Detikers pernah mendengar puisi yang penggunaannya berupa diksi kiasan? Puisi yang menggunakan diksi kiasan serta sukar dipahami dikenal dengan nama puisi prismatik.
Dalam puisi, terdapat beberapa perbedaan jenis, salah satunya berdasarkan makna dalam hubungan dengan diksi dan bahasa kiasan yang digunakan, serta bersifat visual yang dapat dihayati keindahan bentuk dari sudut penglihatan tersebut, puisi dibedakan yaitu puisi diafan, puisi prismatis, dan puisi gelap.
Berikut penjelasan puisi prismatis serta perbedaannya dengan puisi diafan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Puisi Prismatis
Dikutip dari buku Pembelajaran Puisi untuk Mahasiswa, puisi prismatis adalah puisi yang mengandung unsur-unsur pembangun puisi secara apik, baik dari segi ketepatan penggunaan diksi, kata konkret, imaji, maupun penggunaan majas atau gaya bahasa melalui ekspresi yang tidak langsung.
Puisi prismatis adalah puisi yang remang-remang atau tidak terlalu terang dan tidak terlalu gelap, kata-kata dari puisi ini bersifat polyinterpretable atau mempunyai kemungkinan makna lebih dari satu.
Biasanya, orang yang membaca puisi prismatis tidak secara langsung memahami apa yang disampaikan penyair, tetapi pembaca dapat mulai merasakan kira-kira apa yang dimaksudkan melalui pembacaan yang berulang.
Dalam puisi ini, kata-katanya menggunakan simbol lambang, kiasan, dan kata konotatif.
Ciri-ciri Puisi Prismatis
Terdapat ciri-ciri puisi prismatis, yaitu:
1. Banyak menggunakan majas, kiasan atau bahasa figuran
2. Memiliki makna sajak membias kemana-mana seperti prisma atau memiliki makna ganda
3. Membutuhkan imajinasi
4. Sajaknya perlu ditafsirkan
5. Tidak menggunakan kalimat sehari-hari seperti puisi diafan
6. Bersifat polyinterpretable
Perbedaan Puisi Prismatis dengan Puisi Diafan
Dalam puisi prismatis, sangat mengandalkan pemakaian kata-kata yang terbentuk dari perlambangan atau kiasan. Sedangkan, puisi diafan biasanya kurang menggunakan pengimajian.
Kata-kata puisi prismatis biasanya mempunyai kemungkinan makna lebih dari satu sehingga pembaca membutuhkan imajinasi untuk menangkap maksud dari puisi, sedangkan puisi diafan sangat terang benderang dan mudah dipahami.
Contoh Puisi Prismatis
Berikut beberapa contoh puisi prismatik yang bisa detikers pelajari, yaitu:
Tanah Air Mata
(Sutardji Calzoum Bachri)
Tanah airmata tanah tumpah darahku
Mata air airmata kami
Airmata tanah air kamu
Di sinilah kami berdiri
Menyanyikan airmata kami
Dibalik gembur subur tanahmu
Kami simpan perih kami
Di balik etalase megah gedung-gedungmu
Kami coba sembunyikan derita kami
Kami coba simpan nestapa
Kami coba kuburkan duka lara
Tapi perih tak bisa sembunyi
Ia merebak ke mana-mana
Bumi memang tak sebatas pandang
Dan udara luas menunggu
Namun kalian takkan bisa menyingkir
Kalian sudah terkepung
Takkan bisa mengelak
Takkan ke mana pergi
Menyerahlah pada kedalaman air mata kami
Diponegoro
(Chairil Anwar)
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar.
Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguh pun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
LAGU BIASA
(Chairil Anwar)
Di teras rumah makan kami kini berhadapan
Baru berkenalan. Cuma berpandangan
Sungguhpun samudra jiwa sudah selam berselam
Masih saja berpandangan
Dalam lakon pertama
Orkes meningkah dengan "Carmen" pula.
Ia mengerling. Ia ketawa
Dan rumput kering terus menyala
Ia berkata. Suaranya nyaring tinggi
Darahku terhenti berlari
Ketika orkes memulai "Ave Maria"
Kuseret ia ke sana ....
Dengan Puisi, Aku
(Taufiq Ismail)
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengetuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
(pal/pal)