Saat ini bilingual atau kemampuan dwibahasa merupakan salah satu kemampuan yang banyak dimiliki anak-anak. Namun, keragaman bahasa juga memiliki berbagai perdebatan terkait dampak yang ditimbulkannya.
Penelitian sebelumnya mengungkap bahwa anak yang tumbuh dengan dua bahasa ternyata memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap isyarat komunikatif dan lebih cakap dalam memahami konteks dan tujuan pembicara.
Kendati demikian, peran dwibahasa dalam kemampuan anak-anak untuk menilai isyarat komunikatif bersama dengan konteks dan tujuan pembicara belum diketahui hingga saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini menyebabkan Profesor Asosiasi Yow Wei Quin dari Singapore University of Technology and Design (SUTD), melakukan studi terkait bagaimana pengalaman dwibahasa memengaruhi kemampuan anak untuk membedakan dan mempercayai pembicara yang andal.
Diteliti Menggunakan Stiker
Studi ini berjudul 'Peran Pengalaman Bilingual dalam Strategi Kepercayaan Selektif Konteks-Sensitif Anak-anak' dalam Bilingualism: Language and Cognition dilakukan oleh Prof Yow bersama dengan peneliti SUTD Li Xiaoqian.
Penelitian dilakukan dengan melibatkan partisipasi dari anak-anak dengan usia tiga dan lima tahun. Mereka akan ditugaskan untuk menemukan stiker yang disembunyikan di salah satu dari dua kotak yang transparan atau tertutup sebagian.
Untuk menemukan stiker, anak-anak akan dibantu oleh seorang informan yang memberikan petunjuk akurat atau tidak akurat terkait keberadaan stiker. Namun, anak-anak mengetahui jika informan dapat melihat letak stiker, seperti yang dikutip dari laman Science Daily.
Kemudian mereka akan mendapatkan beberapa kali percobaan. Hal ini dilakukan untuk membantu anak-anak menentukan apakah informasi dapat diandalkan dalam memberi isyarat dengan benar (informan yang akurat versus informan yang tidak akurat).
Anak Bilingual Punya Kemampuan Komunikasi Lebih Baik
Hasilnya, para peneliti mendapati anak dengan keragaman bahasa akan lebih peka terhadap faktor kontekstual ketika menilai reliabilitas informan dibandingkan dengan keragaman bahasa yang lebih sedikit.
Pasalnya, saat informan memiliki akses visual ke informasi, anak-anak akan secara aktif memercayai informan jika mereka sebelumnya memberikan informasi yang akurat, berlaku juga sebaliknya.
Di sisi lain, jika anak-anak menghubungkan ketidakakuratan informan sebelumnya dengan kurangnya akses visual ke informasi, mereka akan menunjukkan kepercayaan yang sebanding terhadap informan yang akurat dan tidak akurat.
Hasil yang didapatkan dalam penelitian tersebut menunjukkan pemahaman anak dengan kemampuan bilingual yang lebih dalam tentang konteks dan nuansa komunikasi.
"Keuntungan bilingualisme dalam perkembangan sosial-kognitif anak-anak kemungkinan besar berasal dari fleksibilitas komunikatif yang lebih besar yang diperoleh anak-anak untuk berinteraksi secara sosial dengan orang-orang dari bahasa dan latar belakang budaya yang berbeda," jelas Prof Yow.
Beradaptasi secara teratur untuk mengubah konteks komunikatif, saat beralih di antara penutur bahasa atau budaya yang berbeda akan menantang dan menyempurnakan manajemen keterampilan anak-anak dalam interaksi sehari-hari mereka.
Bilingualisme untuk Tingkatkan Sosial-Kognitif
Penelitian ini dilakukan oleh Prof Yow untuk mengembangkan gagasan terkait cara merangkul keragaman bahasa, dengan tujuan akhir memanfaatkan keunggulan bilingualisme untuk meningkatkan hasil perkembangan dan pendidikan bagi anak-anak.
Mendorong pemaparan bahasa ganda dapat meningkatkan peluang bagi anak-anak untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang lebih efektif dan kemampuan sosial-kognitif yang mereka miliki.
"Dengan merangkul bilingualisme, orang tua dan pendidik dapat membekali anak-anaknya dengan landasan sosial dan kognitif yang kaya untuk pengembangan keterampilan komunikasi sosial yang penting," ujar Prof Yow.
Selanjutnya, prof Yow akan memperluas penelitiannya ke peran multibahasa dalam perkembangan anak dan dampak keragaman bahasa di masa dewasa.
Saat ini, ia tengah memulai sebuah proyek yang menyelidiki bagaimana pengalaman dwibahasa seumur hidup dan mempelajari berbagai bahasa sejak dini dapat membentuk pemahaman sosial pada orang dewasa muda dan tua.
(faz/faz)