Setelah memproklamasikan kemerdekaan, Indonesia masih harus dibayangi oleh Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Pada masa itu, terjadi beberapa perundingan, salah satunya Perjanjian Roem-Royen.
Setelah berunding beberapa pekan, Perjanjian Roem Royen ditandatangani pada 7 Mei 1949 di Hotel des Indes Jakarta. Perjanjian ini masih akan dilanjutkan dengan Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan beberapa bulan kemudian.
Simak sejarah terjadinya Perjanjian Roem-Royen, mulai dari latar belakang, isi perjanjian kedua pihak, hingga tokoh Indonesia yang terlibat dalam perundingan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Latar Belakang Perjanjian Roem-Royen
Dilansir dari situs Kemdikbud, latar belakang terjadinya Perjanjian Roem-Royen adalah karena Belanda masih belum mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Ini tidak terlepas dari dua perjanjian sebelumnya, yaitu Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Renville.
Awalnya, karena Belanda tak mau mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto, dilakukan Perjanjian Linggarjati di Kuningan, Jawa Barat pada 10-15 November 1946 dan disahkan pada 25 Maret 1947.
Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir dan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. Hasilnya antara lain Belanda mengakui RI secara de facto yang terdiri atas Jawa, Madura, dan Sumatra. Indonesia merupakan bagian dari negara federal Republik Indonesia Serikat.
Ternyata Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati dengan melakukan serangan yang dinamakan Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947 ke kota-kota besar di wilayah Jawa dan Sumatra.
PBB lalu membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) untuk menuntaskan masalah ini, dengan anggota Richard C. Kirby dari Australia sebagai perwakilan Indonesia, Paul Van Zeeland dari Belgia sebagai perwakilan Belanda, dan Prof. Dr. Frank Graham dari Amerika Serikat sebagai penengah.
Kemudian dilakukan perundingan di atas kapal milik Amerika Serikat, USS Renville yang sedang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok pada 17 Januari 1948.
Delegasi Indonesia diketuai Perdana Menteri Amir Syarifudin, sedangkan Belanda diwakili orang Indonesia bernama R. Abdulkadir Wijoyoatmojo.
Hasil perjanjian ini yaitu Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya RIS, dan RI kedudukannya sejajar dengan Belanda, RI akan menjadi bagian dari RIS dan akan diadakan pemilu untuk membentuk Konstituante RIS. Tentara Indonesia di daerah Belanda juga harus dipindahkan.
Ternyata Belanda lagi-lagi melanggar perjanjian dan melancarkan serangan yang dinamakan Agresi Militer Belanda II. Indonesia lalu mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat di bawah komando Syafruddin Prawiranegara.
Aksi Belanda ini dikecam dunia internasional, hingga akhirnya Belanda mau mengadakan perundingan lagi dengan Indonesia. Perundingan inilah yang disebut Perjanjian Roem-Royen.
Hasil dari perundingan ini antara lain agar perang gerilya dihentikan dan Indonesia-Belanda bekerja sama dalam memelihara ketertiban dan keamanan. Pemerintahan RI dikembalikan ke Yogyakarta dan akan digelar Konferensi Meja Bundar dalam waktu dekat.
Isi Perjanjian Roem-Royen
Isi Perjanjian Roem-Royen dibedakan menjadi dua bagian, yaitu perjanjian untuk pihak Indonesia dan untuk pihak Belanda. Isinya adalah sebagai berikut:
Isi Perjanjian Delegasi Indonesia
- Sesuai dengan resolusi DK PBB, Indonesia menyatakan kesanggupannya untuk menghentikan perang gerilya.
- Bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
- Turut serta pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat.
Isi Perjanjian Delegasi Belanda
- Menyetujui kembalinya Pemerintah RI ke Yogyakarta.
- Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik.
- Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai RI sebelum 19 Desember 1949, dan tidak akan meluaskan Negara atau daerah dengan merugikan Republik.
- Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
- Berusaha dengan sesungguh-sungguhnya supaya KMB segera diadakan sesudah Pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.
Tokoh Perjanjian Roem-Royen
Sesuai nama perjanjian, tokoh utama ini adalah Roem dan Royen. Perwakilan dari Indonesia adalah Mr Mohammad Roem, sedangkan pihak Belanda diwakili Dr JH Van Royen.
Berikut ini beberapa tokoh Perjanjian Roem-Royen yang dikutip dari buku biografi Prof Mr Dr R Soepomo (1980) yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan:
- Mr Mohammad Roem selaku pimpinan delegasi
- Mr Ali Sastroamidjojo sebagai wakil pimpinan
- Dr Leimena sebagai anggota
- Ir Juanda sebagai anggota
- Prof Mr Dr Soepomo sebagai anggota
- Mr Latuharhary sebagai anggota
- Mr AK Pringgodigdo sebagai sekretaris umum
- Sutan Syahrir sebagai penasihat
- Ir Laoh sebagai penasihat
- Moh Natsir sebagai penasihat
- Dr Darmasetiawan sebagai penasihat
- Mr A Kusumaatmadja sebagai penasihat
- Sumarto sebagai Wakil Kepala Kepolisian Negara
Itulah tadi sejarah mengenai Perjanjian Roem-Royen, mulai dari latar belakang, isi perjanjian, dan para tokoh yang terlibat.
(bai/inf)