Pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia baik pemilihan presiden maupun pemilu legislatif berlangsung pada 14 Februari 2024. Selain munculnya kelompok pendukung para kandidat, sisi lain terdapat pula masyarakat yang memilih tidak menggunakan hak pilih.
Fenomena ini bukanlah "barang" baru di Indonesia. Kelompok yang sering disebut "golongan putih" atau golput ini mulai muncul pada era 1970-an. Tentu saja ada golput karena alasan politis dan terdapat pula diakibatkan kendala teknis.
Namun perlu dicermati angka golput di Indonesia dari pemilu ke pemilu semakin berkurang. Dikutip dari data Statistik Politik 2022 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019, partisipasi pemilih atau voter turnout pilpres sebesar 81,97 %.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angka tersebut meningkat 3 periode sebelumnya, yaitu 2004, 2009, dan 2014 yang masing-masing sebesar 79,76 %; 74,81 %; dan 69,78 %. Adapun golput pileg juga cenderung menurun dari pemilu 2009 ke 2019. Voter turnout pada pileg 2019 sebesar 81,69 % dibandingkan 75,11 % pada pileg sebelumnya.
Apakah ada sanksi hukuman jika tidak menggunakan hak pilih? Istilah golput tidak dikenal dalam regulasi yang berkaitan dengan pemilu.
Hanya saja, menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur bahwa seseorang yang mengajak orang lain agar tidak menggunakan hak suaranya dengan mengiming-imingi uang atau materi bisa dihukum penjara selama tiga tahun dan denda Rp 36 juta.
Golput di Australia Kena Denda
Kondisi berbeda soal golput pada pemilu bisa ditemukan di negara Australia. Dikutip dari laman komisi pemilihan negara bagian Western Australia (WA) disebutkan seluruh warga negara yang berusia di atas 18 tahun wajib memberikan suara dalam pemilihan umum pemerintah federal atau negara bagian.
Warga negara yang tidak memberikan suara akan mendapatkan email, pesan teks, atau pemberitahuan melalui pos. Pesan tersebut akan meminta penjelasan pada pemilih mengapa hak pilih tidak digunakan.
"Para pemilih yang tidak memberikan suara dan tidak memberikan alasan yang sah dan cukup akan didenda," tulis komisi pemilihan dalam laman tersebut.
Bagi yang pertama kali tidak menggunakan hak pilih akan didenda sebesar AUD 20 ( Rp 200 ribu). Namun, sudah pernah didenda untuk pelanggaran yang sama denda akan menjadi AUD 50 (Rp 500 ribu).
"Jika tidak mempunyai alasan yang sah dan cukup untuk tidak memilih, maka dapat membayar denda dan masalah akan berakhir." Hanya saja, jika tidak membayar denda sanksi lain menanti yakni penangguhan surat izin mengemudi.
Kewajiban untuk mengikuti pemilu di Australia awalnya diterapkan oleh negara bagian Queensland pada 1915. Kemudian dijadikan kebijakan negara Australia pada 1924.
Selain Australia, sejumlah negara juga memberlakukan kebijakan mewajibkan warga negaranya untuk mengikuti pemilu seperti Argentina, Bolivia, Belgia, Brasil, dan sejumlah negara lainnya.
(pal/nwk)