Ternyata Ini Kasus Pertama Down Syndrome pada Manusia Purba Neanderthal

ADVERTISEMENT

Ternyata Ini Kasus Pertama Down Syndrome pada Manusia Purba Neanderthal

Luthfi Zian Nasifah - detikEdu
Senin, 08 Jul 2024 15:00 WIB
Kerangka Neanderthal yang Diduga Memiliki Down Syndrome
Foto: Image: Science Advances/Kerangka Neanderthal yang Memiliki Down Syndrome
Jakarta -

Sebuah makalah yang diterbitkan di Science Advances mengungkapkan bagaimana down syndrome ternyata sudah ada pada neanderthal. Lantas bagaimana mulanya?

Kasus pertama down syndrome ini dicatat dan diungkapkan melalui studi baru oleh tim peneliti multidisiplin internasional termasuk staf pengajar di Binghamton University dan State University of New York .

Penelitian yang dipimpin oleh para antropolog di University of AlcalΓ‘ dan University of Valencia di Spanyol ini mempelajari sisa-sisa kerangka anak Neanderthal yang diberi nama 'Tina'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kerangka anak tersebut ditemukan di Cova Negra, sebuah gua di Valencia, Spanyol, yang sudah lama dikenal.

Penggalian di Cova Negra menjadi kunci pemahaman cara hidup Neanderthal di sepanjang pantai Mediterania di Semenanjung Iberia dan telah memungkinkan bagi para peneliti menentukan pekerjaan di pemukiman tersebut seperti durasi waktu, jumlah individu.

ADVERTISEMENT

Kelainan Down Syndrome Pertama pada Neanderthal

Untuk mengetahui down syndrome ini, para peneliti melakukan pemindaian tomografi komputer mikro pada fragmen kecil tengkorak di tulang temporal kanan, yang mencakup area telinga, guna merekonstruksi model tiga dimensi untuk keperluan pengukuran dan analisis.

Kerangka seorang anak dari Neanderthal ini menderita kelainan bawaan pada telinga bagian dalam yang berhubungan dengan down syndrome. Akibatnya pendengaran terganggu parah dan vertigo yang mampu melumpuhkan Tina.

Tina pun bertahan hidup hingga berusia 6 tahun didampingi perawatan ekstensif dari anggota kelompok sosial lainnya.

"Penelitian luar biasa ini menggabungkan penggalian arkeologis yang ketat, teknik pencitraan medis modern, dan kriteria diagnostik untuk mendokumentasikan down syndrome pada individu Neanderthal untuk pertama kalinya," ujar Rolf Quam, profesor antropologi Binghamton University, dikutip dari phys.org.

"Hasilnya memiliki implikasi signifikan terhadap pemahaman kita tentang perilaku Neanderthal," tambahnya.

Neanderthal Bisa Merawat Individu yang Catat

Penemuan ini sebenarnya tak begitu mengherankan bagi para peneliti. Sebab, selama beberapa dekade, para peneliti telah mengetahui bahwa Neanderthal merawat individu yang cacat.

Namun, semua kasus perawatan sosial yang diketahui di antara Neanderthal melibatkan orang dewasa.

Oleh karena itu, beberapa ilmuwan tidak menganggap ini sebagai perilaku altruistik dan sebaliknya berpendapat bahwa hal ini lebih mungkin merupakan pertukaran bantuan timbal balik antara individu yang setara.

Bagaimana Perawatan Down Syndrome Awal 1900-an?

Meski ada sejak zaman manusia purba, perawatan down syndrome baru ada jelang 1900-an. Nama down syndrome sendiri diambil dari nama seorang dokter Inggris, John Langdon Down yang pertama kali dideskripsikan pada 1866.

Pada 1960 hingga 1970-an, kondisi down syndrome ini dikenal sebagai mongolisme, yaitu nama asli suatu organisasi bernama Mongoloid Development Council (MDC).

Awal mula kondisi down syndrome diketahui pada 1959 ketika Profesor Jerome Lejeune, dokter anak atau ahli genetika Prancis, menemukan ada individu dengan down syndrome yang memiliki kromosom ekstra.

Kemudian pada awal 1900 hingga 1950-an, sebagian besar anak-anak dengan down syndrome di Amerika Serikat ditempatkan di institusi, seringkali dilakukan segera setelah anak lahir.

Hal ini mengakibatkan pengorbanan manusia cukup besar bagi individu dan keluarga. Kebutuhan down syndrome lebih besar, sehingga keluarga tidak akan mampu membesarkan anak tersebut.

Di negara Amerika Serikat, penderita down syndrome dan keluarga dilayani oleh organisasi National Association for Down Syndrome (NADS). Organisasi tersebut didirikan di Chicago pada 1960 oleh Kay McGee tak lama setelah putrinya, Tricia, lahir dengan down syndrome.

Kala itu, prosedur operasi standar rumah sakit menyarankan orang tua untuk merawat bayi mereka yang baru lahir dengan down syndrome. Akan tetapi, orang tua tidak menuruti hal tersebut dan membawa bayinya pulang tanpa layanan apapun.

Para pendiri NADS menghubungi para profesional dan orang tua lain yang memiliki anak-anak dengan penderita down syndrome. Di sini awal dari sebuah organisasi akan menghargai down syndrome dan orang tua membantu satu sama lain.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads