Para arkeolog dari sejumlah universitas di Australia dan Inggris melaporkan penemuan ribuan artefak batu dan tulang binatang di sebuah gua di Timor Leste. Dari artefak di tersebut, peneliti memperkirakan manusia pertama kali tiba di sana sekitar 44.000 tahun yang lalu.
Gua tersebut, yang disebut situs ceruk perlindungan batu Laili, menyimpan sedimen yang berusia sekitar 59.000-54.000 tahun. Para peneliti dari kampus-kampus Inggris dan Australia kemudian coba menganalisis sedimen di Laili dan lokasi lain di Timor Leste.
Berdasarkan hasil analisis, arkeolog Sue O'Connor menyatakan bahwa tidak ada jejak manusia di sana sebelum 44.000 tahun lalu. Ini artinya, jejak sedimen pada 44.000 tahun lalu merupakan jejak kedatangan pertama manusia di Timor Leste.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak adanya manusia di Pulau Timor sebelum setidaknya 50.000 tahun yang lalu itu signifikan dalam mengindikasikan bahwa manusia-manusia ini tiba di sana lebih lambat dari yang diperkirakan sebelumnya," kata Australian National University (ANU) Distinguished Professor tersebut, dikutip dari laman kampus.
Hubungan Orang Pertama di Timor Leste dengan Australia
Manusia diperkirakan sudah tinggal di Australia lebih dari 55.000 tahun lalu. Mereka diperkirakan migrasi dari Timor ke Australia. Namun dengan hasil penelitian terbaru di atas, manusia diperkirakan pertama kali bermigrasi ke Australia melalui Papua, buka Timor Leste.
Dikutip dari laman National Museum of Australia, masyarakat Aborigin sudah hidup di sana sejak 65.000 tahun lalu. Mereka merupakan pemilik salah satu budaya tertua yang masih bertahan di Bumi.
Contoh bukti kehidupan tertua manusia di Australia antara lain oker (pewarna) dari sekitar 50.000 tahun lalu di situs Madjebebe, Arhnemn Land. Peneliti juga menemukan jejak kaki Pleistosen (1,8 juta-11.500 tahun lalu) dari kawasan Danau Willandra, Australia tenggara.
Sedangkan di Murujuga, Australia barat laut, peneliti menemukan lebih dari satu juta petroglif atau ukiran batu yang berasal sekitar 40.000 tahun yang lalu. Ukirannya antara lain gambar binatang yang kini telah punah, seperti walabi ekor paku dan harimau Tasmania.
Kendati dinominasikan sebagai situs warisan dunia UNESCO pada 2024, tokoh tradisi khawatir kawasan tersebut rusak atau hancur karena adanya proyek gas di wilayah tersebut.
(twu/twu)