Tawuran pelajar kembali ramai di beberapa kota. Menurut pakar, kasus ini merupakan hal yang kompleks dengan banyak faktor.
Sebelumnya, tawuran pelajar yang tengah ramai dibahas terjadi di Yogyakarta. Sekelompok siswa diketahui mendatangi sebuah sekolah dengan melakukan penyerangan.
Tak hanya di Jogja, di Cirebon sejumlah pelajar dari dua SMK terlibat aksi tawuran saat sedang melakukan konvoi kelulusan sekolah. Dalam kejadian tersebut satu pelajar mengalami luka bacok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengkaji budaya populer UM Surabaya, Radius Setiyawan, ikut angkat bicara. Menurutnya, kasus tawuran bisa terjadi karena minimnya ruang terbuka untuk aktualisasi anak muda.
"Ketika ruang terbatas, maka energinya akan digunakan untuk berbuat yang tidak produktif seperti tawuran. Maka salah satu cara menekan angka tawuran di kalangan anak muda adalah penyediaan ruang publik yang cukup oleh pemerintah," ujarnya dalam laman UM Surabaya, dikutip Minggu (19/5/2024).
Ruang Publik Banyak yang Berbayar
Menurutnya, ruang publik untuk anak-anak remaja yang berada di kelas bawah sangat sedikit. Para remaja yang terlibat aktivitas gangster atau kriminal seperti tawuran tidak banyak memiliki pilihan untuk menggunakan ruang secara bebas.
Dalam banyak kasus, ruang-ruang aktualisasi untuk remaja juga terus mengalami privatisasi. Ruang-ruang ini dikelola oleh swasta dan dikenakan biaya yang tidak murah, misalnya tempat-tempat olah raga dan co-working space yang berbayar.
"Hemat saya peristiwa tawuran yang terjadi berulang-ulang di banyak kota di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh menyempitnya ruang publik bagi remaja, terutama kelas bawah. Kondisi ini tentunya perlu menjadi perhatian pemerintah," ungkap Radius.
Negara Harus Hadir untuk Anak Muda
Dalam banyak kasus tawuran yang terjadi akhir-akhir ini, Radius menegaskan negara harus hadir dan mengevaluasi berbagai kebijakan ruang publik.
Ruang tersebut harus bisa diakses oleh siapa saja agar energi anak muda yang berlebih diaktualisasikan dalam ruang kompetisi yang produktif dan tidak diekspresikan dengan kompetisi yang destruktif.
Sementara itu, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah (UMMI), Sukabumi Sistiana Windyariani menilai, mengatakan bahwa terkait persoalan tawuran, pemerintah melalui Dinas Pendidikan menetapkan berbagai kebijakan yang dapat mengakomodasi penanganan tawuran secara menyeluruh.
Misalnya memberikan instruksi kepada seluruh sekolah khususnya SMP agar siswanya mengikuti kegiatan kesiswaan dengan sistem mentoring.
"Setiap guru wajib menjadi seorang figur yang baik, sabar yang dapat dicontoh oleh para pelajar. Seluruh guru, harus terus dihimbau untuk menjadi sosok teladan dan inspiratif, sehingga kehadirannya dianggap memiliki arti dan nilai yang baik bagi diri remaja," kata Sistiana dalam detikJabar, dikutip Minggu (19/5/2024) .
Selain itu, pihak sekolah juga harus memfasilitasi pelajar untuk berkegiatan sesuai dengan minat dan bakatnya.
"Logikanya, semakin sedikit waktu luang yang dimiliki pelajar, maka semakin berkurang waktunya untuk melakukan kegiatan yang kurang bermanfaat (seperti nongkrong atau jalan-jalan tanpa tujuan). Terakhir mengadakan sekolah keluarga, mengembalikan fungsi pendidikan keluarga sebagai dasar pendidikan anak, yang bisa dikerjasamakan dengan dinas-dinas terkait atau institusi pendidikan tinggi yang relevan dengan pendidikan anak," tuturnya.
(nir/faz)