Emisi karbon menjadi isu global karena dianggap menjadi penyebab percepatan pemanasan global. Terlebih, pada 2023, emisi karbon dari bahan bakar fosil telah meningkat ke rekor tertinggi.
Menurut Laporan Iklim Internasional, diketahui umat manusia melepaskan setidaknya 40,6 miliar ton karbon dioksida ke atmosfer pada 2023. Jumlah tersebut meningkat 1,1 persen dari tahun 2022.
Jika ditambah dengan emisi yang dihasilkan oleh perubahan penggunaan lahan, termasuk penggundulan hutan, maka total karbon dioksida yang dilepaskan mencapai 45,1 miliar ton pada 2023.
Pemanasan Global Akan Melebihi 1,5 Derajat Celsius
Pada tingkat emisi saat ini, para peneliti memperkirakan 50 persen kemungkinan perubahan tata guna lahan global akan terjadi.
Hal ini dikarenakan pemanasan global akan melebihi 1,5 derajat Celsius secara konsisten dalam waktu sekitar tujuh tahun.
Padahal, dalam Perjanjian Paris 2015, para ilmuwan dan ekonom mengupayakan pencegahan pemanasan global dengan membuat ambang batas kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius per tahunnya.
Pentingnya Kolaborasi Global untuk Dekarbonisasi Masif
Berdasarkan Laporan Anggaran karbon Global, yang dirilis pada hari kelima Konferensi Para Pihak Perubahan Iklim PBB (COP28) di Dubai, para ahli menyoroti kebutuhan mendesak untuk dekarbonisasi cepat tahun ini.
Sebab, pada tahun ini Bumi memecahkan rekor kenaikan suhu tertinggi. Hal itu menyebabkan peristiwa pencairan es yang ekstrem dan arus laut vital diprediksi akan runtuh hanya karena pemanasan sebesar 1,2 derajat Celcius, sebagaimana dikutip dari Live Science.
Penelitian di jurnal Earth System Science Data, telah menyoroti kesenjangan antara janji yang dibuat pemerintah, investor, dan perusahaan dengan tindakan besar mereka yang menyebabkan emisi karbon.
Berdasarkan laporan yang terbit pada pada 5 Desember 2023 lalu, para ahli melihat perbedaan antara perkiraan total emisi dengan perkiraan perubahan di atmosfer, lautan, dan biosfer terestrial.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa emisi dari minyak dan gas meningkat masing-masing sebesar 1,5 persen dan 0,5 persen pada tahun ini.
Sementara emisi dari batu bara, yang diperkirakan mencapai puncaknya pada tahun 2014, meningkat sebesar 1,1 persen tahun ini.
Emisi diperkirakan meningkat di India sebesar 8,2 persen dan di Tiongkok sebesar 4 persen. Sedangkan Uni Eropa dan Amerika Serikat menurun sebesar 7,4 persen dan 3 persen.
"Dampak perubahan iklim terlihat jelas di sekitar kita, namun tindakan untuk mengurangi emisi karbon dari bahan bakar fosil masih sangat lambat," kata Pierre Friedlingstein, profesor ilmu iklim di Universitas Exeter.
Friedlingstein juga menambahkan bahwa sekarang tampaknya kita akan melampaui batas 1,5 derajat Celcius dalam Perjanjian Paris.
Oleh karena itu, para pemimpin negara dalam konferensi COP28 harus menyetujui pengurangan emisi bahan bakar fosil secara cepat untuk menjaga target peningkatan suhu di angkat 2 derajat Celcius.
Untuk mencapai target Perjanjian Paris, emisi gas rumah kaca global harus turun sebesar 45 persen pada tahun 2030.
Upaya Penangkapan Karbon Secara Luas
Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), solusi jangka panjang dari permasalahan berikut adalah dengan penangkapan karbon secara luas.
Namun, teknologi terkini menghadapi hambatan lingkungan dan ekonomi yang signifikan yang membatasi kelangsungan penggunaan teknologi tersebut.
Tanpa memperhitungkan metode berbasis lingkungan, teknologi penangkap karbon saat ini mampu menghilangkan sekitar 0,011 juta ton karbon dioksida.
Sejauh ini, satu-satunya metode penangkapan karbon yang ditingkatkan adalah melalui reboisasi, perbaikan pengelolaan hutan, serta penyerapan karbon dalam tanah.
IPCC mencatat, karbon yang disimpan oleh mekanisme ini rentan lepas secara tiba-tiba karena adanya kebakaran hutan atau kebutuhan sumber daya yang diperburuk oleh kerusakan iklim.
Sementara itu, profesor ilmu iklim di Universitas East Anglia, Corinne Le Quere, menyebutkan, data CO2 terbaru menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan saat ini belum cukup mendalam atau meluas untuk menurunkan emisi global menuju Net Zero.
Menurutnya, beberapa tren emisi saat ini berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iklim bisa efektif diaplikasikan.
"Semua negara perlu melakukan dekarbonisasi perekonomian yang lebih cepat dibandingkan saat ini, untuk menghindari dampak terburuk perubahan iklim," tutur Le Quere.
Simak Video "Video: Kenapa Musim Kemarau dan Hujan Makin Sulit Dibedakan?"
(faz/faz)