Banyak perilaku ikan yang masih menjadi misteri bagi manusia. Pasalnya, interaksi manusia dengan ikan sangat minim karena lokasi hidup yang berbeda. Dunia ikan yang terpisah dengan dunia manusia itu membuat sangat sedikit pemahaman tentang apa yang ikan rasakan atau tidak.
"Ketika Anda adalah ikan, tidak ada yang bisa mendengar Anda berteriak,"ungkap Carl Safina, ahli ekologi kelautan dari Stony Brook University, New York, Amerika Serikat dalam sebuah artikel yang dimuat The Guardian.
Rupanya para ahli tidak satu suara dalam menjelaskan rasa sakit pada ikan. Beberapa di antara mereka berpendapat bahwa ikan tidak merasakan sakit, tetapi yang lainnya menganggap ikan merasakan sakit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari laman Discover Magazine, sejumlah ilmuwan menemukan bahwa ikan memiliki nociceptor, reseptor sensorik yang acap kali disebut sebagai reseptor rasa sakit. Reseptor ini akan bereaksi terhadap rangsangan yang berbahaya, seperti mata kail yang menembus bibir ikan.
Namun, mereka juga berpendapat bahwa memiliki nociceptor saja tidak cukup untuk memastikan sensasi rasa sakit. Pada studi tahun 2010, para ilmuwan berpendapat untuk mengalami sensasi rasa sakit hewan harus memiliki neokorteks.
Neokorteks merupakan bagian otak yang memproses fungsi-fungsi tingkat tinggi seperti kognisi dan persepsi. Sayangnya, ikan tidak memiliki bagian ini. Neokorteks hanya terdapat pada mamalia sehingga berdasarkan studi ini para peneliti menyimpulkan ikan tidak merasakan sakit.
Hanya saja, menurut Jonathan Balcombe dalam bukunya What a Fish Knows: The Inner Lives of Our Underwater Cousins, burung yang dianggap memiliki kesadaran juga tidak memiliki neokorteks. Sehingga muncul pendapat neokorteks tidak dibutuhkan untuk merasa sakit.
Meskipun ikan tidak memiliki neokorteks, tetapi mereka memiliki pallium. Balcombe, seorang ilmuwan peneliti tingkah laku hewan mengungkap pallium melayani fungsi-fungsi ikan seperti neokorteks bekerja bagi mamalia.
Perilaku Ikan Saat Mengalami Rasa Sakit
Pemahaman perihal respons ikan saat merasakan sakit diketahui melalui penelitian yang dilakukan oleh Lynne Sneddon, seorang ahli hewan yang mempelajari rasa sakit pada ikan di University of Gothenburg, Swedia. Ia menemukan ternyata ikan memiliki nociceptor.
Pada penelitian tersebut, peneliti menyuntik mulut ikan dengan asam asetat (cuka). Setelahnya, ikan menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan, seperti bergoyang-goyang dari sisi ke sisi, menggosok hidung mereka, dan peningkatan besar dalam membuka dan menutup insang.
Namun, saat ikan-ikan tersebut diberi pereda nyeri, perilaku-perilaku tersebut akan berkurang. Kendati demikian bagi mereka yang menolak gagasan ikan merasa sakit akan menganggap perilaku gelisah ikan hanya sebagai reaksi naluri bukan karena merasa sakit.
Saat ini, hukum kesejahteraan hewan di Inggris telah mengakui kepekaan pada ikan, bersama dengan hewan vertebrata lainnya, serta beberapa hewan tak bertulang belakang, termasuk decapod dan cephalopod.
Ikan Akan Mencari Pereda Nyeri
Eksperimen lain yang dilakukan oleh Sneddon dan dijelaskan dalam buku What a Fish Knows, ikan diketahui akan memiliki perilaku untuk mendapatkan pereda nyeri jika mereka merasakan sakit.
Percobaan ini dilakukan dengan Sneddon menyuntikkan asam asetat pada ikan zebra dan memberi mereka dua opsi ruang dalam akuariumnya.
Salah satu ruangan yang disebut 'diperkaya' akan diisi dengan vegetasi sehingga ikan dapat menjelajahi dan memiliki tempat bersembunyi, sementara ruang satunya hanya berisikan air biasa.
Penelitian ini menunjukkan kedua kelompok ikan, baik yang disuntikkan atau tidak akan memilih ruangan yang memiliki vegetasi. Selanjutnya, Sneddon menyuntikkan pereda nyeri pada ruang yang memiliki air biasa.
Menariknya, ikan yang disuntikkan asam asetat akan meninggalkan ruang yang berisi vegetasi untuk mendapatkan bantuan penghilang nyeri yang ditawarkan pada ruang lainnya, meskipun tidak memiliki vegetasi di dalamnya.
(pal/pal)