Perubahan iklim memang ancaman nyata yang menjadi tantangan seluruh masyarakat Bumi. Bahkan Jam Kiamat 2024 menjelaskan Bumi semakin dekat dengan kehancuran dan hanya memiliki waktu 90 detik menuju tengah malam.
Salah satu faktor yang menyebabkan kehancuran itu adalah perubahan iklim karena tidak kuatnya komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Selaras dengan hal tersebut, melalui blog pribadinya pendiri Microsoft Bill Gates menjelaskan Bumi terus menghasilkan gas rumah kaca.
"Setiap tahun aktivitas di Bumi menghasilkan 51 miliar ton gas rumah kaca. Sebanyak 7% berasal dari produksi lemak dan minyak hewan dan tumbuhan," katanya dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (6/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu sebagai upaya memerangi perubahan iklim, Gates menjelaskan manusia harus mengubah angka 7% menjadi 0%. Walaupun, ia sadar bila rencana menghilangkan konsumsi lemak hewan dan minyak tumbuhan sangat tidak realistis. Karena kedua bahan tersebut dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari meskipun produksi lemak hewan dan minyak tumbuhan sangat merusak lingkungan.
Indonesia-Malaysia Disebut Ambil Bagian Sumbang Emisi Global
Proses produksi lemak hewan dinilai salah satu orang terkaya di dunia ini bisa menyiksa hewan dan merusak lingkungan karena menghasilkan zat kimia berbahaya dan emisi. Dampak lebih besar bahkan diciptakan oleh lemak tumbuhan tepatnya minyak sawit.
Gates tidak bisa memungkiri bila minyak sawit adalah lemak nabati yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia berasal dari minyak sawit. Dari makanan hingga biofuel dan mesin diesel.
Bukan pada penggunaan, proses menghasilkan minyak sawit dinilai Gates sangat menyakiti Bumi. Sebagai informasi, tumbuhan sawit hanya tumbuh subur di negara yang dilewati garis khatulistiwa termasuk Indonesia dan Malaysia.
"Hal ini menyebabkan penggundulan hutan di area-area khatulistiwa untuk mengkonversinya menjadi lahan sawit," kata Gates.
Penggundulan hutan tentu saja menjadi dampak langsung perubahan iklim. Tidak hanya ditebang, penggundulan hutan bisa dilakukan dengan cara pembakaran yang bisa menghasilkan emisi karbon di atmosfer.
Terkait proses tersebut, Gates menyoroti kejadian di tahun 2018 tentang 'kehancuran' yang terjadi di Malaysia dan Indonesia. Kehancuran tersebut dinilai menyumbang 1,4% emisi global.
"Angka itu lebih besar dari seluruh negara bagian California dan hampir sama besarnya dengan industri penerbangan di seluruh dunia," Gates menjelaskan.
Tetapi ketika detikEdu menelusuri lebih lanjut, tidak diketahui secara jelas kasus mana yang dirujuk Gates pada tahun 2018. Salah satu kasus kebakaran hutan hebat yang berkaitan dengan perusahaan sawit terjadi pada tahun 2015.
Mengutip detiknews, kasus tersebut dilakukan oleh perusahaan sawit berinisial PT K yang terbukti membakar hutan seluas 129 hektar di Tanjung Jabung, Jambi. Pada 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kemudian menyelidiki kasus tersebut. Hasilnya, perusahaan K dituntut ganti rugi negara sebesar Rp 15,7 miliar dan pemulihan lingkungan sebesar Rp9,7 miliar.
Minyak Sawit Sulit Tergantikan
Meski demikian, Gates menyadari bila peran minyak sawit sulit digantikan karena harganya murah, tidak berbau dan melimpah. Bahan ini juga memiliki kesimbangan lemak jenuh dan tak jenuh yang hampir sama makanya sangat serbaguna.
"Jika lemak hewan adalah bahan utama dalam beberapa makanan, maka minyak sawit adalah pemain tim yang dapat bekerja untuk membuat hampir semua makanan dan barang-barang non-makanan menjadi lebih baik," tambah Gates.
Untuk itu, berbagai inovasi dilakukan agar menciptakan alternatif yang ramah lingkungan. Untuk lemak hewan, Gates memperkenalkan startup bernama Savor.
Savor mampu menciptakan lemak dari karbondioksida di udara dan hidrogen dari air. Kedua senyawa itu dipanaskan dan dioksidasi hingga menciptakan formulasi lemak yang molekulnya serupa dengan susu, keju, sapi dan minyak nabati.
Selain itu, ada C16 Biosciences yang berupaya membuat alternatif untuk minyak sawit. Hadir sejak 2017, C16 mengembangkan produk dari mikroba ragi liar yang difermentasi sehingga tidak menghasilkan emisi.
"Minyak ini sama alaminya dengan minyak sawit, hanya saja tumbuh pada jamur, bukan pada pohon. Sama dengan Savor, proses C16 sepenuhnya bebas dari pertanian. 'Pertanian'-nya adalah sebuah laboratorium di tengah kota Manhattan," pungkas Gates.
(det/nwk)