Sebuah penelitian mengungkapkan efek samping yang berbahaya dari minuman energi yang dikonsumsi anak-anak dan remaja. Minuman berenergi diketahui memiliki kandungan kafein yang tinggi per porsinya.
Michael Garcia, MD, ahli gizi klinis di UCLA Health, mengatakan remaja kini sudah semakin beralih ke minuman berenergi. Dari 30% remaja di AS hingga sebanyak 70% di Eropa melaporkan konsumsi rutin minuman berenergi, menurut penelitian terbaru oleh NIH dan Otoritas Keamanan Pangan Eropa.
Kemasan warna-warni, perasa seperti permen, ketersediaan luas, dan pemasaran yang ditargetkan mungkin telah berkontribusi pada tren konsumsi minuman berenergi baru-baru ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlebih ada banyak merek yang mensponsori tim olahraga tercinta atau bermitra dengan TikTok dan influencer YouTube, di mana ini banyak dilihat oleh anak-anak dan remaja.
Padahal berbagai merek telah dilaporkan untuk penyelidikan FDA karena kandungan kafeinnya yang tinggi beberapa bulan lalu. Dokter pun setuju bahwa minuman berenergi dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius bagi anak-anak.
Minuman Berenergi Mengandung Kafein yang Tinggi
Menurut American Academy of Pediatrics, rekomendasi saat ini untuk remaja usia 12-18 tahun adalah kurang dari 100 mg kafein per hari. Sedangkan minuman berenergi umumnya bisa mengandung 100-200 mg kafein per porsi.
Dr. Garcia menjelaskan bahwa mengonsumsi kafein dalam jumlah tinggi dapat berisiko bagi remaja. Kafein bertindak sebagai stimulan untuk meningkatkan kewaspadaan, dan dikombinasikan dengan gula yang ditemukan dalam minuman berenergi, bekerja untuk menciptakan "sentakan" energi.
"Yang tinggi dapat mencakup efek samping seperti peningkatan detak jantung dan tekanan darah, kegelisahan dan insomnia, yang segera diikuti oleh kecelakaan," ucapnya dikutip dari UCLA Health.
Selain itu, bergantung pada frekuensi tinggi dalam mengonsumsi minuman berenergi, juga dapat membuat remaja memiliki ketergantungan yang tinggi.
"Sulit untuk memutus siklus itu, yang dapat menyebabkan gejala penarikan seperti sakit kepala atau suasana hati yang tertekan," imbuhnya.
Apa Saja yang Harus Diwaspadai?
Parahnya, bagi remaja yang sudah menghadapi penyakit mental, efek meminum minuman berenergi ini bisa meningkat.
Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk menginformasikan kepada anak-anak mereka tentang waspada saat membeli minuman berkafein. Termasuk memperhatikan jumlah kafein dalam satu porsi.
"Minuman berenergi dapat mengandung kafein dalam jumlah yang sama dengan satu cangkir kopi hingga tiga hingga empat cangkir kopi," kata Dr. Garcia.
Adapun satu cangkir kopi mengandung sekitar 75 mg kafein.
Mengandung Zat Aditif
Minuman berenergi juga mengandung beberapa zat aditif lainnya, seperti asam amino seperti taurin, gula tambahan, dan vitamin lain untuk membantu memberikan dorongan energi sementara.
"Taurin adalah asam amino esensial untuk bayi, tetapi remaja dan orang dewasa secara alami memproduksinya dan tidak perlu mengonsumsinya lebih banyak," kata Dr. Garcia.
Sementara di sisi lain, minuman jamu dan vitamin tambahan seperti ginseng, ginkgo biloba dan lainnya biasanya tidak menimbulkan risiko.
"Saya akan menyarankan untuk tidak menambahkan gula serta pemanis buatan seperti aspartam, dan sukralosa," terang Dr. Garcia lebih lanjut.
Sejauh ini, penelitian masih dilakukan untuk menentukan potensi efek berbahaya jangka panjang dari pemanis buatan.
Hal ini menjadi penting, karena dorongan cepat energi yang diberikan minuman tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.
"Semua manfaat yang diperoleh dari minuman berenergi dapat ditemukan secara lebih berkelanjutan dalam pola makan yang seimbang," ucap Dr Garcia.
Jika perlu mengonsumsi kafein, Dr Garcia menyarankan untuk memilih sumber kafein alami, seperti teh biasa dan kopi tanpa tambahan gula.
Bahan ini kemungkinan merupakan pilihan yang lebih sehat, karena bebas dari zat tambahan yang ditemukan dalam minuman berenergi.
Orang Tua Perlu Diskusi dengan Anak-anak
Orang tua dapat memulai dengan berdiskusi jujur dengan anak-anak mereka tentang akar masalah yang ingin mereka atasi dengan kafein, seperti kelelahan atau kesulitan berkonsentrasi.
Banyak dari masalah ini dapat diselesaikan tanpa kafein secara lebih berkelanjutan, seperti dengan kebersihan tidur yang benar, asupan protein yang cukup, dan olahraga.
Untuk anak-anak yang lebih sering mengonsumsi kafein, efek penarikan mungkin lebih memprihatinkan. Gejala-gejala ini bergantung pada seberapa banyak kafein yang biasa dikonsumsi remaja.
"Seorang remaja yang meminum dua minuman berenergi sehari, dibandingkan meminumnya seminggu sekali, lebih mungkin mengalami sakit kepala (saat) penarikan diri. Selain sakit kepala, mereka mungkin mengalami perubahan suasana hati atau sulit tidur," kata Dr. Garcia.
Jadi untuk memutus siklus ini dapat dimulai dengan mengurangi asupan kafein secara bertahap.
"Dengarkan anak Anda, akui manfaat yang mereka cari, tetapi bagikan kekhawatiran Anda tentang penggunaan jangka panjang dan dampak bahan tambahan," kata Dr Garcia.
Adapun anak terus-menerus menghadapi masalah kewaspadaan dan kelelahan, segera bisa berkonsultasi dengan dokter perawatan anak untuk mendapatkan saran tambahan.
(faz/nwk)