Lubang api menjadi jejak yang dapat digunakan untuk menentukan suatu genus manusia purba pada zamannya. Begitu pula dengan penemuan lubang api yang ditemukan di Spanyol. Milik manusia purba jenis apa?
Untuk diketahui, bahwa manusia purba dari berbagai jenis, identik dengan bagaimana mereka membuat api. Penggunaan api yang terkendali sudah ada sejak kurang lebih 790.000 tahun yang lalu. Salah satu bukti penggunaan api ini, telah ditunjukkan oleh Neanderthal (Homo neanderthalensis).
Belum lama ini, puluhan lubang api peninggalan Neanderthal ditemukan di lembah El Salt, Spanyol Barat. Lubang api tersebut diperkirakan sudah ada sejak 50.000 tahun yang lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Neanderthal Tak Hanya Meninggalkan Lubang Api
Neanderthal merupakan anggota genus homo dari zaman Pleistosen. Genus homo ini salah satu kerabat dekat homo sapiens. Kebudayaannya juga lebih maju dibandingkan homo erectus.
Neanderthal tak hanya meninggalkan lubang api, mereka juga meninggalkan perkakas batu, tulang binatang, dan fosil kotoran manusia tertua yang diketahui dunia.
Jejak-jejak tersebut ditemukan di lapisan tanah yang sama dan menunjukkan bahwa jejak-jejak tersebut mereka tinggalkan pada waktu yang hampir bersamaan.
Dilansir dari The Atlantic, para arkeolog juga mengklaim telah menemukan bukti lubang api ketika menjumpai tar yang kemungkinan dibuat oleh Neanderthal dengan sengaja memanaskan kulit kayu birch.
Bagaimana Cara Menentukan Waktu Terbentuknya Perapian pada Manusia Purba?
Para peneliti menggunakan teknik penanggalan baru, sehingga dapat menyimpulkan bahwa perapian tersebut terbentuk dalam jangka waktu lebih dari 200 tahun.
Skala waktu yang tepat seperti itu hampir tidak pernah terdengar dalam analisis sejarah manusia, karena perkiraan biasanya memiliki batas kesalahan ribuan tahun.
Sama halnya pada penelitian sebelumnya, terjadi kebakaran sekitar 52.000 tahun lalu dengan batas kesalahan beberapa ribu tahun. Teknik baru ini dapat meningkatkan kemungkinan mengungkap perubahan dalam aktivitas manusia yang sebelumnya sulit dipahami.
"Informasi ini akan sepenuhnya mengubah cara kita menafsirkan kumpulan arkeologi," ujar Ségolène Vandevelde, ahli arkeolog di University of Quebec di Chicoutimi di Saguenay, dikutip dari Nature.
Seorang arkeolog dari University of Burgos, Γngela HerrejΓ³n-Lagunilla dan timnya merasa bahwa batas kesalahan ini bisa menyembunyikan cerita sebenarnya tentang situs tersebut.
Penentuan Tanggal Berdasarkan Analisis Mineral
HerrejΓ³n-Lagunilla dan rekan-rekan penelitinya memodelkan perubahan halus dalam medan magnet Bumi sekitar 52.000 tahun yang lalu dan menggunakan informasi ini untuk memperkirakan waktu antara saat perapian terakhir kali digunakan.
Namun, mereka curiga bahwa bilah kesalahan tersebut menyembunyikan sejarah sebenarnya dari situs tersebut.
Agar mendapat penanggalan yang akurat tentang waktu Neanderthal tinggal di El Salt, para peneliti juga menganalisis mineral magnetik dari beberapa perapian yang ditemukan dalam jarak beberapa meter satu sama lain.
Mineral-mineral tersebut dapat merekam orientasi medan magnet bumi yang berubah-ubah saat api terakhir kali padam.
Analisis mereka mengungkapkan bahwa perapian tertua dan terbaru terakhir kali digunakan setidaknya berselang 200 tahun, dengan jeda puluhan tahun antara setiap penggunaan perapian yang berbeda.
Hal ini menunjukkan bahwa kelompok Neanderthal mengunjungi situs tersebut secara rutin selama beberapa generasi.
Dari fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa para peneliti membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menemukan lamanya waktu penggunaan perapian.
Hal itu yang mungkin mendorong para peneliti mencari perubahan halus pada peralatan batu dan jejak pekerjaan manusia lainnya. Pendekatan yang sama dapat diterapkan secara lebih luas, di manapun dan kapanpun manusia purba dan kerabatnya membuat api.
"Pendekatan perubahan halus ini berpotensi mengungkap wawasan baru tentang bagaimana manusia purba hidup, bergerak, dan mengatur diri mereka dalam kelompok sosial," ungkap Thomas Higham, ilmuwan arkeologi asal University of Vienna.
"Potensi utamanya adalah mencapai skala waktu yang mendekati kehidupan manusia," HerrejΓ³n-Lagunilla menambahkan.
"Kita dapat memahami bahwa 200 tahun itu merupakan suatu momen," tutupnya.
(faz/faz)