Populasi manusia di Bumi per Juli 2023 telah mencapai 8,05 miliar. Jumlah ini terus bertambah mengingat pada akhir 2022 lalu baru menyentuh angka 8 miliar. Meski populasi saat ini sangat banyak, tapi tahukah kamu populasi manusia zaman purba dulu nyaris punah?
Sebuah penelitian genetik baru yang dipublikasikan akhir Agustus 2023 dalam Science, mengungkapkan bahwa nenek moyang manusia hampir punah sekitar 900.000 tahun yang lalu.
Pada saat itu, hanya ada sekitar 1.280 individu yang berkembang biak. Angka ini menjadi momen yang hampir menghapus kelangsungan hidup manusia.
Penelusuran Genetik ke Masa Lalu
Dalam penelitian ini, ilmuwan melacak garis keturunan genetik dari 3.154 manusia modern untuk menelusuri karakteristik mereka ke masa lalu dan memodelkan pola populasi yang paling mungkin menghasilkan genom yang ada.
Hasilnya, Wangjie Hu dari Chinese Academy of Sciences dan rekannya berpendapat, bahwa antara 813.000 dan 930.000 tahun yang lalu, populasi manusia purba yang pada akhirnya akan melahirkan spesies kita sendiri, Homo sapiens, mengalami apa yang oleh para ahli genetika disebut sebagai "bottleneck" atau hambatan populasi.
Kondisi ini tidak diketahui alasannya secara pasti. Namun, menurut peneliti kemungkinan karena kondisi lingkungan yang sulit, jumlah mereka menurun drastis hingga ke titik di mana garis keturunan kita berada dalam ambang kepunahan total.
Berdasarkan perkiraan penelitian, sekitar 98,7 persen nenek moyang manusia punah.
"Perkiraan ukuran populasi garis keturunan nenek moyang kita sangat kecil, dan kemacetan ini akan berlangsung sangat lama, jika dimodelkan secara akurat," kata ahli paleoantropologi Chris Stringer, dari Natural History Museum di London, dikutip dari Smithsonian Magazine.
"Jika hambatan ini benar-benar terjadi, maka nenek moyang kita hampir punah," imbuhnya.
Hambatan Populasi Tingkatkan Perkawinan Sedarah
Para ahli genetika berpendapat bahwa hambatan populasi pada nenek moyang di masa lalu, kemungkinan menyebabkan peningkatan perkawinan sedarah.
Hal ini juga sekaligus menghilangkan keragaman genetik manusia yang masih terjadi hingga hari ini. Peneliti juga berteori bahwa hambatan tersebut mungkin telah memunculkan spesies hominin baru yang terkenal.
Jika dilihat dari garis waktu hambatan populasi ini, peneliti mengatakan cocok dengan beberapa perkiraan genetik yang ada.
Periode waktunya juga diperkirakan sama dengan munculnya hominin baru yang mungkin merupakan nenek moyang terakhir dari tiga spesies berotak besar pada zaman Pleistosen: Neanderthal, Denisovan, dan kita sendiri.
Ahli genetika populasi Universitas Wisconsin-Madison, Aaron Ragsdale, mengatakan bahwa penelitian ini menimbulkan beberapa pertanyaan yang sangat menarik tentang evolusi manusia selama periode waktu ketika data genetik dan fosil relatif langka.
"Saya sangat ingin melihat apakah hasilnya dapat direplikasi dengan menggunakan metode lain," kata Ragsdale.
Apa yang Menyebabkan Penurunan Populasi?
Terkait penyebab turunnya populasi yang drastis, peneliti mengatakan tidak menemukan jawaban dalam data genetik. Namun, para ilmuwan mengetahui bahwa pada era tersebut terjadi perubahan dramatis dalam lingkungan Bumi.
Jika menilik sekitar 900.000 tahun yang lalu, termasuk pada masa transisi Pleistosen tengah yakni masa perubahan iklim yang signifikan, termasuk pendinginan tajam di seluruh dunia.
Kondisi itu menyebabkan peningkatan gletser, lautan yang lebih dingin, kekeringan yang berkepanjangan, dan musim hujan yang lebih kuat. Spesies satwa liar di Afrika dan Eurasia juga mengalami perubahan signifikan selama periode ini.
Banyak penelitian menunjukkan bagaimana perubahan iklim dan lingkungan juga membantu mendorong perubahan besar dalam evolusi manusia.
Namun menurut peneliti, tampaknya era tersebut tidak menyebabkan penurunan populasi global di antara berbagai spesies hominin di planet ini yang bukan merupakan nenek moyang langsung kita.
Nick Ashton, arkeolog Paleolitik di British Museum, mencatat bahwa penurunan populasi hanya berdampak pada kelompok terbatas, mungkin di Afrika, yang mungkin merupakan nenek moyang manusia modern.
"Mencari kemungkinan penyebab kemacetan akan bermanfaat, apakah itu kekeringan regional, aktivitas gunung berapi, atau faktor lingkungan lainnya," katanya.
Nenek Moyang Manusia Berhasil Bertahan Hidup Selama 120 Ribu Tahun
Menariknya, dalam penelitian ini, ilmuwan juga menunjukkan data bahwa nenek moyang kita berhasil bertahan hidup dalam jumlah yang sangat kecil dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni diperkirakan 120.000 tahun.
Setelah kondisi lingkungan kembali kondusif bagi tempat tinggal manusia, dan kemajuan teknologi muncul seperti pengendalian api oleh manusia, populasi nenek moyang kita kembali meningkat.
Tercatat dalam penelitian, sekitar 813.000 tahun yang lalu, sepuluh populasi Afrika tampaknya telah meningkat sebanyak 20 kali lipat.
Kondisi ini, membuat penulis studi berpendapat bahwa periode panjang di mana nenek moyang kita bertahan hidup dalam jumlah yang begitu kecil, telah mengarah pada evolusi spesies baru yang mungkin merupakan nenek moyang terakhir manusia modern dan kerabat dekat kita, Neanderthal dan Denisovan.
"Gagasan ini cocok untuk beberapa bukti genetik yang menunjukkan bahwa nenek moyang spesies ini hidup sekitar 500.000 hingga 700.000 tahun yang lalu. Tetapi ada kemungkinan interpretasi lain," tutur Ashton.
Disisi lain, para peneliti sendiri dengan bijak mengakui bahwa penelitian dan penyelidikan lebih lanjut terhadap bukti arkeologis dan fosil manusia diperlukan untuk menguji teori genetika ini secara menyeluruh.
Sebab, perkiraan periode hambatan ini juga terlalu lama untuk menghasilkan DNA purba. Setidaknya dengan metode yang ada saat ini, DNA hominin tertua yang pernah ditemukan baru berusia 400.000 tahun.
Fakta di lapangan, seperti penemuan artefak batu dan fosil, juga dapat memberikan pandangan yang lebih lengkap tentang bagaimana nenek moyang manusia berhasil bertahan melewati hambatan ini dan bagaimana peristiwa ini memengaruhi evolusi kita.
(faz/faz)