Tradisi buka bersama (bukber) tak pernah lepas dari momen Ramadan di Indonesia. Namun, tidak jarang momen bukber justru menjadi ajang pamer diri di sebuah lingkungan sosial.
Fenomena ini pun turut menarik perhatian banyak kalangan, termasuk Awan Setia Dharmawan selaku dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Menurut Awan, setiap orang memiliki kepentingan bukber yang berbeda-beda. Ada yang murni ingin silaturahmi atau justru pamer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini merupakan salah satu bentuk ekspresi diri selama masih dalam batas yang wajar," ujar Awan dalam laman UMM dikutip Jumat (22/3/2024).
Mengapa Orang Suka Pamer saat Bukber?
Menurutnya, terdapat beberapa alasan mengapa orang suka pamer saat bukber. Salah satunya adalah sebagai upaya balas dendam dari pengalaman masa lalu.
"Mungkin dulu sempat dibully dan sekarang ingin membuktikannya. Tapi, ini secara tidak langsung atau eksplisit," katanya.
Personal Branding
Selain itu, momen bukber seringkali dijadikan platform untuk menegaskan siapa dirinya di hadapan orang lain. Ini sejalan dengan konsep personal branding yang bertujuan untuk mempengaruhi bagaimana citra diri seseorang oleh orang lain.
"Dalam perspektif sosiologis, fenomena pamer dalam bukber dapat dipahami sebagai bagian dari teori hyper consumption, di mana masyarakat cenderung mengonsumsi barang lebih dari kebutuhan untuk mengekspresikan identitas dan status sosialnya," ungkapnya.
Tekanan Untuk Selalu Tampil Menarik
Fenomena ini semakin dipicu dengan kebutuhan untuk berfoto dan mengunggahnya di media sosial. Individu bisa tertekan untuk tampil menarik dalam setiap kesempatan. Bahkan, jika harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli barang-barang baru.
Oleh karena itu, Awan berharap jangan sampai momen yang seharusnya penuh kebersamaan dan keberkahan, berubah menjadi ajang pamer.
"Kurangi perilaku pamer, karena tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama. Show off lah pada circle-mu yang imbang," pungkasnya.
(nir/faz)