AI Bisa Prediksi Kapan Orang Meninggal dari Data Penduduk, Tapi...

ADVERTISEMENT

AI Bisa Prediksi Kapan Orang Meninggal dari Data Penduduk, Tapi...

Trisna Wulandari - detikEdu
Rabu, 27 Des 2023 10:00 WIB
Ilustrasi kematian
AI tool baru bisa prediksi kapan orang meninggal dari data penduduk. Begini cara dan etikanya. Foto: Getty Images/iStockphoto/Artem_Furman
Jakarta -

Alat kecerdasan buatan (AI) baru bisa prediksi kapan seseorang meninggal. Model AI bernama live2vec ini disebut lebih akurat dari model-model pendahulunya.

Perkiraan kematian tersebut dapat dibuat live2vec berdasarkan rangkaian data kehidupan seseorang, mulai dari riwayat kesehatan, pendidikan, hingga pendapatan. Dalam proses penciptaannya, peneliti asal Northeastern University melatih AI tool ini dengan data set dari keseluruhan populasi Denmark, yang berjumlah 6 juta jiwa.

Live2vec menggunakan data dari Statistics Denmark, otoritas pusat statistik Denmark. Pemerintah Denmark memberi akses data penduduknya pada peneliti yang terlibat, dilansir laman Northeastern University.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Etika Pakai Data di Model AI

Data Statistics Denmark diatur ketat karena juga berisi catatan rinci tiap penduduk negara tersebut. Namun, sejumlah penduduk dapat mengaksesnya, termasuk peneliti.

Ahli etika AI dari Northeastern University, Tina Eliassi-Rad, menuturkan AI tool tersebut tidak boleh digunakan untuk memprediksi orang langsung, tetapi pada populasi spesifik.

ADVERTISEMENT

Fungsinya untuk melihat suatu masyarakat berdasarkan aturan, regulasi, atau kebijakan yang diterapkan pada mereka.

Lebih lanjut, tim riset live2vec menilai model ini paling baik untuk digunakan sebagai dasar model selanjutnya, bukan sebagai bentuk akhir.

"Meskipun kami menggunakan prediksi untuk mengevaluasi seberapa bagus model-model AI ini, tetapi alat AI ini tidak boleh digunakan untuk memprediksi orang langsung," kata Eliassi-Rad. "AI tool ini model prediksi yang berbasis data set spesifik pada populasi spesifik."

"Alat ini memungkinkan kita melihat masyarakat dari kacamata berbeda: kebijakan yang kita punya, aturan dan regulasi yang kita punya. Kita bisa melihatnya sebagai hasil pindai apa yang terjadi di lapangan," sambung dosen Ilmu Komputer tersebut.

Sune Lehmann, penulis studi yang dipublikasi di Nature Computational Science tersebut, menyebut kemungkinan algoritma prediktif semacam ini diam-diam juga sedang dibuat beberapa tahun belakangan oleh perusahaan teknologi besar.

Ia berharap, penelitian ini bisa memulai pemahaman publik yang lebih terbuka tentang bagaimana AI tools ini bekerja, apa saja kemampuannya, dan cara penggunaannya yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Lehmann menuturkan, jika digunakan dengan baik, AI tool ini berpotensi positif di bidang layanan kesehatan.

"Bukan untuk bilang 'nanti kamu kena kanker kalau nggak melakukan perubahan tertentu,' tetapi tenaga medis profesional dilengkapi informasi dari AI untuk bantu bimbing pasiennya," katanya.

Eliassi-Rad menambahkan, penerapan AI tools ini bidang kesehatan juga bisa berpotensi menangkis kekhawatiran masalah etika penggunaannya. Sebab, ada pihak-pihak yang bisa dimintai pertanggungjawabannya saat mereka memakainya pada ranah layanan kesehatan.

Ia menambahkan, kendati ditarik dari data, ada manusia sungguhan di balik data tersebut yang punya hati dan pikiran.

Prediksi Kematian dengan AI

Data penduduk Denmark disusun peneliti menjadi pola panjang peristiwa hidup berulang. Pola tersebut dimasukkan ke model AI dengan pendekatan model transformator.

Pendekatan ini digunakan untuk melatih model bahasa besar (LLM) seperti Chat GPT. Bedanya, data panjang seseorang di live2vec diterjemahkan sebagai kalimat super panjang tentang seseorang.

"Seluruh cerita tentang kehidupan seseorang, di satu sisi, bisa dianggap sebagai satu kalimat panjang berisi banyak hal yang dapat terjadi pada seseorang," kata Lehmann.

Model live2vec menggunakan jutaan rangkaian hidup tersebut untuk membuat representasi vektor di atas bidang kosong. Jika diibaratkan sebagai titik, maka titik-titik tersebut kemudian mengelompok ke dalam kategori-kategori, lalu membuat hubungan antara faktor peristiwa terkait pendapatan, pendidikan, atau kesehatan.

Bidang-bidang yang sudah terisi data tersebut kemudian menjadi basis prediksi dalam model AI live2vec, termasuk memprediksi kematian.

"Ketika kami memvisualisasikan bidang yang model gunakan untuk membuat prediksi, itu tampak seperti silinder panjang dari kemungkinan meninggal terendah hingga tertinggi," kata dosen ilmu jaringan dan kompleksitas di DTU Compute, Technical University of Denmark ini.

"Dari situ, kita bisa menunjukkan di sisi ujung probabilitas kematian tinggi rupanya banyak penduduk yang benar-benar sudah meninggal. Sedangkan di sisi ujung probabilitas kematian rendah, penyebab kematiannya tidak dapat diprediksi, seperti kecelakaan mobil, sambung eks postdoctoral fellow di Northeastern University ini.

Eliassi-Rad dan Lehmann menggarisbawahi model AI ini bekerja berdasarkan korelasi, konteks budaya dan masyarakat yang sangat spesifik, dan bias-bias yang ada di setiap data set.

"Studi ini dilakukan di Denmark, dan Denmark punya budayanya sendiri, hukumnya sendiri, aturan masyarakatnya sendiri. Jadi mungkin studi ini belum tentu bisa digunakan di Amerika," kata Eliassi-Rad.




(twu/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads