Sejarah Hampers Lebaran, Sudah Ada Sejak Zaman Kolonial?

ADVERTISEMENT

Sejarah Hampers Lebaran, Sudah Ada Sejak Zaman Kolonial?

Nikita Rosa - detikEdu
Kamis, 04 Apr 2024 19:30 WIB
Hampers buatan UMKM Blitar yang kebanjiran pesanan jelang lebaran
Sejarah Hampers Lebaran. (Foto: Erliana Riady/detikJatim)
Jakarta - Hampers merupakan salah satu tradisi lebaran yang melekat dengan orang Indonesia. Tak hanya sekedar bingkisan, hampers juga sarat akan sejarah.

Menurut Dosen Sejarah Universitas Airlangga, Moordiati, budaya berbagi bingkisan sudah ada sejak zaman kolonial. Namun, terdapat berbagai perubahan, baik dari istilah, bentuk, dan makna yang terkandung.

Hampers di Zaman Kolonial Belanda

Pada zaman kolonial Belanda, budaya berbagi bingkisan hanya melibatkan kalangan tertentu. Menurut Moordiati, penyebabnya adalah ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang terjadi pada saat itu.

Budaya berbagi bingkisan juga tak populer pada masa pendudukan Jepang. Hal ini disebabkan masyarakat lebih fokus untuk melawan kesulitan kehidupan sehari-hari.

Belum Populer di Masa Pemerintahan Soekarno

Hampers juga belum populer di masa pemerintahan Soekarno. Namun, masyarakat luas kemudian mulai melakukan budaya tersebut sejak tahun 1980-an dengan istilah berbagi parsel.

"Awalnya memang makanan, tetapi kemudian isi parsel berubah seiring perkembangan zaman. Ada yang pakaian, barang pecah belah seperti cangkir, dan bunga," terang Moordiati dalam laman Unair, dikutip Kamis (4/4/2024).

Berganti Nama Menjadi Hampers

Budaya berbagi parsel semakin populer di tahun 2000-an. Penggunaan istilahnya pun mulai bergeser menjadi hampers.

Semakin populernya budaya hampers, tidak sedikit pelaku usaha yang menjadikannya sebagai produk jual beli. Kendati demikian, Moordiati menyebut bahwa kepopuleran hampers menyebabkan penyalahgunaan di tengah masyarakat.

Pada tahun 2005, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan peraturan bagi pejabat dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk tidak menerima hampers lebaran. Aturan tersebut berkaitan dengan gratifikasi yang seringkali terjadi melalui media hampers.

Hingga saat ini, peraturan tersebut masih berlaku sesuai dengan Surat Edaran (SE) KPK Nomor 1636IGTF.00.02/01/03/2024 mengenai Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi di Hari Raya.

Makna Sosial Hampers Lebaran

Mulanya, berbagi hampers merupakan bentuk ucapan terima kasih dan balas budi kepada penerima. Namun seiring berjalannya waktu, makna hampers berubah menjadi wujud apresiasi dan penghargaan kepada orang lain.

Kendati demikian, makna hampers telah berkembang menjadi simbol yang kompleks di era masyarakat modern. Menurut Moordiati, hal tersebut terjadi seiring dengan perubahan budaya dan nilai-nilai sosial.

Berbagi hampers seringkali menjadi penanda status sosial, baik bagi pemberi maupun penerima. Semakin mewah atau eksklusif hampers, maka semakin tinggi status atau kekayaan.

"Sekarang hampers dimaknai sebagai status sosial. Semakin tinggi nilai hampers yang diberi atau diterima, bisa menjadi penanda tingginya status sosial pula," ungkapnya.

Ia menyimpulkan, hampers tidak hanya menjadi simbol kedermawanan dan rasa terima kasih, melainkan juga cermin dinamika struktur sosial dan budaya masyarakat.


(nir/twu)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads