Jatuh Bangun Narges Mohammadi, Peraih Penghargaan Nobel Perdamaian 2023

ADVERTISEMENT

Jatuh Bangun Narges Mohammadi, Peraih Penghargaan Nobel Perdamaian 2023

Baladan Hadza - detikEdu
Rabu, 03 Jan 2024 13:30 WIB
Iranian human rights activist and the vice president of the Defenders of Human Rights Center (DHRC) Narges Mohammadi poses in this undated handout picture. Mohammadi family archive photos/Handout via REUTERS    NO RESALES. NO ARCHIVES. MANDATORY CREDIT. THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY.
Foto: via REUTERS/MOHAMMADI FAMILY ARCHIVE PHOTOS/Narges Mohammadi
Jakarta -

Narges Mohammadi menjadi perhatian dunia setelah menerima Hadiah Nobel Perdamaian 2023 atas perjuangannya yang luar biasa. Perempuan berusia 51 tahun ini telah berjuang melawan penindasan terhadap perempuan serta advokasi hak asasi manusia di Iran.

Melansir laman Nobel Prize, ketua komite Nobel menyebut Narges Mohammadi sebagai "pejuang kemerdekaan" karena upayanya yang tanpa henti, termasuk kampanye untuk menghapus hukuman mati di Iran. Hal ini berkaitan juga dengan Iran yang merupakan negara dengan tingkat eksekusi tertinggi di dunia.

Saat penghargaan diserahkan pada 10 November 2023 lalu, Mohammadi tak bisa hadir karena ditahan akibat pekerjaannya yang lama dalam advokasi hak perempuan dan demokrasi di Iran.

Anak kembarnya yang berusia 17 tahun, Ali dan Kiana Rahmani, mewakili dan menyampaikan pidato atas nama ibu mereka.

"Saya menulis pesan ini dari balik tembok penjara yang tinggi dan dingin. Saya seorang wanita Iran, seorang penyumbang peradaban yang bangga dan terhormat, yang saat ini berada di bawah penindasan pemerintahan agama yang lalim," ujar anak Mohammadi yang membacakan suratnya yang ditulis dari penjara.

Penghargaan ini diberikan ketika para perempuan di penjuru Iran dan di dunia terus memprotes intimidasi yang terjadi setelah kematian Mahsa Amini di tangan polisi moral Iran yang diduga karena melanggar aturan berpakaian perempuan di Republik Islam.

Komite mengatakan: "Moto yang diadopsi oleh para demonstran, Kebebasan Hidup Perempuan", dengan tepat mengekspresikan dedikasi dan karya Narges Mohammadi.

Protes yang dinamai Women-Life-Freedom adalakah sebagai penentangan terhadap penindasan yang berlangsung lama sangat luar biasa.

Gelombang protes selama setahun ini menandai pergeseran baru dalam perlawanan perempuan melawan otoritarianisme agama di Iran, mungkin menjadi tonggak bersejarah dalam melawan salah satu rezim paling represif dalam sejarah modern.

Pernah Ditangkap Sebanyak 13 Kali

Mohammadi menghadapi tindakan penangkapan pertama kalinya pada tahun 1998 karena mengungkapkan kritik terhadap pemerintah Iran, sebagaimana yang dikutip dari The Conversations.

Pada tahun 2003, Mohammadi bergabung dengan Pusat Pembela HAM di Teheran yang didirikan oleh Shirin Ebadi dan menjadi perempuan pertama dari dunia Islam yang meraih Hadiah Nobel Perdamaian di tahun tersebut.

Lebih lanjut, Mohammadi terhitung pernah mengalami sejumlah penangkapan dan hukuman sebelum akhirnya dijatuhi hukuman penjara yang totalnya 31 tahun dan 154 kali cambukan.

Selain itu, Mohammadi juga pernah dipenjara di Teheran pada tahun 2022, bersamaan dengan momentum meningkatnya protes Woman-Life-Freedom yang mendapat perhatian Internasional.

Di dalam penjara, Mohammadi terus berupaya mengorganisir aksi solidaritas dengan narapidana lainnya, tetapi tindakannya tersebut membuatnya mendapat hukuman dari pihak berwenang penjara, seperti larangan menerima kunjungan dan panggilan telepon.

Meskipun demikian, Mohammadi berhasil menyelundupkan sebuah artikel yang ditulisnya untuk New York Times, yang diterbitkan pada September 2023 dengan judul: "Semakin mereka mengurung kita, semakin kita kuat."

Perjuangan Narges Mohammadi Dalam Penjara

Melansir laman BBC News, meski berada dalam penjara, Narges Mohammadi tetap aktif dalam menyuarakan isu-isu yang penting terkait dengan perlindungan perempuan.

Melalui surat-suratnya dari Penjara Evin di Teheran, Mohammadi mengungkapkan kasus pelecehan seksual dan fisik yang dialami oleh perempuan yang ditahan dalam protes anti-pemerintah di Iran.

Protes ini dipicu oleh kematian Mahsa Amini, seorang perempuan yang ditahan dan diduga melanggar aturan berpakaian. Mohammadi juga menulis buku yang menggambarkan pengalaman 12 narapidana perempuan, termasuk dirinya sendiri yang mengalami penyiksaan dan pengurangan secara tidak manusiawi.

Dalam perjuangannya, Mohammadi menyuarakan penolakan atas perlakuan yang kejam terhadap perempuan di penjara.

Meskipun telah menerima penghargaan hak asasi manusia sebelumnya, penerimaan Penghargaan Nobel Perdamaian memberinya pengakuan internasional yang luar biasa, namun hal ini tidak diakui atau diterima oleh pemerintah Iran.

Seruan Woman-Life-Freedom Hingga Kini

Sampai saat ini, para perempuan Iran masih terus bergerak untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Meski setahun telah berlalu sejak gerakan Woman-Life-Freedom muncul, belum bisa diprediksi apakah mereka akan berhasil menghadapi penindasan yang kejam dari kelompok ulama dan pendukung konservatifnya.

Rezim yang berkuasa dan marginalisasi perempuan dari politik kini mulai terguncang, meskipun upaya keras keamanan dalam menindak para pengunjuk rasa sekali pun.

Walaupun protes mungkin tidak mengakibatkan runtuhnya rezim, suara-suara perempuan yang menuntut kebebasan berbicara, otonomi tubuh, dan keterlibatan politik dapat mengubah lanskap sosial dan politik di Iran.

Dengan diberikannya penghargaan Nobel kepada Narges Mohammadi, hal ini diakui sebagai bentuk penghargaan tidak hanya untuk perjuangannya, tetapi juga untuk ratusan ribu orang yang berdemonstrasi menentang kebijakan diskriminatif rezim teokratis terhadap perempuan.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads