Target nol emisi atau Net Zero ternyata tidak hanya berfokus pada pengurangan karbon CO2, tetapi juga emisi metana yang berperan penting atas proses kenaikan suhu.
Metana ternyata 80 kali lebih efektif menangkap panas dibandingkan CO2. Oleh karenanya, mengurangi emisi metana dari sumber antropogenik akan berdampak pada perlambatan proses pemanasan global.
Diperkirakan, pengurangan emisi metana yang dapat dicapai mampu mencegah pemanasan global hampir 0,3 derajat celcius dalam dua dekade mendatang. Namun, hingga kini hanya sedikit metode yang dapat digunakan untuk memetakan jumlah metana dalam citra udara karena unsur tersebut merupakan gas transparan yang hanya bisa ditangkap dalam rentang spektral sensor satelit besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itulah sebabnya, peneliti Oxford berusaha mendeteksi gumpalan metana dengan mempersempit pita multispektral yang kemudian memanfaatkan AI untuk membaca jumlah data yang lebih besar.
"Apa yang membuat penelitian ini menarik adalah kenyataan bahwa akan lebih banyak satelit hiperspektral yang dikerahkan di tahun-tahun mendatang, termasuk dari ESA, NASA, dan sektor swasta," Vit Ruzicka, mahasiswa ilmu komputer Universitas Oxford.
Jika sensor-sensor tersebut digabungkan, maka akan memberikan cakupan hiperspektral global sehingga memungkinkan deteksi metana secara otomatis.
Alat Deteksi Metana yang Lebih Akurat
Dilansir dari laman University of Oxford, para peneliti melatih model kecerdasan buatan tersebut dengan menggunakan 167.825 ubin hiperspektral, yang masing-masing mewakili area seluas 1,64 kilometer persegi. Data tersebut ditangkap oleh sensor udara AVIRIS NASA di wilayah Four Corners, Amerika Serikat.
Algoritma tersebut kemudian diterapkan pada data sensor hiperspektral lain di orbit, seperti data yang dikumpulkan dari sensor NASA yang dipasang di stasiun luar angkasa. Secara keseluruhan, model ini memiliki akurasi lebih dari 81 persen dalam mendeteksi gumpalan metana yang besar. Angka tersebut 21,5 persen lebih akurat dibandingkan pendekatan paling akurat sebelumnya.
Metode ini juga memiliki mampu menurunkan tingkat deteksi positif metana yang palsu hingga 41,83 persen dibandingkan pendekatan sebelumnya.
Proyek ini didanai oleh laboratorium Badan Antariksa Eropa (ESA) melalui kampanye 3CS atau Cognitive Cloud Computing in Space dan dilakukan sebagai bagian dari inisiatif Trillium Technologies Networked Intelligence in Space (NIO Space).
Untuk mendeteksi lebih lanjut, para peneliti telah membuka kumpulan data beranotasi serta kode pemodelan metana pada halaman proyek di GitHub. Dalam menghadapi perubahan iklim, teknik semacam memungkinkan validasi global yang lebih independen akan produksi dan kebocoran gas rumah kaca.
"Pendekatan ini dapat dengan mudah diperluas ke polutan penting lainnya, ambisi kami adalah menerapkan pendekatan ini di dalam satelit sehingga deteksi instan menjadi kenyataan," kata Andrew Markham, profesor ilmu komputer Universitas Oxford.
Mereka mengembangkan model tersebut agar dapat beroperasi langsung di dalam satelit itu sendiri sehingga memungkinkan satelit lain memberikan observasi lanjutan sebagai bagian dari inisiatif NIO Space.
Ruzicka mengatakan, "Pemrosesan di dalam pesawat seperti itu dapat berarti bahwa pada awalnya hanya peringatan prioritas yang perlu dikirim kembali ke Bumi, misalnya sinyal peringatan teks dengan koordinat sumber metana yang teridentifikasi."
Selain itu, dia juga menilai bahwa pemrosesan data di satelit itu sendiri akan mendorong kolaborasi mandiri dari satelit-satelit lainnya.
Hal tersebut akan memungkinkan deteksi awal yang berfungsi sebagai sinyal petunjuk bagi satelit lain dalam konstelasi pencitra lokasi yang diinginkan.
(nah/nah)