Selama ini proses penguapan yang diketahui terjadi akibat dari adanya panas. Namun, sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa panas bukanlah satu-satunya yang bisa mengakibatkan penguapan.
Penelitian yang dilakukan tim Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan dipimpin oleh Profesor Gang Chen, menemukan efek yang bisa membuat penguapan terjadi tanpa panas.
Efek tersebut dikenal sebagai fotomolekuler, yang membuktikan air permukaan dapat menguap dengan bantuan cahaya tanpa terikat oleh panas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada studinya, para peneliti melakukan 14 jenis tes untuk membuktikan bahwa air dapat menguap karena cahaya dan tidak melibatkan panas. Berdasarkan tes dalam kondisi berbeda, wadah yang berisi air mulai menguap di bawah cahaya tampak, sedangkan suhu yang diukur pada air permukaan malah stagnan di suhu dingin.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan panas dalam penguapan percobaan ini, dan juga dinyatakan bahwa panas bukanlah satu-satunya metode yang dapat menguapkan air.
Kemudian diamati efek penguapannya berdasarkan sudut cahaya, warna, dan polarisasi. Pada sudut 45 derajat, dan pada polarisasi magnetik transversal memiliki efek penguapan yang kuat.
Sementara pada cahaya warna hijau, efek penguapan mencapai puncaknya walaupun dengan panjang gelombang cahaya hijau yang sedikit.
Pengetahuan Baru dari Penemuan Dinamakan Efek Molekuler
Penemuan ini dinamakan efek molekuler yang mirip seperti efek fotolistrik oleh Heinrich Hertz tahun 1887 dan dijelaskan oleh Albert Einstein pada 1905.
Efek fotolistrik adalah respon material ketika terkena paparan foton cahaya dimana elektron akan keluar, sementara fotomolekuler menunjukkan bahwa cahaya dapat membebaskan seluruh molekul dari permukaan cairan.
"Temuan penguapan yang disebabkan oleh cahaya, bukan panas, memberikan pengetahuan baru yang mengganggu tentang interaksi cahaya-air," kata Xualin Ruan, seorang profesor teknik mesin dari Universitas Purdue, Amerika Serikat, dikutip dari EurekAlert.
Ia juga menambahkan bahwa penemuan ini menjadi pemahaman baru bagaimana sinar matahari berinteraksi dengan awan, kabut, lautan, untuk mempengaruhi cuaca dan iklim.
Efek Molekuler Dapat Menjelaskan Misteri Awan
Menurut peneliti, penemuan ini dapat memecahkan misteri selama 80 tahun yaitu terkait sinar Matahari yang diserap oleh awan lebih besar daripada yang diprediksi oleh model fisika konvensional.
Perbedaan pengukuran tersebut menjadi perdebatan sehingga melalui efek molekuler, mungkin dapat menjelaskan perbedaan penyerapan tersebut.
"Eksperimen tersebut didasarkan pada data satelit dan data penerbangan. Mereka menerbangkan pesawat di atas dan di bawah awan, dan ada juga data berdasarkan suhu laut dan keseimbangan radiasi. Dan mereka semua menyimpulkan bahwa terdapat lebih banyak penyerapan oleh awan daripada yang dapat dihitung secara teori," ungkap Chen.
Ia menambahkan pengukuran yang sulit dan kompleksitas awan menyebabkan para peneliti berdebat pada perbedaan tersebut. Mereka menemukan ada mekanisme lain dalam penyerapan awan.
Eksperimen dari tim menggunakan LED untuk menyinari ruang awan buatan, kabut dalam ruangan tersebut menjadi panas padahal seharusnya air tidak menyerap cahaya LED.
"Pemanasan seperti itu dapat dijelaskan berdasarkan efek fotomolekuler dengan lebih mudah," tutur Chen.
(faz/faz)