Baru-baru ini Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE) Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) beserta tim dari Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi menemukan tiga ngengat dengan varian jenis baru.
Ketiga ngengat tersebut adalah Cryptophasa warouwi, Glyphodes nurfitriae, dan Glyphodes ahsanae. Penemuan ini menjadi pengetahuan baru bagi masyarakat soal keanekaragaman ngengat di wilayah Wallacea.
Namun, di sisi lain penemuan ngengat ini menjadi ancaman pula. Menurut salah satu peneliti dari BRIN, Hari Sutrisno, Cryptophasa warouwi adalah jenis yang perlu diwaspadai para petani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ngengat tersebut termasuk hama endemik di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Sementara itu, dua jenis lainnya berasal dari Papua.
"Pada tahun 2023 aktivitas serangan (hewan) tersebut pernah menyebabkan kerusakan yang bervariasi pada tanaman cengkeh di lima kecamatan Pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Infestasinya mengakibatkan kerusakan cabang dan ranting yang menyebabkan penurunan densitas daun pada tanaman cengkeh," ujar Hari dalam laman BRIN, dilansir pada Sabtu (17/2/2024).
Menyerang Tanaman Cengkeh-Jambu
Lebih jelasnya, peneliti BRIN lain, Pramesa Narakusumo menuturkan, larva Cryptophasa warouwi sudah mengganggu tanaman cengkeh di Pulau Sangihe sejak tahun 2016. Hingga per 2023 kemarin, hama ini semakin menyebar.
Pramesa menjelaskan, struktur dari ngengat berwarna coklat tua ini sangat tegas pada alat kelaminnya. Ngengat ini juga mempunyai kode batang DNA yang menunjukkan kekerabatannya dengan spesies Cryptophasa lain.
Tak hanya tanaman cengkeh, peneliti lainnya yakni Jackson F. Watung dari Universitas Sam Ratulangi menemukan fakta soal penyerangan Cryptophasa warouwi terhadap tanaman jambu air dan jambu biji.
"Ancaman ini dapat dikategorikan sebagai serangan serangga hama oligofag, sehingga sangat penting untuk segera mengembangkan rencana strategi pengendalian hama, analisis risiko hama, menyusun daftar hama karantina, dan manajemen pengelolaan hama lainnya," ujarnya.
Penemuan Jadi Referensi Pengendalian Hama
Pramesa berharap, penemuan tiga jenis ngengat baru ini dapat memperkuat pengetahuan sistematika, identifikasi biodiversitas di Indonesia sekaligus menjadi bahan kajian dalam upaya pengendalian hama.
Adapun ngengat Glyphodes nurfitriae dan Glyphodes ahsanae dinyatakan sebagai taksa baru dan telah dianalisis morfologinya oleh BRIN dan Universitas Sam Ratulangi. Dengan demikian, total jenis Glyphodes kini berjumlah 48 buah.
"Total Glyphodes yang tercatat di Indonesia saat ini berjumlah 48 buah. Publikasi terakhir tentang spesies Glyphodes dari Papua dan Sulawesi dipublikasikan Munroe pada tahun 1960. Sejak saat itu tidak ada lagi spesies yang dideskripsikan dari wilayah ini," kata Pramesa.
"Jika karakter hewan nokturnal ini diketahui dapat mengancam, seperti menjadi hama tanaman, tentunya temuan ini menjadi referensi penting bagi pemerintah untuk menentukan status hama, kebijakan pengendalian, menghitung tingkat serangan dan menelusuri daerah sebaran hama di sebuah wilayah, sehingga petani dapat terhindar dari kerugian ekonomi," tuturnya.
(cyu/nwy)