Pakar Biostatistika Ungkap Kasus Sindrom Down 5.000 Tahun Lalu

ADVERTISEMENT

Pakar Biostatistika Ungkap Kasus Sindrom Down 5.000 Tahun Lalu

Nur Wasilatus Sholeha - detikEdu
Sabtu, 09 Mar 2024 12:00 WIB
ilustrasi down syndrome
Ilustrasi sindrom Down Foto: iStock
Jakarta -

Tim peneliti dari berbagai kampus di dunia mengungkap kasus sindrom Down dari masa 5.000 tahun yang lalu. Hasil riset menunjukkan jumlah kasus gangguan kelainan kromosom tersebut lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya.

Sindrom down adalah gangguan kelainan kromosom yang menyebabkan anak dilahirkan dengan kromosom yang berlebih atau kromosom ke-21 yang menyebabkan keterlambatan perkembangan dan intelektual si anak.

Ternyata, sindrom Down dengan kasus yang lebih tinggi pernah dialami manusia yang berasal dari 5.000 tahun yang lalu, ini terungkap melalui analisis DNA yang dilakukan sekitar 10.000 sampel, kemudian dipublikasikan di jurnal Nature Communications.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak hanya sindrom Down, tetapi sindrom Edwards bisa jadi juga identifikasi kasus pertama pada peninggalan sejarah.

Apa itu Sindrom Down?

Sindrom Down adalah kondisi genetik dengan kromosom yang berlebih atau kromosom ke-21, akibat dari pembelahan sel yang tidak normal.

ADVERTISEMENT

Keadaan tersebut juga dinamakan trisoma, perbandingan kelahiran sindrom Down adalah sekitar 1 dari 1.000 kelahiran.

"Dengan menggunakan model statistik baru, kami menyaring DNA yang diekstraksi dari sisa-sisa manusia dari Zaman Mesolitikum, Neolitikum, Zaman Perunggu dan Zaman Besi hingga pertengahan 1800-an," kata penulis pertama Dr Adam Benjamin Rohrlach, seorang ahli statistika dari University of Adelaide, Australia. "Kami mengidentifikasi enam kasus sindrom Down."

Dr Ben yang juga pakar bioinformatika, filogenetik dan biostatistika, dengan fokus pada sejarah manusia mengungkapkan sebelumnya sudah menduga bahwa terdapat orang di masa lalu yang menderita sindrom Down.

Namun, ia mengaku baru untuk pertama mendeteksi kasus-kasus pada peninggalan purbakala dengan hasil yang baik. Karena didiagnosis dengan pasti tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat sisa-sisa kerangka saja.

"Model statistik mengidentifikasi seseorang memiliki sekitar 50% terlalu banyak DNA yang berasal dari satu kromosom tertentu," kata salah satu penulis Dr Patxuka de Miguel IbÑñez dari Universitas Alicante di Spanyol.

Dia juga mengatakan bahwa penelitian ini dapat membantu mengidentifikasi sindrom Down pada manusia purba lainnya.

"Kami kemudian membandingkan sisa-sisa manusia dengan sindrom Down untuk mencari kelainan tulang yang umum seperti pertumbuhan tulang yang tidak teratur, atau porositas tulang tengkorak, yang dapat membantu mengidentifikasi kasus-kasus sindrom Down di masa depan ketika DNA purba tidak dapat dipulihkan."

Hasil dari analisis tersebut, ditemukan enam kasus sindrom down, satu kasus dari kuburan gereja di Finlandia yang berasal dari abad ke-17 hingga ke-18, dan lima kasus lainnya yang berusia antara 2.500 dan 5.000 tahun. Mereka ditemukan di situs Zaman Perunggu di Yunani dan Bulgaria, dan situs Zaman Besi di Spanyol.

Meninggal Muda Karena Pengobatan yang Belum Diketahui

Saat ini, manusia yang menderita sindrom Down dapat hidup bahagia dan panjang umur, dengan pengobatan yang modern dan semakin maju.

Dibuktikan dengan keenam individu yang diidentifikasi sindrom Down dalam penelitian ini meninggal pada usia yang sangat muda. Hanya satu anak yang mencapai usia sekitar satu tahun. Kelima pemakaman prasejarah tersebut disertai dengan barang-barang khusus seperti kalung manik-manik berwarna, cincin perunggu, dan kerang.

"Penguburan ini tampaknya menunjukkan kepada kita bahwa orang-orang ini dirawat dan dihargai sebagai bagian dari masyarakat kuno mereka," kata Rohrlach.

Penderita Sindrom Edward juga Ada di Zaman Kuno

Meskipun sedikit, Terdapat juga individu lainnya yang menunjukkan jenis trisomi 18 atau sindrom Edward, jenis sindrom ini muncul 1 dari 3.000 kelahiran.

Daripada sindrom Down, sindrom Edwards jauh lebih serius, anak yang ditemukan pada situs Zaman Besi Spanyol, dalam penelitian ini sebagai penderita sindrom Edward memiliki pertumbuhan tulang yang parah, kemudian meninggal sekitar 40 minggu dalam kandungan.

"Saat ini, kami tidak dapat mengatakan mengapa kami menemukan begitu banyak kasus di situs-situs ini," kata salah satu penulis, Profesor Roberto Risch, seorang arkeolog di Universitas Otonomi Barcelona.

"Namun kami tahu bahwa mereka adalah bagian dari sedikit anak yang mendapat hak istimewa untuk dimakamkan di dalam rumah setelah meninggal. Ini sudah menjadi petunjuk bahwa mereka dianggap sebagai bayi-bayi yang istimewa." Tambahnya.




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads