Pengajar sekaligus pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Dr Fahmy Radhi, MBA, angkat suara soal niatan pemerintah untuk menaikkan subsidi kendaraan listrik. Sebelumnya, pemerintah juga berniat menerapkan relaksasi penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 40 persen ke 2026 dari yang sebelumnya 2023.
"Kedua kebijakan itu mengisyaratkan pemerintah nampaknya hanya fokus pada produk akhir kendaraan listrik dengan mengabaikan pengembangan industry ecosystem dari hulu hingga hilir," kata Fahmy dalam laman resmi kampus, Selasa (22/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahmi menuturkan, arah kebijakan tersebut turut memberi indikasi bahwa pemerintah lebih memihak pada investor kendaraan listrik. Menurutnya, hal tersebut berpotensi menjadikan indonesia tetap sebagai pasar kendaraan listrik, bukan produsen.
"Agar Indonesia tidak hanya dijadikan pasar kendaraan listrik, pemerintah harus memberlakukan persyaratan bagi investor kendaraan listrik, di antaranya pabrik harus di Indonesia, TKDN minimal 85 persen, dan komitmen alih teknologi kepada SDM Indonesia," sambungnya.
Saran Pengembangan Ekosistem Industri Kendaraan Listrik
Pemerintah menurut Fahmy perlu terus konsisten mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik Tanah Air. Caranya yakni lewat program hilirisasi.
Ia mengingatkan, pemerintah sebelumnya sudah mengawali program hilirisasi melalui pelarangan ekspor bijih nikel dan smelterisasi untuk menghasilkan berbagai produk turunan, termasuk bahan baku produksi baterai yang. Terlebih, baterai juga merupakan komponen utama kendaraan listrik.
Menurutnya, pemerintah bisa menghindari pemberian insentif besar-besaran jika ekosistem industri kendaraan listrik Indonesia terbangun. Sebab, Indonesia akan tetap kedatangan investor Investor kendaraan listrik dengan adanya rantai suplai beragam komponen produk penting bagi industri kendaraan listrik.
Di sisi lain, Fahmy menilai, penerapan kebijakan pemerintah yang terus menguntungkan investor asing saja justru tidak selaras dengan keuntungan yang diperoleh masyarakat, yakni para pengguna kendaraan listrik. Ia menambahkan, imbas kebijakan senada sebelumnya telah tampak pada pengembangan industri kendaraan konvensional, yang menjadikan Indonesia hanya sebagai pasar.
"Tentunya ini akan terulang kembali dan akhirnya momentum untuk menjadikan kendaraan listrik sebagai produk anak bangsa akan lenyap," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo menjelaskan bahwa subsidi kendaraan listrik diberikan pemerintah untuk mendukung iklim investasi kompetitif di Indonesia. Pemerintah memberlakukan subsidi sekitar Rp7 juta untuk tiap unit sepeda motor listrik dan sekitar Rp 70 juta bagi mobil listrik.
"Negara lain semua melakukan itu. Contoh Thailand memberikan subsidi kepada mobil listrik (sekitar) 68 (juta rupiah)," kata Presiden Jokowi pada wartawan selepas menghadiri peringatan Hari Konstitusi sekaligus HUT ke-78 MPR RI, di Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (18/8/2023). dikutip dari Antara News Bengkulu, Selasa (22/8/2023).
"Kalau (subsidi) kita di bawah (Thailand) itu, investasi semua akan pergi ke sana tidak pergi ke Indonesia. Inilah dunia yang memang berkompetisi sangat ketat sekali," sambung Jokowi.
Berdasarkan laman Sistem Informasi Pemberian Bantuan Pembelian Kendaraan Listrik Roda Dua (SISAPIRa) per Selasa (22/8/2023) pukul 13.25, masih ada sisa kuota 197.843 unit motor listrik yang belum tersalurkan. Sedangkan pemerintah menargetkan penjualan 200 ribu motor listrik baru pada 2023 melalui program subsidi kendaraan listrik. Program konversi sepeda motor BBM menjadi sepeda motor listrik sendiri ditargetkan mencapai 6 juta unit pada 2030.
Sebagai informasi, konversi ke motor listrik bertujuan mendukung perkembangan ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Tujuannya lebih lanjut yakni untuk mengurangi impor bahan bakar minyak hingga menurunkan emisi gas rumah kaca.
(twu/pal)