Sekitar 80 juta orang di dunia tinggal pada ketinggian lebih dari 2.500 meter di atas permukaan laut, terutama di Amerika Selatan, Asia Tengah, dan Afrika Timur.
Beberapa pemukiman permanen tertinggi termasuk Wenquan di Provinsi Qinghai, Cina, berada pada ketinggian sekitar 4.870 meter di atas permukaan laut, dan Korzok di India, sekitar 4.572 meter di atas permukaan laut.
Namun, terdapat tempat yang lebih tinggi di dunia yakni La Rinconada. Kota ini terletak di Peru dengan ketinggian mencapai 5.300 m di atas permukaan laut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kehidupan di La Rinconada
La Rinconada dijuluki sebagai Devil's Paradise. Kota ini memiliki sekitar 50.000 penduduk yang tinggal di antara 5.000 dan 5.300 m di atas permukaan laut.
Tinggal di tempat tertinggi tidaklah mudah. Para penduduk kesulitan mengakses air dan kesulitan terhadap sistem pembuangan limbah atau sampah.
Untuk bisa makan, para penduduk harus impor dari daerah dataran rendah. Bahkan untuk listrik terpasang di La Rinconada pada tahun 2000-an.
Meski demikian, penduduk La Rinconada mampu beradaptasi dengan lingkungannya yang rendah oksigen.
"Ditemukan bukti bahwa ada peningkatan volume paru-paru baik sedikit atau sangat besar pada orang-orang yang terpapar ketinggian, khususnya sebelum menginjak remaja," ujar Cynthya Beall, profesor emerita antropologi di Case Western Reserve University di Ohio, dilansir Live Science.
Penyakit Gunung dan Gejalanya yang Dialami Penduduk La Rinconada
Yang paling dirasakan oleh para penduduk ketika tinggal di dataran tertinggi di dunia adalah laju pernapasan dan detak jantung yang meningkat. Semakin tinggi dataran, maka semakin menipis oksigen di udara, sehingga paru-paru dan jantung perlu bekerja lebih keras.
"Saat di ketinggian sekitar 4.500 m, embusan udara yang sama dengan yang dihirup di permukaan laut mengandung 60% molekul oksigen, yang mana merupakan tekanan besar bagi manusia," ucap Beall.
Awalnya, persentase hemoglobin, yaitu protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen, akan menurun. Semakin tinggi ketinggiannya, maka respons hemoglobin semakin kuat.
Beberapa orang mungkin dapat mengalami penyakit gunung akut, yaitu kondisi tubuh ketika mencoba beradaptasi dengan kadar oksigen yang lebih rendah. Tubuh akan merasakan beberapa gejala seperti sakit kepala, mual, kelelahan, hingga hilang nafsu makan.
Setelah beradaptasi setidaknya satu atau dua minggu di ketinggian tersebut, seseorang dapat menyesuaikan kinerja detak jantung dan pernapasan. Begitu juga dengan sel darah merah dan hemoglobin mulai dapat mengimbangi kadar oksigen yang rendah di udara.
Seiring waktu, para penduduk La Rinconada akan merasakan darah mereka menjadi lebih kental karena konsentrasi hemoglobin yang tinggi dalam darah.
Akibatnya, penduduk rentan terhadap penyakit gunung kronis, yaitu ketika tubuh memproduksi jumlah sel darah merah yang berlebihan. Akan ada gejala-gejala yang dirasakan seperti sesak napas, nyeri, dan kelelahan.
Penyakit gunung kronis dapat diidap oleh orang yang tinggal di ketinggian lebih dari 3.050 m selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Penyakit ini lebih parah dibanding penyakit gunung akut. 1 dari 4 orang di La Rinconada diperkirakan menderita penyakit gunung kronis.
Perawatan dan Pengobatan Pengidap Penyakit Gunung
"Orang yang mengidap penyakit gunung dapat dirawat dengan cara yang mudah, yaitu tinggal di dataran yang lebih rendah," ungkap Tatum Simonson, profesor kedokteran di University of California, San Diego.
Tak hanya itu, penderita penyakit gunung kronis dapat menumpahkan darah secara teratur dan mengonsumsi obat bernama acetazolamide untuk mengurangi produksi sel darah merah dan meredakan nyeri.
(nwy/nwy)