Penjelajahan luar angkasa telah menjadi daya tarik banyak kalangan sejak perjalanan Yuri Gagarin pada 1961. Bahkan peristiwa bersejarah itu memicu minat Hollywood dalam membuat film dengan tema luar angkasa.
Film-film seperti Star Trek, Prometheus, Star Wars, dan Wall-E sering menggambarkan mitos tentang luar angkasa, sehingga hal ini mendorong penelitian untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi pada manusia di luar angkasa.
Mitos tentang Suhu di Luar Angkasa
Melansir laman Harvard University, salah satu mitos umum adalah bahwa luar angkasa memiliki suhu yang sangat dingin. Namun, sebenarnya, luar angkasa itu sendiri tidak memiliki suhu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suhu adalah hasil dari energi panas dalam materi dan ruang angkasa tidak memiliki materi. Oleh karena itu, jika seseorang berada di luar angkasa tanpa pakaian antariksa, mereka mungkin akan merasa sedikit hangat jika terkena sinar Matahari langsung atau bahkan merasa sejuk jika terlindung dari sinar Matahari.
Ini terjadi dikarenakan adanya perpindahan panas yang terjadi melalui radiasi termal. Radiasi termal adalah sinar panas dari radiasi elektromagnetik yang dikeluarkan oleh permukaan benda karena suhunya yang tinggi.
Paparan Ruang Hampa Udara
Meski bisa merasakan panas karena sinar Matahari bukan berarti tubuh manusia aman ketika berada di luar angkasa tanpa kostum khusus. Sebab, ada paparan ruang hampa udara yang sangat berbahaya bagi manusia.
Setelah terjadi dekompresi dalam ruang hampa, udara dalam paru-paru seseorang akan melebar secara tiba-tiba, hingga menyebabkan pecahnya paru-paru.
Ini dapat menyebabkan kondisi fatal yang disebut ebulisme, di mana penurunan tekanan lingkungan menyebabkan air dalam tubuh berubah menjadi uap. Kondisi ini dapat menyebabkan pembengkakan jaringan dan bahkan emboli akibat penyumbatan pembuluh darah oleh gelembung gas.
Kondisi ini membuat manusia harus bergantung pada pasokan oksigen secara terus-menerus, dan ini menjadi faktor pembatas saat berada di ruang hampa.
Ketika seseorang terpapar pada ruang hampa udara, oksigen berdifusi keluar dari aliran darah, menyebabkan kondisi yang disebut hipoksia, yaitu kekurangan oksigen. Dalam waktu 15 detik, darah akan mulai terdeoksigenasi, mengakibatkan ketidaksadaran dalam waktu singkat.
Dampak Jangka Panjang yang Dialami Manusia
Selain efek akut, ada juga dampak jangka panjang dari perjalanan luar angkasa pada tubuh manusia. Hal ini terutama disebabkan oleh gaya gravitasi mikro di luar angkasa yang sangat kecil.
Tubuh manusia telah berevolusi untuk berfungsi di bawah gravitasi Bumi. Sehingga ketiadaan gravitasi dapat memengaruhi berbagai sistem tubuh manusia.
1. Pembengkakan Wajah
Akibat tanpa adanya gaya gravitasi, cairan tubuh manusia akan mengalir ke bagian atas tubuh dan menyebabkan pembengkakan wajah dan penurunan lingkar kaki. Fenomena ini dikenal sebagai "wajah bengkak" atau "kaki burung."
2. Penyusutan otot
Lebih dari separuh otot manusia melawan gaya gravitasi Bumi. Oleh karena itu, di luar angkasa, tubuh manusia akan cenderung terjadi atrofi otot yang signifikan dengan hilangnya massa otot hingga 50% pada beberapa astronot.
3. Osteopenia
Kehilangan gravitasi juga menyebabkan penurunan demineralisasi tulang terjadi karena berkurangnya beban pada tulang belakang dan tulang kaki atau osteopenia. Tulang menjadi kurang padat dan lebih rentan terhadap patah tulang.
4. Gangguan sensorimotor
Sistem vestibular dan sensorimotor, yang mengendalikan keseimbangan dan koordinasi motorik manusia, juga ikut terpengaruh oleh ketiadaan gravitasi yang menyebabkan manusia mengalami mabuk perjalanan atau disorientasi.
5. Radiasi kosmik
Astronot akan terkena paparan radiasi yang berbahaya dari sinar kosmik di luar angkasa. Sehingga hal Ini dapat menyebabkan mutasi DNA, kerusakan sel otak, serta memicu risiko kanker.
Akibat dari dampak jangka panjang ini, para ilmuwan terus mengembangkan teknologi yang dapat mengakomodasi keterbatasan manusia saat perjalanan luar angkasa dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
Dalam artian, pengembangan ini menitikberatkan pada teknologi seperti gravitasi buatan dan mengurangi paparan radiasi yang akan digunakan dalam misi perjalanan menuju Mars lebih cepat di masa mendatang.
(faz/faz)