Badai magnet menghantam Bumi dalam sepekan terakhir. Meski menyebabkan gangguan magnet, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan masyarakat tak perlu khawatir karena tidak berdampak pada wilayah Indonesia.
Badai magnet, badai geomagnetik, atau yang sering disebut dengan badai Matahari adalah gangguan sementara akibat gelombang kejut angin matahari dan atau awan medan magnet yang berinteraksi dengan medan magnet Bumi. Peristiwa ini merupakan siklus 10-11 tahun dan wajar terjadi.
Diketahui, badai magnet bisa menimbulkan gangguan jaringan televisi, komunikasi, sistem navigasi, dan gangguan operasi satelit seperti GPS. Kendati demikian, BMKG menegaskan agar masyarakat tidak perlu khawatir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun masyarakat tidak perlu khawatir karena fenomena badai magnet bumi tersebut tidak berdampak apapun ke wilayah Indonesia," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial, dan Tanda Waktu BMKG, Setyoajie Prayoedhie dalam keterangan Antara dikutip Minggu (14/7/2024).
Menurutnya, hal ini karena wilayah Indonesia berada di garis ekuator atau khatulistiwa sehingga akan dilindungi oleh sabuk magnetosfer yang kuat. Selain itu, BMKG juga mendapati status gangguan akibat badai magnet yang terdeteksi di Indonesia berskala kecil.
Analisa BMKG menunjukkan fenomena badai magnet ini akan lebih berdampak ke negara-negara yang terletak di belahan bumi utara dan selatan.
Dampak Badai Magnet di Wilayah Lain
Dengan level yang lebih tinggi, badai magnet dapat menyebabkan perubahan densitas atmosfer terutama di lapisan ionosfer dan mengganggu komunikasi radio dan satelit. Jika mencapai tingkatan ekstrem atau G5, badai geomagnetik bisa menghasilkan arus listrik di atmosfer.
Peneliti Fisika Bintang dari Observatorium Bosscha sekaligus alumnus S2 Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB), Agus Triono Puri Jatmiko, berpendapat bila gangguan terparah akan terjadi di wilayah lintang tinggi atau wilayah dekat kutub. Hal ini disebabkan partikel energi cenderung diarahkan ke kutub magnet Bumi.
Karena radio dan satelit bisa terganggu, para pilot, astronot atau binatang yang membutuhkan sistem navigasi akan menerima dampak paling besar. Sementara yang lain kemungkinan akan mengalami gangguan internet.
Dampak selanjutnya yang mungkin terjadi adalah pemadaman listrik di wilayah tertentu. Seperti yang terjadi di Swedia dan Afrika Selatan pada tahun 2003.
Meski begitu, dampak ini tetap bisa diminimalisir. Agus menganalogikan langkah mitigasi ini seperti saat terjadi hujan besar.
"Biasanya kita akan mencabut kabel yang tersambung dengan saklar listrik, karena takutnya terjadi sambaran petir yang akan membuat barang elektronik kita korslet," tuturnya dalam laman ITB dikutip Minggu (14/7/2024).
(nir/faz)