Seekor macan tutul dan macan kumbang kembali terekam kamera pemantau di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP), Jawa Barat. Penemuan ini akhirnya dibagikan melalui akun resmi Instagram balai besar TNGGP, Sabtu (25/5/2024 lalu).
"Ada yang terciduk lagi nih! Sang predator puncak masih terpantau keberadaannya. Tandanya keseimbangan ekosistem TNGGP masih terjaga ya," tulis Balai Besar TNGGP dalam keterangan postingan dikutip, Kamis (30/5/2024).
Pada rekaman tersebut terlihat awalnya seekor macan tutul berjalan melintasi kamera pengintai. Tak lama kemudian, di belakangnya juga ada macan kumbang berwarna hitam menyusul melewati kamera yang terpasang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai hal ini, Kepala Besar TNGGP Cianjur, Sapto Aji mengatakan keberadaan dua predator ini bukan di wilayah jalur pendakian. Meski begitu, para pendaki harus tetap waspada dan dilarang membuang sisa makanan agar macan khas Jawa ini tidak mendekati jalur pendakian.
"CCTV yang terpasang sangat jauh dari jalur pendakian, namun kami tetap melarang pendaki menyisakan makanan atau sampah yang dapat menarik perhatian hewan yang hidup di habitat aslinya," kata Sapto dikutip dari CNN Indonesia.
Perbedaan Macan Tutul dan Macan Kumbang
Meski berbeda warna, kedua macan ini pada dasarnya sama-sama spesies macan tutul Jawa lho detikers, yang berbeda hanyalah corak serta pigmentasi kulit keduanya. Penyebutan macan kumbang menurut Sapto berasal dari masyarakat karena pigmen kulitnya berwarna hitam.
Karena melintasi kamera beriringan, kemungkinan keduanya memiliki hubungan. Tetapi Sapto belum mengetahui secara jelas apakah pasangan atau induk dan anak.
"Kami belum mengetahui apakah kedua macan tutul merupakan pasangan jantan dan betina atau induk dan anak," katanya.
Mengutip laman Indonesia Baik Kominfo, satwa endemik yang terancam punah ini memiliki nama latin Panthera pardus melas. Saat ini statusnya merupakan karnivora terbesar di Pulau Jawa usai harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) pada 1980.
Macan tutul Jawa memiliki 2 variasi yaitu berwarna terang dan berwarna hitam dengan ciri khas bertutul-tutul. Pada umumnya, bulu hewan ini berwarna kuning kecoklatan dengan bintik-bintik hitam di sekujur tubuh. Bintik hitam ini akan berukuran lebih kecil di kepala mereka.
Sedangkan variasi lainnya disebut macan tutul melanistic (kumbang) yang sekujur tubuhnya berwarna hitam. Dengan pigmentasi yang gelap, hewan ini juga memiliki pola totol meskipun sulit untuk dibedakan jika tidak ada tanda-tanda spesifik seperti bekas luka.
Memiliki panjang tubuh 150 cm dan tinggi 90 cm, macan tutul Jawa memiliki ukuran paling kecil dari subspesies lainnya. Diketahui, ada sembilan subspesies macan tutul di dunia dikutip dari laman Portal Informasi Indonesia.
Berbeda dengan subspesies macan lainnya, macan tutul Jawa dapat hidup di hutan dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian lebih dari 2.000 mdpl. Mereka ditemukan di hutan-hutan Pulau Jawa termasuk kawasan hutan konservasi seperti Taman Nasional dan Cagar Alam.
Lalu mengapa hanya ditemukan di pulau Jawa dan tidak di pulau Indonesia lainnya? Alasannya ternyata beragam seperti:
- Tidak adanya mangsa utama seperti kijang, kancil, dan babi hutan di Pulau Kalimantan.
- Tidak bisa hidup di Pulau Bali karena di sana ada kompetitor lainnya yakni harimau Bali.
- Di Pulau Sumatera melimpah anggota famili Felidae lainnya sebanyak tujuh spesies yang bisa menimbulkan pertikaian makanan.
Oleh karena itu di Pulau Jawa, kucing hutan ini merupakan predator puncak pada rantai makanan. Terlebih setelah harimau Jawa dinyatakan punah. Kini, macan tutul Jawa berperan penting dalam mengendalikan populasi spesies ungulata seperti kijang, rusa, babi hutan, dan lainnya.
Terancam Punah
Mengutip laman Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dijelaskan bila status konservasi macan tutul Jawa dievaluasikan sebagai spesies terancam punah (Endangered) dalam IUCN Redlist pada tahun 2021, dan didaftarkan dalam CITES Appendix 1 sejak tahun 1978.
Tidak hanya itu, macan kumbang juga termasuk dalam satwa yang dilindungi. Hal ini dicantumkan dalam UU KSDAE No.5 tahun 1990, Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999, dan Peraturan Menteri LHK No. 106 tahun 2018.
Untuk itu sejak tahun 2021 seluruh taman nasional dan cagar alam melakukan monitoring populasi macan tutul Jawa. Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sendiri bekerja sama dengan Conservation International Indonesia dalam hal ini.
Mereka memasang camera trap di seluruh kawasan TNGGP sebanyak 54 unit pada lokasi yang diindikasikan sebagai lintasan serta habitat macan tutul. Hasilnya, salah satu kamera berhasil menangkap gambar sang predator puncak seperti yang dibagikan pada Sabtu, 25 Mei 2024 lalu.
Untuk memperluas pemantauan, kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga berkolaborasi dengan Yayasan SINTAS Indonesia dalam proses menghitung populasi macan tutul jawa dikutip dari Kantor Berita Antara.
Mereka memasang 600 unit kamera pengintai di 1.160 stasiun pengamatan yang meliputi 10 taman nasional, 24 kawasan suaka lama, dan 55 kawasan hutan lainnya.
Proses survei ini rencananya akan dilaksanakan selama dua tahun. Meski begitu, Yayasan SINTAS Indonesia memperkirakan bila populasi macan tutul jawa kini ada di kisaran 319 satwa.
(det/nah)