Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi di Gunung Bromo pada 6-15 September 2023. Kebakaran itu mengubah hamparan padang savana menjadi lautan abu.
Diketahui, kebakaran bersumber dari penggunaan flare untuk keperluan foto pre-wedding. Akibatnya lebih dari 500 hektare lahan vegetasi yang berada di kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) hangus.
Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (FMIPA UI), Dr Luthfiralda Sjahfirdi, MBiomed menyayangkan peristiwa tersebut. Menurutnya, TNBTS memiliki ekosistem unik karena terdiri atas ekosistem gurun atau lautan pasir sekaligus padang savana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wilayah yang termasuk World Network of Biosphere Reserves UNESCO itu juga memiliki pohon-pohon besar yang berusia ratusan tahun, seperti cemara gunung (Casuarina junghuhniana), tumbuhan konifer jamuju (Dacrycarpus imbricatus), edelweis (Leontopodium nivale), serta berbagai jenis anggrek dan rumput langka. Tumbuhan-tumbuhan tersebut sekaligus berfungsi sebagai habitat bagi berbagai satwa.
Langkah Kembalikan Kondisi Alam
Dr Luthfiralda berpendapat ada beberapa langkah yang harus diambil untuk mengembalikan fungsi lahan pascakebakaran. Salah satunya adalah dengan mendata vegetasi terdampak serta memahami biologi spesies vegetasi maupun sifat-sifat hutan.
Lebih lanjut, Luthfiralda menerangkan jika pemulihan ekosistem hutan pascakebakaran bergantung pada lanskap, tingkat kerusakan, dan spesies yang terdapat di dalamnya. Dalam prosesnya, butuh campur tangan manusia.
"Telah banyak ahli mengadakan penelitian mengenai pemulihan kembali lahan akibat kebakaran. Mereka berpendapat bahwa butuh waktu cukup lama sampai puluhan tahun untuk mengembalikan lingkungan ke kondisi sedia kala," ujar Dr Luthfiralda dalam laman UI dikutip Jumat (22/9/2023).
Sejumlah Dampak Kebakaran di Gunung Bromo
Menurutnya karhutla yang terjadi di kawasan Gunung Bromo dapat menimbulkan dampak jangka pendek dan panjang. Dalam jangka pendek, sejumlah vegetasi endemik hangus terbakar, seperti rumput malela, edelweis, hingga anggrek tosari yang merupakan spesies endemik pegunungan Jawa.
Selain itu, karhutla di kawasan Gunung Bromo juga menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan satwa. Hewan muda dan kecil sangat berisiko saat menghadapi bencana karena beberapa strategi alamiah untuk melarikan diri justru tidak berhasil. Spesies hewan yang lemah untuk bergerak dan bersembunyi akan mati dilahap api.
Dalam jangka panjang, spesies hewan yang mampu menghindari kobaran api akan kesulitan untuk bertahan karena hilangnya sumber makanan.
(nir/nah)