6 Perempuan Pertama di Dunia yang Jadi Kepala Negara, Ada Tetangga RI

ADVERTISEMENT

6 Perempuan Pertama di Dunia yang Jadi Kepala Negara, Ada Tetangga RI

Devita Savitri - detikEdu
Jumat, 18 Agu 2023 07:30 WIB
Philippine outgoing President Gloria Macapagal Arroyo (C-bottom) holds the rope during the flag raising ceremony on its 112th anniversary of the proclamation of Philippine Independence in Manila on June 12, 2010.  Arroyo will transfer her power to newly-elected President Benigno Aquino on June 30. AFP PHOTO/ NOEL CELIS / AFP PHOTO / NOEL CELIS
Foto: AFP PHOTO / NOEL CELIS/Filipina
Jakarta -

Sepanjang sejarah, perempuan sering terpinggirkan dalam ranah politik yang biasanya didominasi laki-laki. Namun, ternyata sejarah mencatat ada beberapa perempuan yang berhasil menjadi kepala negara.

Dikutip melalui Ensiklopedia Britannica, pada tahun 2016 hanya 44 dari 196 negara di dunia yang pernah memiliki kepala negara perempuan. Salah satunya adalah Indonesia dengan Megawati Soekarnoputri yang menjabat sebagai Presiden. Megawati menjabat dari tanggal 23 Juli 2001 hingga 20 Oktober 2004.

Tapi, sebelum Megawati ada beberapa pendahulunya yang masuk dalam daftar perempuan pertama yang berperan sebagai kepala negara. Siapa saja? Berikut daftarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

6 Perempuan Pertama yang Jadi Kepala Negara

1. Khertek Anchimaa-Toka - Republik Rakyat Tuva

Khertek Anchimaa-Toka menjadi perempuan pertama yang menjabat sebagai ketua parlemen Republik Rakyat Tuva pada tahun 1940-1944. Pada usia 18 atau 19 tahun, Anchimaa bersama dengan 75 pemuda Tuva lainnya memiliki kesempatan belajar di Moskow.

Saat itu ia menjadi salah satu dari 11 orang yang lulus dari Universitas Komunis Pekerja Timur. Pada kesempatan itu, Anchimaa mempelajari ideologi Stalinisme dan politik.

ADVERTISEMENT

Dari pembelajaran inilah, ia mendapat banyak posisi kepemimpinan di Partai Revolusi Rakyat Tuva. Ketika menjabat, Anchimaa memfokuskan upaya pada perbaikan dan pendidikan perempuan di dalamnya.

Ia juga sempat memimpin Tuvapada Perang Dunia II di tahun 1941. Membantu sekutu, Tuva sebagian besar menjadi kawan pasukan Soviet.

2. Vigdis Finnbogadottir - Islandia

Vigdis Finnbogadottir merupakan wanita pertama di dunia yang terpilih sebagai presiden suatu negara. Ia merupakan presiden Islandia pada tahun 1980.

Dengan masa jabatan selama 16 tahun, Finnbogadottir menjadi kepala negara perempuan terlama di negara manapun dalam sejarah. Prosesnya dalam menjadi kepala negara dinilai tidak biasa.

Awalnya Finnbogadottir merupakan bintang program pendidikan untuk Televisi Negara islandia. Ia juga memiliki gelar sarjana bahasa Prancis dari Universitas Islandia dan sempat menjadi dosen.

Pada tahun 1980, ia melawan tiga kandidat pria dalam pemilihan Presiden. Keberuntungan ada di pihaknya, Finnbogadottir menang dengan fokus program pendidikan dan budaya.

Ketika menjabat, ia menyoroti pentingnya mempertahankan dan merayakan identitas serta warisan budaya Islandia melalui bahasa dan adat istiadat. Selama pemerintahannya juga didirikan Dewan Pimpinan Wanita Dunia pada tahun 1996 serta menerima banyak penghargaan atas kerja kerasnya di bidang kemanusiaan dan promosi nilai-nilai budaya.

3. Isabel Peron - Argentina

Isabel Peron awalnya menjabat sebagai wakil presiden Argentina dari tahun 1973 hingga 1974. Kala itu, ia menggantikan sang suami Juan Peron.

Pada tahun 1974 hingga 1976, Isabel Peron menjabat sebagai kepala negara wanita pertama Argentina dan Amerika Selatan. Ia juga mendapat kehormatan sebagai presiden wanita pertama meski tidak terpilih menjadi presiden.

Diketahui impian awal Isabel adalah bekerja di bisnis pertunjukkan dan tari. Namun, ia bertemu dengan Juan Peron yang merupakan seorang politikus Argentina yang terkenal pada masanya.

