Kutu Mampu Ungkap Sejarah Manusia, Kok Bisa?

ADVERTISEMENT

Kutu Mampu Ungkap Sejarah Manusia, Kok Bisa?

Baladan Hadza Firosya - detikEdu
Minggu, 26 Nov 2023 14:00 WIB
Baby bedbug or cimex after sucked blood from skin
Kutu di kepala manusia ternyata cukup berguna untuk mengungkap jejak migrasi zaman purba. Begini studinya. Foto: Getty Images/iStockphoto/smuay
Jakarta -

Siapa sangka, hewan parasit yang sering membuat resah manusia karena mengganggu kulit kepala ternyata punya manfaat penting. Kutu rambut baru-baru ini dilaporkan punya peran menceritakan evolusi dan perpindahan manusia di berbagai benua. Bagaimana bisa?

"Dalam beberapa hal, kutu seperti fosil hidup yang kita bawa di kepala kita sendiri," ungkap rekan penulis Marina Ascunce, seorang ahli biologi evolusi di Departemen Pertanian Amerika Serikat, dilansir Popular Science.

Manfaat kutu rambut ini menjadikan catatan arkeologi tidak lagi satu-satunya bukti utama perjalanan manusia ribuan tahun yang lalu. Sebab, kutu rambut membawa bukti DNA tentang perjalanan manusia di masa lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mereka melakukan perjalanan keliling dunia bersama manusia. Di sisi lain, kutu juga adalah organisme yang mampu bergerak sendiri (misalnya, dari satu kepala ke kepala lainnya). Kemampuan ini memberikan wawasan tentang apa yang terjadi selama kita bersama kutu tersebut," kata David L Reed, ahli genetika mamalia dari Universitas Florida.

Kutu Migrasi Bareng Manusia

Berbeda dari analisis oleh ilmuwan lainnya yang lazim menggunakan fosil untuk mengetahui jejak makhluk hidup pada zaman dahulu, penelitian baru-baru ini di jurnal PLOS One melibatkan kutu sebagai subjeknya. Langkah ini diambil karena kutu dinilai dekat dengan manusia sejak lama.

ADVERTISEMENT

Keterkaitan erat kutu rambut dan manusia dibuktikan dengan temuan kutu tertua dari 10.000 tahun di Brazil pada 2000. Temuan ini menunjukkan bahwa kutu sudah hidup berdampingan dengan manusia untuk waktu yang lama. Karenanya, kutu sangat berguna untuk memahami sejarah dan hubungan evolusi antara hewan parasit ini dan manusia.

Dalam penelitian ini, para Ilmuwan melakukan analisis genetik terhadap 274 kutu manusia dari 25 lokasi geografis berbeda di seluruh dunia. Analisis tersebut menunjukkan, kelompok kutu berbeda ditemukan di beberapa lokasi. Kelompok pertama ditemukan di seluruh dunia, sedangkan kelompok kedua ditemukan di Eropa dan Amerika saja.

Berdasarkan studi, kemungkinan besar kutu-kutu tersebut datang ke Amerika Utara dalam dua gelombang migrasi manusia. Pertama, saat manusia menyeberangi jembatan, yang dikenal sebagai teori Bering Land Bridge. Penyeberangan dari Asia ke Amerika ini terjadi sekitar 16.500 tahun lalu.

Sedangkan gelombang migrasi kedua dinilai terjadi saat masa penjajahan Eropa di Amerika. Bukti genetik di kutu rambut mencerminkan perpindahan manusia ke Amerika setelah kedatangan Christopher Columbus pada akhir tahun 1400-an di sana. Peristiwa ini terjadi setelah kolonisasi di Asia dan Eropa.

"Kutu rambut di Amerika Tengah memiliki latar belakang Asia, yang dikaitkan dengan berdirinya benua Amerika, sedangkan kutu di Amerika Selatan memiliki tanda-tanda kedatangan orang Eropa," ungkap Ariel Toloza, seorang ahli toksikologi serangga di Consejo Nacional de Investigaciones CientΓ­ficas y TΓ©cnica (CONICET), Argentina.

Perdebatan Baru Orang Pertama yang Datang ke Amerika

Hasil analisis DNA tersebut lantas menjadi referensi baru terkait siapa orang pertama yang tinggal di Benua Amerika. Sebab, penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang pertama yang tinggal di Amerika berasal dari Asia, sekitar 14.000 hingga 16.000 tahun lalu. Orang-orang ini kemudian bermigrasi ke selatan untuk tinggal di Amerika Tengah dan Selatan.

Namun, bukti lain menunjukkan bahwa orang telah tinggal di Amerika, merujuk sejak Zaman Es terakhir. Hasil penelitian ini didukung penemuan jejak kaki di White Sands berusia sekitar 21.000-23.000 tahun, bersama tradisi yang dijaga penduduk asli Amerika.

Teori Bering Land Bridge juga dipertanyakan setelah ditemukan perkakas batu. Alat zaman purba berusia sekitar 30.000 tahun ini ditemukan di sebuah gua di Meksiko Tengah pada 2020 lalu.

Pengembangan Penelitian dengan Kutu

Meski hasil analisisnya justru menimbulkan perdebatan kembali, para ilmuwan tetap berencana meneliti lebih lanjut dengan menganalisis genom lengkap kutu. Harapannya, didapat pemahaman yang lebih dalam terkait kutu dan manusia.

Di samping itu, peneliti menilai studi ini berharga karena kini ada metode baru mempelajari hewan parasit untuk mendapat informasi sejarah manusia.

"DNA kutu yang sama untuk penelitian pertama ini akan digunakan untuk menganalisis keseluruhan genom mereka. Dan lebih banyak kutu juga dikumpulkan. Jadi sekitar tahun depan, akan ada penelitian baru yang mencoba menjawab pertanyaan kami saat ini," pungkas Ascunce.




(twu/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads