Apakah kamu pernah merasa ada yang mengikuti atau ada sekelebat yang terlihat dari sudut mata? Banyak orang menerjemahkan hal itu sebagai perasaan akan adanya hantu. Seringkali perasaan itu muncul menjadi sebuah ketakutan atau kecemasan.
Psikiater di The D'Or Institute for Research and Education (IDOR) di Rio de Janeiro, Brasil, Ricardo de Oliveira-Souza, mengatakan bahwa ketakutan terhadap hantu ini umum terjadi untuk banyak orang. Ia mengatakan ketakutan ini sama dengan fobia dengan sesuatu.
"Ini mungkin sama umum dengan fobia umum yang kita temui setiap hari, seperti takut ketinggian atau serangga tertentu," ucapnya dalam Live Science, dikutip Kamis (7/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketakutan akan Hantu Dalam Sudut Pandang Psikologi
Ketakutan atau sama halnya dengan fobia, telah menjadi bidang yang dipelajari dalam ilmu psikologi.
Melalui pengalamannya, Oliveira-Souza, menjelaskan bahwa seorang yang ketakutan akan hantu pernah sembuh dengan pengobatan terkait depresi. Pasien tersebut dikatakannya, memiliki ketakutan hantu sampai tak bisa tidur sendirian.
"Gambaran pasien tersebut sesuai dengan kriteria fobia, sebuah istilah dalam psikologi yang digunakan untuk menggambarkan ketakutan luar biasa yang dipicu oleh situasi tertentu," jelasnya.
Hal tersebut juga termasuk saat kondisi sendirian atau memikirkan film horor hingga ketakutan akan hal supernatural lainnya. Selain itu, ia juga menemukan bahwa banyak teman, pasien, dan kerabatnya juga melaporkan takut dengan gagasan hantu.
Namun, ketakutan akan hantu seringkali dianggap bukan alasan medis. Menurut Oliveira-Souza, yang mungkin menghalangi banyak orang untuk mengungkapkan ketakutan mereka kepada profesional medis adalah karena rasa malu.
Hasil Studi terhadap Orang yang Takut Hantu
Dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Frontiers in Psychiatry pada 2018, Oliveira-Souza menyoroti beberapa kasus terkait ketakutan akan hantu.
Kasus pertama, seorang pramugari hotel berusia 46 tahun yang tinggal bersama orangtuanya kehilangan seluruh hidupnya setelah ayahnya meninggal dan ibunya memutuskan untuk pindah. Wanita itu kemudian takut tinggal sendirian di apartemen keluarga.
Ketika ibunya pindah, wanita tersebut memilih pergi ke tempat ramai dan berkeliaran di jalan-jalan di lingkungannya daripada harus tidur sendirian.
Hal itu dikarenakan ia memiliki kenangan yang mengganggu tentang pemakaman ayahnya, sehingga menghantui wanita itu ketika dia mencoba untuk tidur.
Kasus kedua yakni seorang pengacara berusia 54 tahun yang takut hidup sendiri dengan alasan kepercayaan akan hal-hal gaib.
Kasus lainnya, ada seorang wanita berusia 63 tahun yang sangat ketakutan karena ia percaya ada seseorang atau sesuatu di ruang tamunya pada malam hari sehingga dia terkadang mengompol daripada bangun dan berjalan ke kamar mandi.
Seorang gadis berusia 11 tahun juga melaporkan ketakutan bahwa tangan akan menyeretnya ke bawah tempat tidur jika dia menggantungkan kakinya di lantai atau bahwa penampakan mengerikan akan muncul di hadapannya dalam kegelapan.
Oliveira-Souza, mengatakan bahwa kesendirian, terutama di malam hari, memicu ketakutan bagi seluruh pasiennya.
"Beberapa pasien secara bersamaan diobati dengan terapi perilaku kognitif, yaitu metode terapi bicara yang bekerja dengan melepaskan rasa takut tertentu (dalam hal ini, hantu), dari pengalaman kecemasan fisik dan emosional," paparnya.
Menurutnya, ketakutan terhadap hantu bisa terjadi pada suatu kondisi tertentu. Misal, seseorang yang tidak menderita claustrophobia mungkin masih merasa tidak nyaman di lift yang tidak berfungsi setelah lift pernah rusak.
Dengan cara yang sama, seseorang yang tidak sepenuhnya memiliki fobia terhadap hal gaib masih dapat berjuang untuk menghilangkan kenangan akan film horor saat sendirian di malam yang gelap.
(faz/pal)