Takakia, Lumut Purba yang Terancam Punah

ADVERTISEMENT

Takakia, Lumut Purba yang Terancam Punah

Zefanya Septiani - detikEdu
Senin, 14 Agu 2023 16:30 WIB
ilustrasi lumut
Foto: Rosy/Pixabay/Lumut
Jakarta -

Predikat lumut tertua di dunia diberikan pada Takakia. Tumbuhan purba yang berusia 390 juta tahun ini mampu bertahan pada beberapa lingkungan paling ekstrem di Bumi.

Takakia tumbuh di tebing dingin dan terisolasi di Dataran Tinggi Tibet. Sering disebut 'atap dunia', daerah terpencil yang dikelilingi pegunungan Himalaya ini merupakan dataran tinggi terbesar di dunia.

Kita juga dapat menjumpai lumut tertua ini di beberapa bagian dunia, seperti Jepang dan Amerika Serikat. Para peneliti menghabiskan waktu hingga satu dekade untuk mempelajari bagaimana lumut ini dapat bertahan hidup selama jutaan tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para peneliti melakukan 18 ekspedisi antara tahun 2010 dan 2021 untuk mencari tahu bagaimana lumut ini bisa bertahan hidup ratusan juta tahun di habitat 4.000 meter di atas permukaan laut.

Studi ini diterbitkan dalam jurnal Cell dengan judul Adaptive evolution of the enigmatic Takakia now facing climate change in Tibet pada 9 Agustus 2023 lalu.

ADVERTISEMENT

"Kami berangkat untuk mendeskripsikan dan menganalisis fosil hidup," ucap salah satu peneliti Dr Ralf Reski, seorang ahli bioteknologi tanaman dan profesor di fakultas biologi di Universitas Freiburg di Jerman seperti dikutip dari CNN.


Peran Tumbuhan Paling Tua di Dunia

Bumi mulai dihuni oleh hewan sekitar 500 juta tahun yang lalu dimulai dari lautan. Hal ini menyebabkan kehidupan tumbuhan segera berevolusi dari ganggang air tawar untuk menutupi massa tanah berbatu dan hidup di lingkungan terestrial yang lebih keras.

Berawal dari tumbuhan kecil, mereka justru menyebabkan perubahan besar di atmosfer Bumi saat mereka mengikis bebatuan tempat mereka tumbuh dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia melalui fotosintesis, seperti yang dikutip dari laman CNN.

Tumbuhan yang menghancurkan batu akan menyebabkan pelapukan biologis. Proses ini akan menyebabkan tumbuhan melepaskan mineral. Di sisi lain, proses fotosintesis akan menghasilkan senyawa organik dan oksigen.

Keberadaan tumbuhan yang menyebar di dataran Bumi, membuat planet kita lebih ramah bagi kehidupan hewan yang menyebabkan hewan mulai berevolusi dari waktu ke waktu.

Saat lempeng tektonik India dan Eurasia bertabrakan 65 juta tahun yang lalu, peristiwa ini menciptakan pegunungan Himalaya. Pasa masa itu, Takakia telah berusia sekitar 100 juta tahun.

Tumbuhan ini menjulang tepat di sepanjang pegunungan Himalaya. Hal tersebut menyebabkan Takakia harus beradaptasi dengan cepat ke lingkungan yang jauh lebih keras untuk bertahan hidup.

"Di Himalaya, Anda dapat mengalami empat musim dalam satu hari," ucap penulis utama studi Ruoyang Hu, ahli biologi tumbuhan dan co-pemimpin ekspedisi di Universitas Normal Capital di China.

"Di kaki gunung, cuacanya cerah dan jelas. Ketika Anda mencapai titik setengah perjalanan, selalu ada hujan ringan, terasa seperti berjalan di dalam awan. Dan ketika Anda sampai di puncak, turun salju dan sangat dingin," jelasnya.


Alasan Takakia Bisa Bertahan Hidup

Pengaruh krisis iklim terhadap kehidupan Takakia diketahui oleh para peneliti dengan mengumpulkan sekuensing DNA Takakia untuk pertama kalinya. Tim peneliti juga menentukan klasifikasi yang tepat dari tumbuhan ini.

Usianya yang sangat tua menyebabkan tim peneliti menentukan apakah Takakia benar-benar lumut atau jenis tumbuhan kuno lainnya, seperti hati lumut atau alga. Penelitian ini menunjukkan bahwa Takakia benar-benar lumut.

"Ide tersebut adalah untuk menyelami sejauh mungkin dalam sejarah tumbuhan daratan pertama untuk melihat apa yang dapat mereka katakan tentang evolusi," ucap Reski.

Tidak sampai di situ saja, tim peneliti juga menemukan bahwa Takakia sampai saat ini memiliki genom dengan jumlah gen yang paling cepat berevolusi. Hal ini menggambarkan bahwa Takakia sangat aktif dalam tingkat genetik.

"Tanaman Takakia tertutup salju tebal selama delapan bulan setiap tahun, dan kemudian terkena radiasi ultraviolet intensitas tinggi selama periode cahaya 4 bulan," jelas penulis co-studi Yikun He, ahli biologi tumbuhan di Universitas Normal Capital.

"Akibatnya, percabangan yang berkelanjutan membentuk struktur jaringan dan struktur populasi yang sangat kokoh, yang dapat secara efektif menahan invasi badai salju berat," tambahnya.

Selain itu, studi ini juga mempelajari Takakia menggunakan kamera time-lapse dan data cuaca satelit untuk melacak perubahan dalam lingkungan lumut. Saat rata-rata suhu lokal meningkat setiap tahun, populasi lumut ini akan menurun sebesar 1,6% setiap tahun.

Seiring planet menghangat, gletser di dataran tinggi cepat mencair. Hal ini menyebabkan Takakia mengalami tingkat radiasi UV lebih tinggi yang mampu membunuh tumbuhan yang beradaptasi dengan lingkungan keras.


Akan Segera Punah

Sayangnya, semakin lama diprediksi kondisi wilayah yang cocok bagi kehidupan Takakia akan menyusut dan menyisakan sekitar 1.000-1.500 km persegi di seluruh dunia pada akhir abad ke-21, seperti yang disampaikan oleh Hu.

Tim peneliti bahkan memprediksi lumut ini kemungkinan tidak akan bertahan selama 100 tahun dan dapat menghadapi kepunahan. Hal tersebut dapat terjadi meskipun lumut ini telah berevolusi dan tahan pada perubahan lingkungan ekstrim selama jutaan tahun.

"Ilmuwan tumbuhan tidak bisa duduk diam. Kami mencoba untuk menggandakan beberapa tanaman di laboratorium dan kemudian mentransplantasikannya ke situs percobaan kami di Tibet," ucap Yikun He.


"Setelah lima tahun pengamatan terus-menerus, telah ditemukan bahwa beberapa tanaman yang ditransplantasikan dapat bertahan hidup dan berkembang, yang mungkin menjadi awal pemulihan atau setidaknya menunda kepunahan populasi Takakia."

Para penulis studi berharap bahwa studi tentang spesies kecil dan langka seperti Takakia dapat menjadi panggilan besar tentang krisis iklim. Jika kita tidak berhati-hati dengan lingkungan kita, kita dapat menyebabkan spesies ini atau spesies lainnya punah.

"Kita manusia suka berpikir bahwa kita ada di puncak evolusi," ucap Reski.

"Tapi dinosaurus datang dan pergi, dan manusia pun bisa begitu, jika kita tidak berhati-hati dengan planet kita. Takakia mungkin akan mati karena perubahan iklim, tetapi lumut lainnya akan bertahan," jelasnya.




(pal/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads