Perubahan iklim semakin berdampak nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pada 2023, perubahan iklim telah membuat suhu global mencatatkan rekor dengan kenaikan 2 derajat celsius.
Kondisi ini semakin mengkhawatirkan dan bisa mengganggu ketahanan pangan dunia. Perubahan iklim disebut dapat mengganggu ketersediaan pangan, mengurangi akses terhadap pangan dan memengaruhi kualitas pangan.
Misalnya, perkiraan kenaikan suhu, perubahan pola curah hujan, perubahan cuaca ekstrem, dan berkurangnya ketersediaan air, yang dapat mengakibatkan berkurangnya produktivitas pertanian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, meningkatnya frekuensi dan tingkat keparahan peristiwa cuaca ekstrem juga dapat mengganggu pengiriman makanan dan mengakibatkan lonjakan harga pangan.
Bukti Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pangan di AS
Di negara-negara berkembang, pilihan adaptasi seperti perubahan dalam pengelolaan tanaman atau praktik peternakan, atau perbaikan irigasi lebih terbatas dibandingkan di Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya.
Gangguan apa pun yang terkait dengan iklim terhadap distribusi dan transportasi pangan, baik secara internasional maupun domestik, dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap dunia pangan.
Misalnya, sistem transportasi makanan di Amerika Serikat sering kali memindahkan biji-bijian dalam jumlah besar melalui air. Jika terjadi cuaca ekstrem yang memengaruhi jalur air, hanya ada sedikit jalur transportasi alternatif.
Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) mencatat, kondisi ini pernah terjadi pada 2012 ketika temperatur tinggi dan kurangnya curah hujan pada musim panas.
Kemudian menyebabkan salah satu kekeringan musim panas terparah yang pernah dialami AS dan menimbulkan dampak serius terhadap daerah aliran Sungai Mississippi, yang merupakan jalur pelayaran lintas benua utama untuk pertanian di wilayah Midwestern.
Kekeringan ini mengakibatkan kerugian pangan dan ekonomi yang signifikan karena berkurangnya lalu lintas tongkang, volume barang yang diangkut, dan jumlah orang Amerika yang dipekerjakan di industri kapal tunda.
Perubahan transportasi seperti ini akhirnya mengurangi kemampuan petani untuk mengekspor biji-bijian mereka ke pasar internasional dan dapat memengaruhi harga pangan global.
Kondisi semacam ini menjadi kekhawatiran bagi Amerika Serikat karena dapat menyebabkan krisis kemanusiaan dan masalah keamanan nasional.
Potensi Kelaparan pada 2050
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa perubahan iklim memang dapat menimbulkan risiko terhadap ketahanan pangan.
Bahkan organisasi pangan dunia memprediksi adanya kelaparan global akibat panen karena perubahan iklim.
"Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) memperkirakan dunia berpotensi menghadapi kelaparan pada tahun 2050, akibat gagal panen akibat perubahan iklim," ujarnya, dikutip dari Antara.
Menurut Dwikorita, upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim perlu dilakukan dengan fokus pada tiga aspek yakni masyarakat, ekonomi, dan ekosistem.
Ia mengatakan bahwa upaya strategis perlu dilakukan untuk mencegah risiko yang lebih fatal.
"Semua negara di dunia mengalami perubahan iklim pada tingkat yang berbeda-beda, seperti cuaca ekstrem, bencana alam, krisis air, dan hilangnya keanekaragaman hayati," tutur Dwikorita.
Dwikorita menekankan perlunya semua negara untuk meningkatkan tindakan mitigasi terhadap perubahan iklim.
"BMKG terus melakukan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Di sektor pertanian, BMKG rutin menyelenggarakan sekolah lapangan iklim dengan sasaran penyuluh dan petani. Langkah ini untuk memperkuat literasi cuaca dan iklim mereka," paparnya.
(faz/nwy)