Amfibi Kini Makin Berisiko Punah, Ini Sebabnya

ADVERTISEMENT

Amfibi Kini Makin Berisiko Punah, Ini Sebabnya

Baladan Hadza Firosya - detikEdu
Minggu, 29 Okt 2023 10:00 WIB
Black-Legged Poison Dart Frog (Phyllobates bicolor).
Foto: Getty Images/iStockphoto/Keith_Rose
Jakarta -

Hewan amfibi seperti katak telah menghuni daratan sejak 360 juta tahun yang lalu. Namun, saat ini kelompok hewan yang banyak jenisnya ini menghadapi ancaman besar dalam kelangsungan hidupnya.

Dua ilmuwan dari Harvard, Sathyabhama Das Biju dan Sonali Garg, telah melakukan penelitian selama puluhan tahun dalam upaya untuk melindungi hewan amfibi terutama katak, berdasarkan penjelasan dalam laman The Harvard Gazette.

Menurut studi Nature yang diterbitkan di jurnal Nature yang telah mengevaluasi lebih dari 8.000 spesies amfibi di seluruh dunia, dua dari lima spesies amfibi saat ini menghadapi risiko kepunahan. Terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan ancaman terhadap amfibi ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setidaknya lebih dari 100 ilmuwan, termasuk Biju dan Garg telah menyumbangkan data dan keahlian mereka untuk laporan tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa hampir 41% spesies amfibi terancam punah, dibandingkan dengan 26,5% mamalia, 21,4% reptil, dan 12,9% burung.

Perubahan iklim adalah salah satu pendorong utama. Perusakan dan degradasi habitat akibat pertanian, infrastruktur, dan industri lainnya adalah ancaman paling umum terhadap hewan-hewan ini.

ADVERTISEMENT

Penyebab Kepunahan Amfibi

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa penyebab utama kepunahan katak. Salah satu penyebab utama adalah perubahan iklim, yang memengaruhi kondisi lingkungan hidup katak, seperti kekeringan, banjir, dan badai.

Menurut laman Natural History Museum, perubahan iklim menjadi penyebab utama atas penurunan pada sekitar 40% spesies katak.

"Ketika manusia mendorong perubahan pada planet kita, amfibi menjadi tawanan iklim, tidak dapat bergerak terlalu jauh untuk menghindari peningkatan frekuensi dan intensitas panas ekstrem, kekeringan, dan angin topan yang dipicu oleh perubahan iklim," ungkap Jennifer Luedtke Swandby, salah satu peneliti yang menyoroti fenomena ini.

Kemudian, penurunan populasi amfibi terjadi karena hilangnya habitat mereka. Sekitar 77%, terdampak oleh perubahan habitat mereka yang dijadikan sebagai lahan pertanian. Contohnya, amfibi Jalpa false brook salamander di Guatemala.

Amfibi tersebut kehilangan rumah mereka karena hutan tempat tinggalnya ditebang dan digunakan untuk beternak hewan. Akibatnya, mereka punah karena habitat mereka rusak.

Perusakan dan degradasi habitat yang disebabkan oleh praktik pertanian, seperti penanaman teh, kopi, dan rempah-rempah, serta dampak industri lainnya, juga menjadi ancaman serius. Katak memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap perubahan mendadak di lingkungan mereka, sehingga mereka dapat dianggap sebagai barometer untuk kesehatan ekosistem.

Selain itu, amfibi menghadapi masalah serius yang disebabkan oleh penyakit chytridiomycosis. Penyakit ini disebabkan oleh jamur bernama Batrachochytrium dendrobatidis yang merusak kulit hewan amfibi.

Meskipun tidak memengaruhi banyak spesies seperti hilangnya habitat, penyakit chytridiomycosis seringkali menyebabkan penurunan populasi yang tiba-tiba dan berdampak lebih buruk.

Menghadapi Tantangan Konservasi Amfibi

Lebih dari 460 spesies katak ditemukan di India, dan populasinya sangat beragam. Sayangnya, sekitar 41% spesies katak di India dianggap terancam punah. Dua ancaman terbesar bagi katak di India adalah kerusakan habitat dan praktik pertanian seperti penanaman teh, kopi, rempah-rempah, dan produk lain.

Para ilmuwan, terutama Sathyabhama Das Biju dan Sonali Garg berkonsentrasi pada pelestarian katak-katak India karena karena India adalah rumah bagi sebagian besar katak. Untuk mencegah kepunahan katak India, konservasi harus berfokus pada mengidentifikasi, melindungi, dan memahami spesiesnya.

Kehidupan katak India juga memiliki nilai ekologis karena dapat menunjukkan kesehatan ekosistem. Perilaku katak atau populasi yang berubah dapat menunjukkan perubahan lingkungan dan kondisi ekosistem di daerah tersebut.

Dalam beberapa kasus, strategi konservasi berhasil, tambah Garg. Berdasarkan studi yang dimuat dalam jurnal Nature, setidaknya 63 spesies yang sebelumnya dianggap terancam punah telah ditingkatkan statusnya sejak tahun 2004 berkat upaya konservasi bersama.

"Masih ada harapan," kata Garg.

"Peningkatan penelitian dan upaya konservasi dapat memainkan peran penting dalam memastikan amfibi tidak hanya bertahan hidup, tetapi juga berkembang di alam," pungkasnya.




(nah/nah)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads