Sejarah Kekaisaran Ottoman: Awal dan Akhir Ramadan Ditentukan Seperti Ini

Novia Aisyah - detikEdu
Minggu, 07 Apr 2024 03:00 WIB
Kekaisaran Turki Ottoman. Foto: Getty Images/ZU_09
Jakarta -

Pada masa Ottoman, kapan dimulainya waktu Ramadan dan berakhirnya tidak ditentukan seperti sekarang ini. Karena ilmu astronomi belum secanggih sekarang, masyarakat biasa mengamati langit di tempat terbuka dan menunggu munculnya hilal untuk menentukan awal Ramadan.

Salah satu ilmuwan asal Turki, Nesimi Yazıcı telah banyak meneliti "Rüy'et-i Hilal Meselesi" (perihal penampakan bulan sabit) pada masa Kekaisaran Ottoman.

Awal Ramadan Era Ottoman

Masyarakat, khususnya pejabat negara, biasanya bersusah payah untuk melihat bulan sabit baru yang menandai awal Ramadan dan melakukan perjalanan singkat untuk tujuan ini.

Sesuai dengan tradisi lama, Ramadan dan hari raya keagamaan biasanya dimulai saat melihat bulan sabit (Rüyet-i Hilal). Menurut kalender Hijriah yang digunakan pada masa Ottoman, permulaan bulan ditandai dengan terlihatnya hilal. Lantaran bulan mengorbit Bumi dalam 29,5 hari, durasi dalam satu bulan biasanya berlangsung terkadang 29 dan terkadang 30 hari.

Pada akhir bulan Sya'ban, ahli nujum (müneccim) yang bertanggung jawab membuat kalender akan menginformasikan kepada pejabat Ottoman kapan Ramadan akan dimulai. Namun, tanggal yang ditentukan oleh para astrolog belum tentu dipatuhi.

Melihat bulan sabit saja tidak cukup karena saksi juga diperlukan. Orang-orang yang melihat bulan sabit biasanya pergi ke pengadilan bersama para saksinya dan memberitahukan kepada para pejabat. Dalam kasus seperti ini, diperlukan kesaksian yang dilakukan oleh dua orang.

Hal yang sama juga terjadi pada akhir Ramadan. Jika bulan sabit tidak terlihat pada tanggal 29 Ramadan, maka bulan tersebut dianggap berlangsung selama 30 hari dan hari raya akan dimulai pada hari berikutnya. Hal ini disebut "tekmil-i selasin".

Mereka yang bertugas menentukan awal dan akhir Ramadan disebut sebagai Qadi Istanbul. Orang-orang yang diberi wewenang oleh Qadi biasa mengawasi bulan sabit terutama di menara-menara. Setelah penampakan bulan sabit, mereka biasa pergi ke Qadi bersama para saksinya untuk penyelidikan resmi.

Orang-orang yang melihat hilal biasanya akan berkata, "Saya melihat hilal pada jam segini. Malam ini, adalah permulaan bulan Ramadan. Saya pribadi membuktikannya."

Semua pekerjaan ini biasanya dilakukan secara rahasia, dengan sangat hati-hati untuk mencegah kemungkinan kebocoran. Dalam proses tersebut, pembuat mahya (surat pesan Islam) akan mengumumkan awal Ramadan kepada masyarakat yang biasa menunggu di luar pengadilan. Setelah penentuan awal Ramadan dengan cara ini, sultan akan diberitahu melalui kantor wazir agung atau perdana menteri.

Atas persetujuan sultan, masyarakat akan diberitahu bahwa awal Ramadan telah ditentukan sesuai dengan "hükm-ü şeri" (hukum kanonik). Pembakaran lampu di menara berarti pengumuman kepada masyarakat.

Ketika hilal tidak dapat terlihat pada akhir bulan Sya'ban karena langit mendung, situasinya akan menjadi sedikit lebih rumit. Dalam hal ini, Ramadan akan dimulai pada tanggal yang ditentukan oleh negara.

Dengan dimulainya Ramadan, semua masjid dan tempat suci, dan khususnya menara, biasanya diterangi lampu.



Simak Video "Video: Launching Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Ditargetkan Desember"

(nah/nwk)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork