Disinggung Sri Mulyani, Mengapa Negara Nordik Bisa Gratiskan Kuliah?

ADVERTISEMENT

Disinggung Sri Mulyani, Mengapa Negara Nordik Bisa Gratiskan Kuliah?

Nikita Rosa - detikEdu
Jumat, 31 Mei 2024 09:00 WIB
Ilustrasi swedia
Swedia, Salah Satu Negara Nordik Gratiskan Biaya Pendidikan. (Foto: Getty Images/iStockphoto/f11photo)
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani akui mendengar banyak celetukan meminta Indonesia menggratiskan biaya pendidikan seperti di Negara Nordik. Negara-negara Nordik memang dikenal memberikan pendidikan gratis hingga jenjang perkuliahan.

"Saya jadi Menteri Keuangan tuh sering juga orang-orang menyeletuk, 'Mbok ya kayak Nordic Country itu lho, segala macam bebas sampai perguruan tinggi, dari lahir sampai perguruan tinggi dia nggak perlu bayar apa-apa'," terang Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Jesuit Indonesia di Hotel Mulia Senayan, Jakarta pada Kamis (30/5/2024), dikutip dari detikFinance.

Tentang Pendidikan di Negara Nordik

Negara Nordik adalah sekelompok negara di Eropa utara, termasuk Denmark, Swedia, Norwegia, Finlandia, dan Islandia. Negara-negara ini mempunyai sejarah dan budaya yang sama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kawasan Nordik terkenal akan pendidikannya yang gratis hingga jenjang sarjana. Melansir dari laman Top Universities, Finlandia menggratiskan jenjang gelar sarjana di universitas negeri.

Swedia dan Denmark juga menerapkan kebijakan yang sama. Untuk mendapat kuliah sarjana gratis, calon mahasiswa harus menjadi warga suatu negara di UE (Uni Eropa), warga negara dari suatu negara di EEA (Wilayah Ekonomi Eropa), warga negara Swiss, atau peserta dalam program pertukaran.

ADVERTISEMENT

Walaupun terbilang 'gratis', sebenarnya biaya pendidikan di Negara Nordik dibiayai oleh warga negaranya. Namun, dengan sistem pajak.

Negara Nordik Tarif Pajak yang Tinggi

Sri Mulyani memaparkan jika negara-negara Nordik menarik pajak yang jauh lebih tinggi dibanding Indonesia. Jika pajak penghasilan Indonesia sebesar 5%-30%, maka pajak di Negara Nordik bisa mencapai 70%.

"Emang anak itu nggak bayar, yang bayar itu orang tuanya, tax-nya bisa 65-70% dari income mereka," terang Sri Mulyani.

Sri Mulyani menceritakan temannya yang berasal dari Finlandia. Ia bercerita jika temannya membayar pajak penghasilan sebesar 70%. Jika memperoleh USD 100 ribu, yang didapat hanya USD 30 ribu.

Sri Mulyani menegaskan, apabila menginginkan jaring pengaman sosial berupa pendidikan gratis hingga perguruan tinggi, maka perlu membayar pajak yang lebih besar.

"Orang anggap itu semuanya gratis, nggak ada yang bayar. Di dunia nggak ada yang gratis, pasti ada yang bayar. Dalam hal ini, if you want to create social safety net seperti di Nordic Country, then you have prepare for a very big high income tax," tegasnya.

Hal serupa juga ditemukan di Swedia. Dalam CNBC Indonesia, diceritakan bila pajak penghasilan pribadi orang Swedia yang paling rendah adalah sebesar 29 persen dari gaji mereka. Namun, kebanyakan orang membayar pajak antara 49 sampai 60 persen.

Orang-orang Swedia tak merasa terbebani dengan pajak yang 'tinggi' itu. Bahkan, menurut surve9 pada 2015, badan pajak di Swedia pernah masuk dalam jajaran Top 3 lembaga yang dinilai memiliki reputasi terbaik.

"Saya sangat senang membayar pajak yang tinggi karena saya tahu saya menerima manfaat dari pajak itu nanti," kata Valentina Valestany, seorang penasihat hukum.

Di antara 'perlindungan' yang dirasakan penduduk Swedia dari hasil pajak adalah sekolah gratis. Anak-anak Swedia mendapat pendidikan berkualitas tinggi, baik di sekolah negeri atau swasta, tanpa harus membayar SPP lagi. Mereka juga mendapat makan siang gratis di sekolah.




(nir/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads