Paku Bersulam Timbul: Tanaman Hias Sumber Bahan Pewangi dan Obat Tradisional

ADVERTISEMENT

Belajar dari Pakar

Paku Bersulam Timbul: Tanaman Hias Sumber Bahan Pewangi dan Obat Tradisional

Dr Titien Ngatinem Praptosuwiryo - detikEdu
Rabu, 29 Mei 2024 09:00 WIB
Dr Titien Ngatinem Praptosuwiryo
Dr Titien Ngatinem Praptosuwiryo
Dr Titien Ngatinem Praptosuwiryo adalah peneliti di Pusat Penelitian Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indonesia. Meraih doktor taksonomi tanaman dari IPB University dengan disertasi β€œStudi Biosistematis Genus Pakis Diplazium di Malesia Barat”. Minat penelitian khususnya adalah pada biosistematika tumbuhan, ekologi dan evolusi, serta konservasi, khususnya pada tumbuhan paku-pakuan (Pteridophyta). Ia telah menerbitkan banyak makalah ilmiah tentang sitologi, biologi konservasi, ekologi dan evolusi tumbuhan paku. Dr Titien adalah editor The Botanic Gardens Bulletin dan reviewer beberapa jurnal internasional dan nasional.
Paku Bersulam Timbul:
Foto: Dr. Titien Ng. Praptosuwiryo (Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi-BRIN).

Pertelaan dan Penyebaran

Tumbuhan ini memiliki rimpang menjalar, tebal 7-8 cm, internode 1-9 cm, akar jarang sampai lebat. Sisik rimpang memerisai, terkadang memerisai semu, jarang sampai lebat, merapat sampai merentang, membundar telur atau menyegitiga, lebar 2-7, panjang 0,6 - 1,4 mm, pinggiran pada basal terkoyak, rembang lancip.

Daun satu atau dua bentuk, tunggal atau bercangap menyirip, bertangkai, menerna.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Microsorum scolopendria tersebar mulai dari Australia, seluruh Polynesia, dan Asia sampai ke Madagascar dan Afrika. Tumbuhan ini
dapat ditemukan di seluruh kawasan Malesia, yaitu kawasan fitogeografi yang meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Papua New Guinea dan Filipina.

Di Indonesia, tumbuhan ini dapat ditemukan di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya (Papua).

ADVERTISEMENT

Ekologi

Di Asia Tenggara, M. scolopendria merupakan tumbuhan epifit yang umumnya hidup pada pohon-pohon tua di tempat yang terbuka dan batang-batang kelapa sawit di perkebunan. Jenis ini juga biasa hidup di pangkal-pangkal pohon bambu yang telah menua.

Pada jenis-jenis pohon dari suku palem-paleman, Arecaceae, jenis ini biasa tumbuh pada pangkal upih atau pada batang berlumut.

Jenis paku ini jarang hidup di tanah, namun lebih sering dijumpai hidup secara epilitik, tumbuh di bebatuan, sehingga seringkali kita jumpai tumbuhan paku ini tumbuh liar pada celah-celah pagar tembok di sekitar pemukiman, di seresah daun dan bebatuan yang berlumut atau pangkal percabangan pohon atau semak yang tinggi di atas permukaan tanah.

Tumbuhan ini sering dijumpai di tempat terbuka di pinggir hutan dan dapat hidup dari dataran rendah setinggi permukaan air laut sampai pada ketinggian 2100 m.


Pertumbuhan dan Perkembangan

Perkecambahan M. scolopendria pada umumnya diawali dengan pembentukan prothalus yang berbentuk hati, gametofit. Pada fase sporofit, pada umumnya daun bercuping. Pada fase ini dipandang lebih maju dibanding daun tunggal.


Budidaya

Perbanyakan M. scolopendria dapat dilakukan dengan spora (generatif) maupun potongan rimpangnya (vegetatif). Perbanyakan dengan spora dilakukan dengan menebarkan spora pada medium yang disucihamakan dan disimpan pada tempat yang relatif lembab.

Sporofit dipindah-tanamkan dalam kelompok ketika tingginya mencapai 1 cm dan dipindah-tanamkan kembali secara terpisah-pisah ketika telah mencapai tinggi lebih dari 3 cm.

Potongan rimpang harus ditanam pada kedalaman tidak lebih dari 5 cm pada tanah yang berdrainase baik. Saat menanam M. scolopendria, penting untuk menyediakan struktur untuk tempat menempelnya pakis jika tidak ditanam langsung di tanah, seperti batang pohon, potongan kayu apung, papan akar pakis atau tikar berserat.

Selanjutnya tanaman ini harus dijaga pada kondisi naungan terang dan tempat yang hangat. Jenis ini tahan terhadap kekeringan berjangka pendek, namun akan lebih baik jika ditanam pada kondisi yang senantiasa lembap.

M. scolopendria dapat tumbuh dalam pot seperti anggrek atau pada batang pohon yang hidup atau mati. Penyiraman dengan semprotan air diperlukan pada saat tanah atau media tumbuh mengering, namun tidak sampai tergenang.

Pemupukan dengan NPK dengan perbandingan yang sama direkomendasikan dengan dosis satu sendok teh per 4 liter air. Tumbuhan paku ini umumnya jarang sekali terserang penyakit parah.

Hama dan penyakit yang menyerang M. scolopendria dan menimbulkan kerusakan yang serius belum pernah dilaporkan. Hama utama M. scolopendria adalah penggerek tulang utama daun, bekicot dan siput.

Pada umumnya, M. scolopendria yang ditanam dari spora, dapat dipanen daunnya setelah berumur 2-3 tahun. Jika ditanam dari rimpangnya, pemanenan mungkin dilakukan saat tanaman berumur 6 bulan setelah tanam.

* Titien Ngatinem Praptosuwiryo
Research Center for Biosystematics and Evolution, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads