Gempa bukanlah fenomena alam yang baru. Namun, belum ada alat yang bisa memprediksi kapan datangnya gempa. Dengan perkembangan sains dan teknologi, mungkinkah gempa diprediksi sebelum kejadian?
Gempa adalah bergetarnya lapisan litosfer dan permukaan bumi. Fenomena ini bisa disebabkan dari lempeng bumi yang saling bertumbukan, patahan aktif gunung api, atau reruntuhan bebatuan dalam volume besar.
Hingga saat ini, ada tiga alat yang bisa mengamati gempa. Melansir dari laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), berikut daftarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jenis Alat Pengamatan Gempa Bumi
1. Seismometer
Seismometer adalah sensor yang digunakan dalam pengamatan gempa bumi. Dalam pelaksanaannya terdapat pula istilah seismograf dan seismogram.
Seismograf merupakan alat yang digunakan untuk mencatat gempa, sementara seismometer adalah sensor dari seismograf. Hasil rekaman dari seismograf disebut seismogram yang selanjutnya dianalisis ketika terjadi kejadian gempa bumi.
2. Akselerograf
Akselerograf atau yang dikenal dengan strong motion seismograph merupakan peralatan yang merekam guncangan tanah yang sangat kuat sehingga percepatan permukaan tanah terukur. Peralatan ini diperlukan mengingat seismograf sangat sensitif sehingga suatu kejadian gempa bumi dapat menghasilkan rekaman yang off scale. Pada kondisi tersebutlah diperlukan akselerograf agar kejadian gempa bumi tetap tercatat dengan baik.
3. Intensitymeter
Intensitymeter adalah peralatan yang digunakan untuk mengetahui intesitas kejadian gempa Bumi. BMKG telah mengoperasikan 56 intensitymeter pada jaringan monitoring gempa Bumi kuat di Indonesia.
Meski bisa mengamati gempa bumi, ketiga alat di atas tidak bisa memprediksi kapan terjadinya gempa.
"Kalau seismometer itu kan dia memantaunya, memonitornya pada saat ada gempa. Ya. Kalau tidak ada guncangan, tidak akan aktif itu alatnya," ujar Adrian Tohari selaku Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam Media Lounge Discussion di Komplek BRIN, Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Hal ini ia utarakan saat membahas sesar lembang yang berada di wilayah Jawa Barat. Menurut BMKG, potensi pelepasan energi Sesar Lembang ialah 500 tahun sekali. Kendati demikian, para peneliti berusaha untuk memprediksi kapan pergerakan lempeng itu berpotensi gempa.
"Jadi memantau kapan sebenarnya pergerakan lempeng itu bisa menghasilkan gempa. Kita akan mencoba itu. Jadi memprediksi lebih dini," jelasnya.
Pasang Alat GPS
Untuk mencoba memprediksi gempa, ia mengatakan jika BRIN sedang mencoba menggunakan GPS. Puluhan GPS telah dipasang di sepanjang busur Semata di Pulau Mentawan untuk memantau pergerakan dari zona subduksi.
GPS ini disebut bisa merekam pergerakan sekecil apapun. Apabila pergerakan lempeng tiba-tiba berhenti dan terkunci, berarti ada energi yang sudah tersimpan.
"Karena kalau dia sedang menghimpun energi, jadi adanya pergerakan yang tiba-tiba. Misalnya dia pergerakan kalau namanya kerak lembang bumi, itu kan dia harusnya smooth ya. Tiba-tiba dia terkunci gitu. Nah kalau terkunci berarti ada sesuatu yang sedang tersimpan energinya disitu," jelasnya.
"Sekarang tinggal melihat dari trennya kira-kira kapan, dalam jangka waktu berapa, maka kita bisa memastikan dengan tepat ya. Kita bisa memprediksi," ujarnya.
(nah/nah)