Kesultanan Banten menyimpan sejarah yang kaya akan budaya serta peradaban Nusantara pada abad ke-16 hingga ke-18. Terletak di ujung barat Pulau Jawa, Kesultanan Banten memainkan peran penting dalam aspek maritim, perdagangan, dan kebudayaan Indonesia.
Sebagai pusat perdagangan, Banten menjadi kota yang makmur dan padat penduduk Pelabuhan Banten yang menjadi pertemuan pedagang Arab, India, Cina, dan Eropa.
Pemerintahan Kesultanan Banten yang didasarkan pada sistem monarki absolut ini juga mencerminkan nilai-nilai Islam, serta dikenal dengan kebijakan toleransi agama yang tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengenal lebih dalam tentang Kesultanan Banten, yuk simak penjelasan berikut ini.
Asal Usul Kesultanan Banten
Berdirinya Kesultanan Banten diawali dengan kekuasaan Kesultanan Demak yang melakukan perluasan hingga wilayah barat.
Pada tahun 1524 hingga 1525, Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) bersama pasukan Demak merebut pelabuhan banten dari Kerajaan Sunda sehingga berhasil membuat wilayah tersebut berafiliasi dengan Demak.
Dikutip dari buku Kerajaan-Kerajaan Nusantara oleh Woro Miswati, pada tahun 1552 Kesultanan Banten akhirnya resmi dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanuddin yaitu putra dari Sunan Gunung Jati.
Kehidupan politik kesultanan tersebut juga berkaitan erat dengan pernikahan Hassanuddin dengan putri Sultan Trenggono.
Dari pernikahan tersebut, menghasilkan dua putra yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara. Adapun Maulana Yusuf sebagai anak pertama menggantikan ayahnya menjadi Sultan Banten pada 1570.
Setelah meninggalnya Maulana Yusuf, pada tahun 1580 terjadi perebutan kekuasaan antara anak Maulana Yusuf yang masih muda bernama Maulana Muhammad dengan Pangeran Jepara, pamannya.
Dengan bantuan dari golongan ulama, akhirnya Maulana Muhammad berhasil menyingsingkan serangan dari Pangeran Jepara.
Setelah melalui masa-masa konsolidasi internal pemerintahan, selanjutnya Kesultanan Banten memfokuskan diri pada perluasan wilayah dan perebutan hegemoni di Selat Sunda dan Laut Jawa dengan Mataram, Portugal, dan Belanda (VOC).
Puncak Kejayaan Kesultanan Banten
Dikutip dari buku Sejarah Kelas XI SMA Program Bahasa karya Nana Supriatna, Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (Abu Fatah Abdulfatah).
Pada saat itu, pelabuhan Banten menjadi pelabuhan internasional sehingga perdagangan mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Hal ini karena secara geografis, posisi pelabuhan Banten strategis karena menghadap langsung ke jalur perdagangan yaitu Selat Sunda dan Laut Jawa.
Sementara kondisi politik pada tahun 1511 membuat pelabuhan Malaka jatuh ke tangan Portugal, sehingga para pedagang Melayu lebih memilih Banten sebagaii tempat transit.
Sebagai pelabuhan penting, Banten menjadi pusat perdagangan yang vital bangsa Eropa. Mengingat, tanah pedalamannya yang subur mendukung Banten untuk menjadi penghasil komoditas lada, beras, dan hasil tani lainnya.
Untuk meningkatkan kekuatan dalam negeri, Sultan Ageng Tirtayasa juga melakukan usaha konsolidasi dengan Lampung, Selebar, Bengkulu, dan Cirebon.
Dikutip dari buku Perdagangan Internasional Kesultanan Banten oleh Ikot Sholehat, usaha di bidang politik diplomatik Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengirimkan utusan mereka ke Inggris pada tahun 1681.
Hubungan dagang dengan Dinasti Ming di China juga telah memungkinkan Kesultanan Banten membentuk jaringan pertukaran tenaga kerja, modal, dan barang dagang seperti sutera, beludru, satin, benang, piring, dan porselen.
Raja-Raja Kesultanan Banten
Pemerintahan Kesultanan Banten didasarkan pada sistem monarki absolut, di mana sultan memegang kekuasaan tertinggi. Dikutip dari laman BPCB Banten, berikut daftar pemimpin Kesultanan Banten:
- Syarif Hidayahtullah (Sunan Gunung Jati) tidak mentasbihkan diri sebagai Sultan.
- Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan (1552-1570)
- Maulana Yusuf Panembahan Pakalangan Gede (1570-1580)
- Maulana Muhammad Pangeran Ratu Ing Banten (1525-1552)
- Sultan Abul Mafachir Mahmud Abdul Kadir Kenari (1580-1596)
- Sultan Abul Ma'ali Ahmad (1596-1651)
- Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672)
- Sultan Abun Nasr Abdul Kahhar-Sultan Haji (1672-1687)
- Sultan Abdulfadhl (1687-1690)
- Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
- Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin (1733-1750)
- Sultan Syarifuddin Ratu Wakil (1750-1752)
- Sultan Muhammad Wasi Zainul Alimin (1752-1753)
- Sultan Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
- Sultan Abul Mafakih Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
- Sultan Muhyiddin Zainussholihin (1799-1801)
- Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqi (1801-1802)
- Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
- Sultan Agilludin (1803-1808)
- Sultan Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
- Sultan Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
- Sultan Muhammad Rafi'uddin (1813- 1820)
Nah, itulah penjelasan mengenai Kesultanan Banten. Selamat belajar!
(pal/pal)