Mengenal 3 Tokoh Pengibar Bendera Merah Putih saat Proklamasi Kemerdekaan 1945

ADVERTISEMENT

Mengenal 3 Tokoh Pengibar Bendera Merah Putih saat Proklamasi Kemerdekaan 1945

Cicin Yulianti - detikEdu
Kamis, 17 Agu 2023 13:00 WIB
Paskibraka pertama di tahun 1945
Foto: (Dok Perpusnas via Wikipedia)
Jakarta -

Pengibaran bendera merah putih dilakukan pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Apakah detikers tahu siapa orang-orang yang pertama kali mengibarkan Sang Saka pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia saat itu?

Tak seperti sekarang di mana pengibaran dilakukan oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), saat itu hanya ada tiga orang yang memboyong bendera dan mengibarkannya, yakni Latief Hendraningrat, Suhud Sastro Kusumo, dan Surastri Karma (SK) Trimurti.

Mengutip buku Explore Sejarah Indonesia Jilid 2 untuk SMA/MA Kelas XI oleh Abdurakhman dkk (2018), berikut profil dari ketiga tokoh pengibar Sang Saka Merah Putih saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Latief Hendraningrat

Pria yang memiliki nama lengkap Raden Mas Abdul Latief Hendraningrat ini lahir di Jakarta pada 15 Februari 1911. Ia dikenal sebagai seorang prajurit Pembela Tanah Air (Peta). Latief pun aktif melawan penjajahan yang dilakukan oleh Jepang.

Awalnya Latief merupakan anggota dari Peta (Pembela Tanah Air) hingga akhirnya ia menjadi komandan kompi dan berpangkat sudanco. Pangkat tersebut berada di bawah pangkat tertinggi pribumi yakni daidanco atau komandan batalion. Latief sendiri menjadi anggota Peta yang bertanggung jawab atas peristiwa Rengasdengklok.

ADVERTISEMENT

Berkatnya, Soekarno dan Hatta bisa aman dalam perjalanan ke Rengasdengklok dan terhindar dari pantauan Jepang. Selain itu, menjelang pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, Latief mendapat tugas khusus dari Soekarno untuk mengamankan lingkungan sekitar rumah Soekarno.

Tugas Latief tersebut termasuk berat karena harus bertanggung jawab atas keamanan lokasi dan kelancaran pelaksanaan proklamasi. Menjelang pukul 10.00, Latief mengawal Soekarno dan Hatta ke lokasi pembacaan proklamasi.

Usai pembacaan teks proklamasi, ia mengibarkan Sang Saka Merah Putih bersama S Suhud dan SK Trimurti. Hal unik yang terjadi pada saat pengibaran bendera adalah Latief menggunakan seragam tentara Jepang karena beliau merupakan prajurit Peta.

2. S. Suhud

Suhud Sastro atau S Suhud ini adalah anggota dari Barisan Pelopor yang menjadi pengawal rumah Soekarno. Bertepatan pada 17 Agustus 1945, Barisan Pelopor ini memiliki tugas untuk menyiapkan tiang bendera. Saat itu, Suhud dan Barisan Pelopor telah membuat tiang bendera dari bambu.

Pada saat proklamasi, Suhud bertanggung jawab membantu Latief Hendraningrat dalam mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Tugas spesifik dari Suhud adalah mengambil Sang Saka Merah Putih dari baki kemudian mengikatkannya ke tali pada tiang bambu.

Setelah itu, Latief menggerek Sang Saka Merah Putih sampai ke atas tiang. Seraya mengerek bendera, semua tokoh dan peserta yang hadir menyanyikan lagu "Indonesia Raya".

3. Surastri Karma (SK) Trimurti

Surastri Karma Trimurti atau biasa disingkat SK Trimurti merupakan salah satu sosok perempuan pengukir sejarah. Ia merupakan sosok yang menentang budaya feodalistik yang membiasakan bahwa perlakuan diskriminatif terhadap perempuan itu hal yang biasa.

Perempuan ini memiliki tekad yang kuat untuk menuntut ilmu dan menjadi seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi. Sehingga, ia tak bisa disepelekan dan dibuat semena-mena hanya karena ia seorang perempuan.

Beruntungnya, Surastri berasal dari kalangan berada sehingga ia dimasukkan oleh sang ayah ke Tweede Inlandsche School. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Meisjes Normaal School atau Sekolah Guru Putri. Berkat pendidikannya dan kecerdasannya, Surastri menjadi guru di sekolah tersebut.

Beberapa kali Surastri dipindahkan tugas mengajarnya ke beberapa tempat. Di sela-sela waktunya mengajar, Surastri pun aktif dalam organisasi dan memiliki rasa penasaran yang tinggi tentang dunia politik. Ia sangat kritis menanggapi suasana politik yang ada pada masa itu.

Selain pernah menjadi guru, Surastri dikenal sebagai jurnalis yang tulisannya kritis dan antikolonial. Dalam menuliskan artikel tentang kolonial, Surastri menggunakan nama samaran untuk menghindari penangkapan.

Tak hanya memuat tulisan di media massa, Surastri pun membuat dua buku berjudul A.B.C Perdjuangan Buruh dan Hubungan Pergerakan Buruh Indonesia dengan Pergerakan Kemerdekaan Nasional.

Adapun artikelnya yang banyak disorot berjudul Kawin untuk Meningkatkan Perjuangan!. Judul tersebut sesuai dengan apa yang ia jalani karena Surastri menikah dengan pria pejuang yakni Sayuti Melik atau sosok yang terkenal sebagai pengetik teks proklamasi.




(cyu/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads