Kelelawar adalah hewan dengan umur yang panjang dan ketahanan yang luar biasa terhadap kanker dan infeksi virus. Inilah yang membuat para peneliti sangat tertarik.
Menurut Dr Linfa Wang, dari Duke-NUS Medical School, Singapura, mamalia terbang tidak jauh berbeda dengan manusia. Namun, apa yang dapat dilakukan oleh kelelawar hanya dapat diimpikan oleh manusia.
Melalui sebuah pernyataan seperti dikutip dari IFL Science, Wang mengatakan bahwa kelelawar mampu menahan tekanan biologis yang luar biasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebuah tim peneliti baru-baru ini mengurutkan genom dua spesies kelelawar, yaitu kelelawar buah Jamaika (Artibeus jamaicensis) dan kelelawar berkumis Mesoamerika (Pteronotus mesoamericanus) untuk mengungkap rahasia mereka.
"Analisis ini adalah langkah pertama untuk menerjemahkan penelitian tentang keunikan biologis kelelawar menjadi suatu wawasan yang relevan untuk memahami dan mengobati penuaan dan penyakit, seperti kanker pada manusia," kata penulis utama studi tersebut, Dr Armin Scheben, dalam sebuah pernyataan.
Alasan Kelelawar Bertubuh Kuat
Penulis studi menjelaskan bahwa sistem kekebalan tubuh yang luar biasa dan ketahanan terhadap kanker pada kelelawar, diperkirakan muncul sebagai akibat dari koevolusi kelelawar dengan virus dan kebutuhan untuk meningkatkan perbaikan DNA dalam menghadapi peningkatan spesies oksigen reaktif (ROS).
Para peneliti membandingkan genom kelelawar dengan genom manusia, tikus, anjing, babi, dan kuda. Mereka menemukan 105 keluarga gen yang lebih kecil dan 14 keluarga gen yang lebih besar pada nenek moyang termodern dari kelelawar, dengan 39 dari 119 keluarga terkait dengan sistem kekebalan tubuh.
Protein yang disebut interferon (IFNs) mungkin mempunyai peran penting, dan penulis berhipotesis bahwa dengan mengandalkan IFN-Ο yang berpotensi lebih kuat dibandingkan IFN-Ξ±, kelelawar dapat lebih meningkatkan tanggapan antivirusnya.
Kelelawar mempunyai kemampuan hebat dalam menghindari peradangan. Makalah tersebut mencatat bahwa kombinasi perluasan gen antivirus dan hilangnya gen proinflamasi dapat berkontribusi pada berkurangnya respons peradangan dan toleransi virus pada kelelawar. Peralihan ke IFN-Ο dapat membantu mengompensasi berkurangnya peradangan, yang biasanya merupakan respons terhadap hal-hal berbahaya seperti patogen.
"Jika sifat-sifat IFN-Ο ini dapat dibuktikan, maka hal ini dapat membuka pintu bagi penggunaan terapi baru dari IFN-Ο," tulis studi tersebut, seperti dikutip dari IFL Science.
Adaptasi genetik juga ditemukan pada 46 gen yang berkaitan dengan kanker dan 33 penekan tumor menunjukkan tanda-tanda seleksi positif. Artinya, menurut penulis ini menunjukkan kemungkinan adanya kaitan dengan rendahnya kejadian kanker pada kelelawar. Mereka menjelaskan bahwa gen yang berhubungan dengan kanker diperbanyak lebih dari 2 kali lipat (di antara gen yang terpilih) pada cabang nenek moyang kelelawar dibandingkan dengan sekumpulan cabang mamalia.
Makalah ini turut menjelaskan bahwa terdapat banyak tumpang tindih dalam hal gen yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh dan kanker. Kelelawar juga memiliki perbaikan DNA yang sangat baik.
"Peningkatan perbaikan DNA telah diyakini merupakan mekanisme umur panjang dan resistensi kanker pada berbagai mamalia termasuk kelelawar," jelas para penulis.
Memahami kemampuan genetik kelelawar yang luar biasa dapat membawa banyak manfaat bagi umat manusia, termasuk pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana penyebaran penyakit zoonosis. Kelelawar kebal, tetapi merupakan tuan rumah bagi banyak virus berbeda.
"Mereka tampaknya terhubung secara genetik untuk mendukung virus," kata Dr Thomas Zwaka, pendiri Paratus dan peneliti sel induk di Icahn School of Medicine di Mount Sinai.
Memahami apa yang terjadi di dalam tubuh kelelawar dapat membantu manusia mencegah wabah penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia di masa depan. Studi ini telah dipublikasikan di jurnal Genome Biology and Evolution.
(nah/pal)