Cek Kesehatan Daerah Aliran Sungai Bisa Pakai WHAS BRIN, Begini Caranya

ADVERTISEMENT

Cek Kesehatan Daerah Aliran Sungai Bisa Pakai WHAS BRIN, Begini Caranya

Trisna Wulandar - detikEdu
Selasa, 23 Jul 2024 15:30 WIB
Kondisi Sungai Citarum tepatnya di bawah Jembatan Babakan Sapan (BBS) Batujajar, Kabupaten Bandung Barat mulai bersih.
Cek kesehatan daerah aliran sungai pakai WHAS dari BRIN. Tindakan pemulihannya bisa bertolak dari data WHAS. Foto: Sungai Citarum (Bima Bagaskara/detikJabar)
Jakarta -

Badan Riset dan Inovasi Nasional merilis Watershed Health Assessment System (WHAS) versi pertama baru-baru ini. Melalui WHAS ini, detikers dapat mengecek kondisi kesehatan daerah-daerah aliran sungai di RI dengan mengakses https://www.whas.web.id.

Peneliti ahli utama Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Organisasi Riset Kebumian dan Maritim BRIN, Prof Irfan Budi Pramono MSc menuturkan, tindakan pemulihan kesehatan DAS yang tepat kemudian dapat bertolak dari data WHAS.

Diharapkan, inovasi WHAS mendorong peningkatan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air di Indonesia. Terlebih, Indonesia dan dunia tengah mengalami ancaman kekurangan pasokan air bersih akibat dampak perubahan iklim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan, dampak perubahan iklim seperti peningkatan suhu udara dan evapotranspirasi air turut mengurangi persediaan air. Pola hujan yang juga terdampak menjadi lebih tinggi pada periode tertentu mengakibatkan penurunan jumlah curah hujan dalam periode lain yang lebih lama.

"Harus mulai waspada bahwa air kita itu semakin lama semakin berkurang. Ini akan menjadi bom waktu kalau kita tidak antisipasi bagaimana kita mempertahankan air yang ada," ucapnya pada Professor Talk: Sumber Daya Air dan Perubahan Iklim, disiarkan di kanal YouTube BRIN Indonesia, Selasa (23/7/2024).

ADVERTISEMENT

Cek Kesehatan Daerah Aliran Sungai RI

Irfan menjelaskan, indikator kesehatan DAS pada WHAS terdiri dari indikator hidrologi, lahan, dan sosial-ekonomi. Indikator hidrologi meliputi flow regime coefficient (perbandingan debit air maksimum dan minimum), kandungan sedimen, indeks penggunaan air, dan kualitas air.

Lebih lanjut, indikator lahan meliputi persentase tutupan vegetasinya. Sedangkan indikator sosial ekonomi meliputi indeks pembangunan manusia.

"Jadi bisa memperoleh informasi DAS tersebut: DAS-nya sehat atau sakit. Kalau sakit, maka sakit apa, sakitnya di mana, seberapa parah, dan bagaimana pengobatannya," ucapnya.

Mengobati DAS Citarum

Ia mencontohkan, WHAS menunjukkan DAS Citarum Hulu menunjukkan health status Sick pada 18 Maret 2024. Penyebabnya karena sedimen yang tinggi, kualitas air jelek, dan perbandingan antara debit maksimum dan minimum yang melebihi batas toleransi.

"Dari situ kita tahu Citarum itu setidaknya harus diperbaiki dari tiga indikator ini," ucap Irfan.

Ia mencontohkan, masalah sedimentasi di sub DAS Citarum Hulu terjadi antara lain karena lahan miring sekitar dipakai untuk pertanian. Di samping itu, banyak lahan terbuka di kawasan tersebut.

Merespons masalah ini, pemangku kepentingan dapat mengambil tindakan solusi berbasis alam (nature-based solutions/NBS) untuk menjaga sumber daya air sesuai konteks.

"Sehingga solusinya adalah penanaman pohon pada areal terbuka dan miring. Kemudian dilanjutkan dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air," jelasnya.

"Karena kalau hanya penanaman saja, mungkin efeknya kurang maksimal," ucapnya.

Sementara itu, masalah fluktuasi debit air di Sungai Citarum Hulu ditangani dengan rehabilitasi hutan dan lahan, pembuatan kolam retensi, pembuatan resapan air, dan menghindari pelurusan sungai. Konservasi air pada macam-macam penggunaan lahan juga perlu dilakukan.

Solusi Berbasis Alam untuk Jaga Air

Irfan mengatakan, solusi berbasis alam atau NBS untuk menjaga sumber daya air kemudian dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan solutif berdasarkan fungsi kawasan, jenis kerentanan, dan tingkat kerentanan.

Contohnya, kawasan hutan lindung yang sangat rentan banjir direspons dengan kegiatan reboisasi jenis tanaman setempat dan multi tajuk.

Sementara lahan kritis dengan kerentanan sangat tinggi direspons dengan kegiatan agroforestry, agrosilvopastura, penanaman dengan sistem strip, penanaman dalam sistem kontur, serta teknik konservasi tanah sipil teknis dengan dam penahan dan dam pengendali.

Irfan mengatakan penggunaan NBS ke depan dapat melengkapi dan mengoptimalkan solusi lainnya. Contohnya untuk fungsi grey infrastructure, yakni infrastruktur air hujan tradisional di lingkungan binaan seperti talang air, saluran pembuangan, pipa, dan kolam retensi.

"NBS bukan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah sumber daya air. Namun, NBS akan melengkapi solusi-solusi lainnya," ucapnya.




(twu/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads