Siapa yang menyangka, hewan amfibi seperti katak yang biasa kita temukan setelah hujan reda ternyata tengah terancam punah. Berdasarkan penilaian global terbaru, kepunahan ini telah mengancam lebih dari 40% spesies amfibi.
Diketahui, kepunahan massal keenam pada katak, salamander, dan caecilian tengah menjadi kelompok vertebrata paling terancam di Bumi.
"Amfibi punah lebih cepat daripada yang bisa kita pelajari, namun ada banyak alasan untuk melindungi mereka. Termasuk peran mereka dalam pengobatan, pengendalian hama, mengingatkan kita akan kondisi lingkungan, dan membuat planet ini lebih indah," jelas Kelsey Neam, seorang ahli ekologi dari Re:wild, dikutip Science Alert.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa Penyebab Kepunahan Amfibi?
Secara umum, sebuah spesies biasanya punah karena wabah penyakit atau kehilangan habitat tempat tinggalnya. Tercatat, sebelum tahun 2004 penurunan populasi amfibi sekitar 90% disebabkan oleh kedua faktor tersebut.
Namun, ternyata saat ini penyebab utama penurunan populasi disebabkan oleh perubahan iklim. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kelsey Neam bersama rekan-rekannya terbit di Jurnal Nature.
Menurut penelitian tersebut, dampak perubahan sistem cuaca terhadap kondisi lingkungan berhasil menyebabkan 39% penurunan jumlah kelompok hewan ini dan diikuti hilangnya habitat sebesar 37%.
Para ilmuwan lingkungan telah mengajukan permohonan selama puluhan tahun untuk melindungi hewan-hewan yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap perubahan lingkungan, khususnya yang disebabkan oleh manusia.
"Spesies ini adalah 'burung kenari di tambang batu bara' - mereka (amfibi) sangat sensitif terhadap faktor-faktor seperti perubahan iklim dan polusi, yang menyebabkan kepunahan, dan merupakan peringatan keras akan hal-hal yang akan datang," jelas Jonathan Baillie, ahli zoologi Universitas Oxford.
Kepunahan Akibat Aktivitas Manusia
Sebelumnya, katak harlequin Chiriqui (Atelopus chiriquiensis) dan katak siang bermoncong tajam (Taudactylus acutirostris) menurun drastis pada tahun 1990-an karena penyakit jamur chytridiomycosis.
Sementara Craugastor myllomyllon dan Pseudoeurycea exspectata terakhir terlihat pada tahun 1970-an diperkirakan punah karena ekspansi pertanian yang dilakukan manusia.
Penyakit dan polusi ternyata juga mampu menyebabkan kelainan bentuk aneh pada beberapa spesies. Di sisi lain, amfibi juga harus menghadapi ancaman manusia seperti perburuan liar.
Di Amerika Serikat, dampak kebakaran dapat merusak kelembaban tanah dan telah menimpa 5 spesies salamander. Penurunan curah hujan di daerah tropis basah Australia dan Brasil diperkirakan juga akan berdampak pada perkembangbiakan katak.
Sedangkan hewan amfibi yang hidup di pegunungan di Venezuela hanya bisa mendaki pada ketinggian tertentu saja karena mengikuti perubahan iklim.
"Studi ini menunjukkan titik api penyakit pada amfibi Afrika tengah dan timur sebagai kekhawatiran yang muncul terhadap konservasi mereka di benua tersebut," jelas John Measey, ahli biologi Universitas Stellenbosch.
Status Daftar Merah IUCN Berdampak pada Manusia
Aktivis lingkungan hidup dari Re:wild, Jennifer Luedtke dan rekannya, menilai 8.011 spesies amfibi untuk memperbarui status mereka ke Daftar Merah Spesies Terancam Punah dari Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN).
Penilaian sebelumnya terakhir dilakukan pada tahun 2004. Namun, ternyata situasi spesies-spesies tersebut semakin memburuk sejak saat itu.
Menurut salah satu pendiri Synchronicity Earth, Adam Sweidan, menyatakan bahwa "Jika Daftar Merah IUCN diperbarui pada skala yang sama pada tahun 1970an seperti saat ini, (maka) kita dapat menelusuri pandemi penyakit amfibi yang melanda 20 tahun sebelum penyakit tersebut menghancurkan populasi mereka."
Kepunahan amfibi dapat berdampak bagi manusia. Diketahui, amfibi dapat mengendalikan populasi serangga. Sehingga kepunahan amfibi akan berdampak pada populasi serangga yang berpengaruh pada kesehatan manusia.
Contohnya, peningkatan penyakit malaria yang terjadi di Amerika Serikat diikuti dengan penurunan spesies katak pemakan nyamuk pada tahun 1980-an hingga tahun 2000-an awal.
Menurut para peneliti perlindungan dan restorasi amfibi adalah solusi terhadap krisis iklim. Mengingat peranan penting mereka dalam menjaga ekosistem penyimpan karbon di lingkungan agar tetap sehat.
"Sebagai komunitas global, inilah saatnya untuk berinvestasi pada masa depan amfibi, yang merupakan investasi bagi masa depan planet kita," kata Neam.
(faz/faz)