Danau-danau di Indonesia rupanya dapat berkontribusi signifikan terhadap emisi metana global. Hal ini diungkapkan oleh peneliti Kelompok Riset Dinamika Proses Perairan Darat BRIN, Cynthia Henny.
"Danau-danau di Indonesia dapat memiliki kontribusi signifikan terhadap emisi metana global karena sering mengalami pencampuran (mixing) seperti Danau Maninjau," ungkap Cynthia.
Cynthia menjelaskan ekosistem akuatik dapat menjadi sumber gas rumah kaca dan diperkirakan berkontribusi sebesar 32 sampai 58 persen dari total emisi gas metana alami Bumi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penelitian-penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa danau tropis dengan suhu yang lebih tinggi dapat mengakumulasi hingga 400 persen lebih banyak metana dibandingkan danau di zona subtropis dengan suhu yang lebih rendah," terang Cynthia dalam webinar seri ke-45 BRIN (27/2/2024), dikutip dari rilis resmi BRIN.
Dia menjabarkan, eutrofikasi (perkembangbiakan tumbuhan air dengan cepat karena zat makanan yang berlimpah) dapat meningkatkan produksi dan emisi gas metana dari danau. Mayoritas produksi metana dari danau asalnya dari proses mikroba anaerobik yang dinamai metanogenesis.
Akumulasi metana biogenik di dasar air danau yang anoksi bisa terjadi akibat stratifikasi permanen dan pertukaran air yang lambat antara lapisan air yang oksik dan anoksik. Cynthia telah menelaah konsentrasi metana dan potensi akumulasinya di berbagai jenis danau utama di Indonesia, seperti Danau Toba dan Danau Maninjau.
Danau Toba merupakan danau tektovulkanik di Sumatera Utara yang memiliki kedalaman 508 meter. Sementara, Danau Maninjau adalah danau tektovulkanik yang ada di Sumatera Barat dengan kedalaman 168 meter.
Danau Matano adalah danau tektonik dengan kedalaman 590 meter dan menjadi salah satu danau terdalam dan terbesar di dunia. Sementara, Danau Sentani di Papua memiliki kedalaman 40-50 meter dan Danau Paniai di Papua Tengah mempunyai kedalaman 30-40 meter.
Metode yang dipakai dalam penelitian Cynthia adalah konsentrasi metana dalam air yang dihitung berdasarkan fungsi kelarutan untuk metana.
"Kandungan metana terakumulasi di air dasar anoksik di Danau Matano yang sangat dalam mencapai 7,4 kali 10 pangkat 5 ton jauh lebih tinggi dibandingkan di Danau Maninjau hanya sekitar 158 ton. Padahal, Danau Maninjau mempunyai kandungan akumulasi bahan organik yang tinggi di dasar danau," ulas Cynthia.
"Hal ini mungkin dikarenakan terjadi fermentasi bahan organik di dasar danau yang anoksik secara tidak sempurna, sehingga terjadi akumulasi senyawa asam lemak yang dapat mengganggu proses metanogenesis (pembentukan gas metana)," ujarnya.
"Hal lain tingginya kandungan sulfat dan nitrat dapat menyebabkan bakteri metanogen bersaing untuk sumber karbon dengan bakteri denitrifikasi dan pereduksi sulfat," imbuhnya lagi.
Dia menyimpulkan, konsentrasi metana yang tinggi serta akumulasi metana di Danau Matano yang sangat dalam dan terstratifikasi. Sumber karbon yang tersedia dengan mudah yakni asetat dan karbon dioksida mampu memicu produksi metana biogenik anaerobik yang tinggi. Cynthia menyebut tingginya ketersediaan sumber karbon di Danau Maninjau dan Danau Sentani mungkin tidak membuat reduksi sulfat dapat mengalahkan metanogenesis.
"Budidaya perikanan seperti akuakultur dapat berkontribusi pada produksi metana yang tinggi di danau," kata dia.
Pada kesempatan ini, Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hidayat mengatakan metana dapat terakumulasi di danau melalui proses alami seperti dekomposisi bahan organik di sedimen.
"Peningkatan level metana dapat memiliki implikasi dengan memberikan kontribusi pada emisi gas rumah kaca, yang dapat berdampak pada pemanasan global," kata dia.
Hidayat menerangkan, pada kondisi aerobik, bakteri penghasil metana bisa berkembang dengan baik jika tersedia sumber karbon dari penguraian bahan organik. Maka dari itu, penting untuk memantau dan memahami dinamika metana dalam air, untuk manajemen ekologi mengatasi keresahan iklim.
(nah/nwk)