Lambang negara Indonesia adalah burung garuda yang digunakan sebagai simbol keagungan dan kekuatan sejak zaman Hindu-Budha. Tentunya, keputusan ini memiliki pertimbangan yang tidak sedikit.
Burung garuda juga mengalami proses perancangan dan revisi panjang oleh Panitia Lambang Negara. Berikut alasan dan proses terpilihnya burung garuda sebagai lambang negara.
Sejarah dan Alasan Dipilihnya Garuda sebagai Lambang Negara
Dikutip dari jurnal Proses Penetapan Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Tahun 1949-1951 karya Puput Virdianti, pada tanggal 13 Juli 1945 sebenarnya telah dibentuk Panitia Indonesia Raya yang berperan untuk mempersiapkan bahan kajian lambang negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun panitia yang dipimpin Ki Hajar Dewantara bersama Muhammad Yamin dan Parada Harahap gagal karena adanya peristiwa 3 Juli 1946 yang dirasa lebih genting. Usaha pembuatan lambang negara dilanjutkan lagi di tahun 1947 oleh Menteri Penerangan dengan melibatkan organisasi seni lukis SIM, PTPI, KPP, dan Pelukis Rakyat yang berujung kegagalan.
Menurut Oesman Effendi, 12 lambang negara yang sudah disayembarakan akhirnya tidak ada yang dipilih karena tidak memenuhi syarat historis dan seni untuk simbol negara Indonesia. Keterangan ini terdapat dalam buku Katalog Pemeran "Di Bawah Sayap Garuda (Under The Wings of Garuda)" dari Haris Purnomo.
Menyikapi kondisi tersebut, pada akhirnya di 27 Desember 1950 didirikan Panitia Lambang Negara oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) setelah pertimbangan perlunya lambang tersebut untuk konstitusi pada 27 Desember 1949 dengan susunan.
Koordinator Menteri Negara: Sultan Hamid II.
Ketua Panitia: Muhammad Yamin.
Anggota Panitia:
- Ki Hajar Dewantara
- M.A Pellaupessy
- Mohammad Natsir
- R.M. Ng. Poerbatjaraka.
Di tahun yang sama, berhasil dipilih 2 rancangan gambar terbaik milik Sultan Hamid II dan Muhammad Yamin yakni.
1. Sultan Hamid II
Simbol yang diusulkan pria keturunan Arab-Indonesia ini melambangkan Pancasila dengan sketsa awal perisai yang dibagi menjadi lima ruang. Terdapat dua perisai dalam dan luar yang bermakna garis khatulistiwa yang membentang di Indonesia. Burung garuda yang digunakan pada sketsa Sultan Hamid II terinspirasi dari perbandingan logo garuda di Kerajaan Sintang Kalimantan Barat dan candi-candi di Pulau Jawa.
2. Muhammad Yamin
Rancangan Muhammad Yamin sebenarnya ditolak karena menggunakan tema matahari terbit yang hampir sama dengan bendera Jepang. Gambar bulan sabit yang menyerupai tanduk banteng pada logo usulannya disebut Matahari-Bulan tahun Syamsiah-Kamariah (Arab) atau Surya-Candra (Sansekerta).
Kedua logo tersebut kemudian dikombinasikan oleh tangan seniman Basuki Resobowo dengan menambahkan visualisasi pada perisai yang diusulkan oleh beberapa orang yaitu.
- Simbol Sila 1 (Bintang): M. Natsir
- Simbol Sila 2 (Rantai): Simbol Sultan Hamid
- Simbol Sila 3 (Beringin): R.M. Ng. Poerbatjaraka
- Simbol Sila 4 (Banteng): M. Yamin
- Simbol Sila 5 (Padi Kapas): Ki Hajar Dewantara.
Burung garuda akhirnya dipilih karena kebesaran dan kegagahannya yang dianggap mampu menjadi harapan bangsa Indonesia.
Kisah mitologi garuda yang menyelamatkan ibunya dari perbudakan juga turut mengingatkan pada perjuangan para tokoh nasional dalam merebut Indonesia dari penjajahan dan penindasan yang dirasakan oleh seluruh rakyat.
Dilansir dari catatan Museum Nasional Indonesia, lambang burung garuda ini banyak terinspirasi dari arca Garuda Wisnu di Trawas, Jawa Timur. Dalam agama Hindu, burung ini adalah kendaraan Dewa Wisnu yang bertubuh besar dan bentangannya sayapnya mampu menghalangi matahari.
Sejak dipakai sebagai logo Kerajaan Tarumanegara, masyarakat banyak menggunakan lambang ini di arca atau relief candi hindu seperti Prambanan, Sojiwan, Penataran, Mendut, Belahan, Sukuh, dan Cetho. Burung garuda juga ditemukan pada prasasti oleh pemerintahan Airlangga dan Kerajaan Jenggala.
Makna dan Arti Lambang Burung Garuda
Di bawah Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 yang kemudian diperbaharui pada UU RI Nomor 24 Tahun 2009, burung Garuda memiliki 3 komponen utama dan makna lambangnya yaitu.
- Burung Garuda: kekuatan.
- Perisai: pertahanan bangsa Indonesia.
- Pita Putih "Bhinneka Tunggal Ika": berbeda-beda tapi tetap satu.
Burung garuda berwarna emas ini dimaknai sebagai sebuah kemuliaan dengan sayap mengembang yang berarti kesiapan setiap warga negara untuk menjunjung tinggi nama baik bangsa. Pada badan burung garuda terdapat bulu-bulu yang jumlahnya menunjukkan tanggal kemerdekaan Indonesia yaitu 17 Agustus 1945.
- 17 helai bulu sayap kanan dan kiri: tanggal kemerdekaan.
- 45 helai bulu leher: tahun (belakang) kemerdekaan Indonesia.
- 19 helai bulu pangkal ekor: tahun (depan) kemerdekaan Indonesia.
- 8 helai bulu ekor: bulan kemerdekaan.
Selain itu, lambang perisai berbentuk jantung dengan rantai emas adalah bentuk perlindungan bangsa Indonesia. Garis melintang yang ada di dalamnya melambangkan garis khatulistiwa yang membentang di sepanjang kepulauan Indonesia.
Adapun dalam ruang perisai tersebut dibagi lagi untuk tempat beberapa simbol kecil yang melambangkan sila bangsa Indonesia.
- Sila 1 (Bintang): Cahaya yang menyiratkan kerohanian manusia dari Tuhan Yang Maha Esa.
- Sila 2 (Rantai): Persatuan dan sinergitas laki-laki (rantai bulat) dan perempuan (rantai bermata persegi) dalam mewujudkan Indonesia yang maju.
- Sila 3 (Beringin): Tempat berteduh yang menyatukan seluruh keberagaman di Indonesia (akar menjalar).
- Sila 4 (Banteng): Hewan sosial yang senang berkumpul dan bermusyawarah menghasilkan keputusan.
- Sila 5 (Padi dan Kapas): Kemakmuran bersama berupa sandang dan pangan yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Pada akhirnya lambang negara Indonesia adalah kombinasi dari seluruh aspek identitas nasional mulai dari makna simbolis dari burung Garuda, Pancasila, dan asas Bhinneka Tunggal Ika. Diharapkan seluruh masyarakat dapat terus mengamalkan dan mengusahakan yang terbaik untuk cita-cita luhur dan kehormatan bangsa Indonesia.
(row/row)