Pada pertengahan tahun 1950-an, Isabel memilih melepas karir dan impiannya dan bekerja sebagai sekretaris Juan. Selanjutnya di tahun 1961, ia menikah dengan Juan dan keduanya terpilih menjadi presiden dan wakil presiden Argentina di tahun 1973.

Baru naik ke tampuk kekuasaan, suaminya meninggal dunia dan Argentina menghadapi ketidakstabilan ekonomi serta kerusuhan politik. Meski begitu, Isabel menolak untuk mengundurkan diri sehingga terjadi kudeta militer.

Karena hal itu, ia ditahan selama lima tahun hingga akhirnya diasingkan ke Spanyol. Isabel didakwa pada tahun 2007 karena mengizinkan kekejaman hak asasi manusia yang dilakukan oleh Aliansi Antikomunis Argentina saat menjadi presiden.

Tapi Spanyol menolak untuk mengekstradisi Isabel dan tidak diadili karena perbuatannya.

4. Corazon Aquino - Filipina

Corazon Aquino menjabat sebagai presiden Filipina dari tahun 1986-1992. Tak hanya wanita pertama yang menjabat sebagai presiden di Filipina, ia juga merupakan presiden wanita pertama di Asia.

Corazon terkenal dengan peran revolusionernya dalam mengembalikan pemerintahan demokratis dari rezim otoriter Ferdinand Marcos.

Dari segi pendidikan Corazon diketahui lulusan Mount St Vincent College di New York, Amerika Serikat pada tahun 1954. Setelah itu ia menikah dengan politikus Benigno Aquino Jr dan mengikuti sang suami ke dunia politik.

Pada tahun 1983 suaminya dibunuh sehingga ia mencalonkan diri sebagai presiden tahun 1986. Pada kontes politik itu ia berhadapan pihak oposisi Ferdinand Marcos.

Diketahui kala itu Marcos dilaporkan menang, tetapi Corazon dan partainya menentang hasil pemilu. Karena hal itu, ia berhasill diangkat menjadi presiden yang sah oleh militer Filipina.

Sebagai seorang presiden, Corazon mulai membuat konstitusi baru untuk negara nya. Ia berfokus dalam upaya menstabilkan ekonomi dan menegakkan kebebasan sipil serta hak asasi manusia.

Pada tahun 1992, Corazon memutuskan tidak mencalonkan diri kembali dengan jumla menjabat selama 6 tahun 126 hari hingga 30 Juni 1992. Ia mencoba bertindak sebagai role model bagi presiden masa depan negaranya dan tanda perubahan yang menekankan keinginan demokratis rakyat.

5. Pratibha Patil - India

Pratibha Patil menjabat presiden India dari tahun 2007 hingga 2012 dan menjadi wanita pertama yang menjadi kepala negara di India. Sebelumnya, Patil juga sempat menjadi gubernur negara bagian India pada tahun 2004.

Diketahui, Patil mulai menggeluti bidang politik di India pda tahun 1962 di usia 27 tahun. Awalnya ia terkenal sebagai seseorang yang rendah hati sehingga tak banyak ditentang ketika kampanye menjadi presiden.

Tapi ketika menjabat, panggung politiknya ditandai dengan kontroversi. Patil dilaporkan telah menghabiskan uang negara dan melakukan banyak perjalanan ke luar negeri daripada presiden India sebelumnya.

Selain itu, ia juga sempat berusaha menggunakan dana pemerintah untuk mendapatkan tanah militer India. Tanah itu digunakan untuk membangun rumah jompo untuk dirinya kelak yang akhirnya menimbulkan kontroversi dan banyak tentangan.

6. Ellen Johnson Sirleaf - Liberia

Ellen Johnson Sirleaf merupakan presiden Liberia di tahun 2006-2018 yang juga menjadi presiden wanita pertama di Afrika. Ia dikenal dengan peran menakjubkan dalam memperkuat ekonomi, politik, dan sosial Liberia.

Lulusan sarjana ekonomi dari University of Colorado Boulder ini mendapatkan Hadiah Nobel Perdamain tahun 2011 karena memperjuangkan hak-hak perempuan dalam bekerja. Ia juga melanjutkan pendidikan untuk mendapat gelar master administrasi publik di Harvard.

Ketika terpilih menjadi presiden di tahun 2006, Ellen memberlakukan langkah-langkah untuk membebaskan Liberia dari semua utang negara. Ia mendapat bantuan internasional untuk membangun kembali negaranya.

Pada tahun 2018, Ellen dianugerahi Penghargaan Ibrahim untuk prestasi dalam kepemimpinannya di Afrika. Ia juga membuat lembaga Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk mendorong perdamaian dan menjembatani perpecahan di negaranya setelah kerusakan sipil.

Itulah 6 perempuan yang jadi kepala negara pertama di dunia. Semoga menambah wawasan detikers, ya!




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads