Insomnia atau kesulitan tidur menjadi gangguan yang cukup merugikan bagi banyak orang. Terlebih jika hal itu bisa memengaruhi aktivitas esok harinya, sehingga mudah lelah karena kurang tidur. Lantas bagaimana cara mengatasi insomnia?
Sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal online BMJ Open, menunjukkan bahwa melakukan olahraga secara konsisten setidaknya dua hingga tiga kali dalam seminggu dapat mengurangi risiko insomnia.
Selain itu, olahraga juga dapat memanajemen waktu untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur sekitar enam hingga sembilan jam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Olahraga Dapat Mengatasi Insomnia dan Meningkatkan Kualitas Tidur
Mengutip Scitech Daily, para peneliti telah mencatat bahwa aktivitas fisik dan olahraga telah dibuktikan dengan kesehatan yang lebih baik secara keseluruhan.
Bahkan beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga atau aktivitas fisik dapat meningkatkan kualitas tidur di malam hari serta mengatasi insomnia kronis.
Namun, bukti masih belum jelas seberapa besar pengaruh hubungannya dengan jenis kelamin, usia, dan berat badan (BMI) serta dengan kebugaran jasmani.
Dalam studi ini, para peneliti hanya mengeksplorasi hubungan antara frekuensi, durasi, dan intensitas aktivitas fisik mingguan serta gejala insomnia, jam tidur malam, dan kantuk di siang hari di antara orang dewasa paruh baya dari 21 pusat di 9 negara Eropa.
Kemudian, juga merujuk pada data dari Survei Kesehatan Pernafasan Komunitas Eropa (ECRHS), yang melibatkan survei sekitar 4.399 orang, dengan 2.085 di antaranya laki-laki dan 2.254 perempuan.
Bukti Penelitian Baru
Setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, berat badan (BMI), riwayat merokok, dan beberapa kondisi lain, para peneliti menemukan bahwa mereka yang tetap aktif secara fisik lebih kecil kemungkinan untuk mengalami kesulitan tidur dan gejala insomnia.
Mereka yang tetap aktif secara signifikan (55 persen) lebih mungkin untuk tidur normal, secara signifikan lebih kecil kemungkinannya (29 persen) untuk tidur pendek (enam jam atau kurang), dan 52 persen lebih kecil kemungkinannya untuk tidur panjang (sembilan jam atau lebih).
Kemudian mereka yang menjadi aktif memiliki kemungkinan 21 persen lebih besar untuk menjadi penidur normal daripada mereka yang tetap tidak aktif.
Para peneliti mengakui bahwa mereka tidak dapat mengevaluasi secara objektif perbedaan tingkat aktivitas fisik pada kedua periode tersebut. Sebaliknya, seluruh aspek dinilai secara subjektif melalui kuesioner.
Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa penemuan mereka seperti penelitian sebelumnya yang menunjukkan dampak positif aktivitas fisik terhadap gejala insomnia.
(faz/faz)