Mengapa Tubuh Astronot Selalu Terombang-ambing di Luar Angkasa? Ini Alasannya

ADVERTISEMENT

Mengapa Tubuh Astronot Selalu Terombang-ambing di Luar Angkasa? Ini Alasannya

Nimas Ayu - detikEdu
Kamis, 16 Nov 2023 11:30 WIB
An CG astronaut in a modern space suit, connected to a tethered lifeline floats in deep space and looks at the lights of planet earth as the sun rises. Distant stars and galaxies are visible in the background. Credit: NASA https://earthobservatory.nasa.gov/images/79790/city-lights-of-asia-and-australiaand ESO for background images.
Foto: Getty Images/iStockphoto/peepo/Ilustrasi astronaut
Jakarta -

Pernahkah detikers bertanya-tanya kenapa astronot terombang-ambing mengambang di luar angkasa? Hal ini bisa dijelaskan karena luar angkasa adalah hampa udara, sehingga membuat tubuh manusia menjadi ringan.

Ketika di Bumi, udara menekan kulit dari segala arah dengan konsisten sekitar 14 pon per inci persegi atau sekitar ukuran 1 atmosfer dalam satuan unit. Hal itu setara dengan 1 liter air di setiap sentimeter persegi kulit manusia, sebagaimana dilansir dari Pop Science.

Manusia mungkin tidak menyadarinya karena tubuh telah beradaptasi dengan tekanan di dekat permukaan Bumi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Layaknya Minuman Soda

Kondisi seperti ini dapat diamati pada cara kerja minuman soda. Pada sebotol minuman soda di dalamnya terdapat banyak gas.

Meski banyak, tetapi gas itu tidak terlihat karena berada pada tekanan sekitar empat kali tekanan udara di permukaan Bumi. Hal itu yang membuat karbon dioksida tetap tersuspensi di dalamnya.

ADVERTISEMENT

Baru ketika botolnya dibuka, maka gas di dalam akan terkena udara atau atmosfer Bumi, sehingga akan membentuk busa bergelembung. Namun jika ingin tidak terjadi ledakan gas, bisa dilakukan dengan membukanya di bawah laut sedalam empat puluh meter.

Kondisi botol soda tersebut sama halnya yang terjadi pada tubuh manusia, hanya saja gas yang tersuspensi dalam cairan tubuh adalah nitrogen dan mampu diserap atmosfer Bumi. Sehingga ketika berada di luar angkasa yang hampa udara, maka cairan tubuh bereaksi seperti soda.

Perbedaannya adalah tubuh manusia tidak mengeluarkan busa, tetapi gelembung nitrogen yang menyumbat pembuluh darah dan arteri, sampai menghambat aliran darah, oksigen, serta nutrisi. Reaksi tersebut juga terjadi ketika penyelam dari kedalaman rendah kembali ke permukaan.

Adanya Bahaya Dekompresi

Jika tubuh beralih dari tekanan tinggi ke rendah dalam waktu terlalu cepat, maka tubuh dapat terkena penyakit dekompresi atau the bends, yang menyebabkan sakit persendian ketika membungkuk.

Jika hal itu menyerang paru-paru atau the chokes, menyebabkan tersedak dan di otak atau the staggers menyebabkan kebingungan.

Akibat terburuk yang akan terjadi apabila hidup di luar angkasa adalah kematian. Seperti yang terjadi pada kosmonot Georgy Dobrovolsky, Viktor Patsayev, dan Vladislav Volkov yang sedang kembali dari Salyut-1 pada 30 Juni 1971.

Ketiga kosmonot ini melakukan akrobatik di luar angkasa dan ditayangkan di televisi masyarakat Soviet. Mereka kemudian memasuki kapsul, namun terjadi sedikit masalah yang membuat mereka harus turun.

Ketika kru darat tiba dan membuka kapsul, kosmonot tadi ditemukan dalam keadaan meninggal dengan posisi duduk. Ketiganya mengalami pendarahan otak yang parah, sehingga tidak dapat diselamatkan.

Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh terbukanya katup pesawat secara tiba-tiba ketika mereka turun dari stasiun. Hal itu menyebabkan ruang menjadi hampa dan tubuh mereka tidak dapat menahannya.

Dekompresi menjadi masalah pada astronot yang memakai pakaian luar angkasa. Layaknya balon kulit yang berbentuk seperti manusia dengan tekanan tinggi di dalamnya. Kondisi itu yang membuat tubuh sulit bergerak dan mengalami delaminasi kuku jari.

Oleh sebab itu mengapa astronot tidak membungkuk saat mengenakan pakaian luar angkasa, tidak hanya karena ketebalannya tetapi juga karena astronot menghirup oksigen sebelum berjalan di luar angkasa yang menghilangkan nitrogen dalam darah.

Bahaya Oksigen Murni

Diketahui pula, meskipun manusia dapat bertahan hidup dalam tekanan rendah dengan tersedianya oksigen, namun para insinyur harus merancang peralatan yang digunakan untuk menyesuaikan lingkungannya dan perlu oksigen murni.

Namun oksigen murni pun juga berbahaya karena bisa menyebabkan kebakaran. Hal itu terjadi pada penerbangan Apollo 1 tahun 1967 yang terjadi kebakaran karena peningkatan suhu dan tekanan tiba-tiba. Akibatnya ketiga astronot saat itu tidak terselamatkan.

Kejadian serupa juga terjadi pada tahun 1961 pada Valentin Bondarenko yang mengalami kebakaran akibat kapas beralkohol yang dia buang mengenai piring listrik yang panas. Padahal Ia berada di ruang bertekanan oksigen tinggi, sehingga api cepat membesar.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads