949 akhirnya RI dan Belanda menandatangani perjanjian Roem-Royen di Jakarta. Salah satu isi perjanjiannya adalah akan diselenggarakannya KMB di Den Haag, Belanda.
KMB semula diagendakan digelar 3 Agustus 1949, tetapi baru bisa dilakukan 20 hari kemudian. UNCI bertindak sebagai penengah antara Indonesia dan Belanda.
Penandatanganan Piagam Kedaulatan pada 27 Desember 1949
Menteri Wilayah Seberang Lautan Mr Johannes Henricus van Maarseveen menjadi pemimpin delegasi Belanda dengan van Vredenburgh sebagai wakilnya. Sementara delegasi Indonesia terdiri atas dua kelompok yaitu Republik Indonesia yang dipimpin Mohammad Hatta dan BFO yang diketuai Sultan Hamid II.
Perundingan itu berlangsung alot. Berbagai masalah seperti isu wilayah Irian Barat atau Papua serta utang yang harus ditanggung Indonesia jadi pembahasan sengit dalam KMB. Akhir Oktober UNCI pun membentuk panitia kecil untuk merumuskan solusi.
Resolusi induk KMB akhirnya disepakati dan ditandatangani pada 2 November 1949. Pada 23 Desember 1949 delegasi RIS yang dipimpin Mohammad Hatta menuju Belanda untuk menandatangani kedaulatan dari pemerintah Indonesia.
Upacara pengakuan kedaulatan dilakukan dengan penandatanganan Akta Penyerahan dan Piagam Pengakuan Kedaulatan oleh Ratu Juliana di Istana Kerajaan Het Paleis op de Nam di Amsterdam, pada 27 Desember 1949.
Penandatanganan naskah di Belanda dilakukan oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Willem Drees, Menteri Seberang Lautan A.M.J.A. Sassen, serta Ketua Delegasi RIS Mohammad Hatta.
Di sisi lain, di Jakarta yang saat itu ibu kota RIS, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota A.H.J. Lovink bersama-sama menandatangani naskah bersejarah itu.
Upacara di Jakarta dilaksanakan dengan penurunan bendera Belanda dan digantikan pengibaran bendera RIS. Kemudian pada 28 Desember 1949, Sukarno sampai di Jakarta untuk memulai pemerintahan RIS menggantikan RI. Negara RIS hasil KMB mencakup 16 negara bagian.17
(nah/nwk)