Benarkah Menembus Awan Terasa Sangat Dingin & Berbahaya? Begini Kata Ilmuwan

ADVERTISEMENT

Benarkah Menembus Awan Terasa Sangat Dingin & Berbahaya? Begini Kata Ilmuwan

Martha Grattia - detikEdu
Rabu, 31 Mei 2023 11:00 WIB
Ilustrasi terjun payung
Foto: Pixabay/skeeze/Ilustrasi Menembus Awan
Jakarta -

Pernahkah kita membayangkan bisa menyentuh awan atau menembusnya? Mungkin dalam bayangan kita akan terasa lembut dan dingin. Tapi benarkah seperti itu?

Untuk mengetahuinya, tentu harus diketahui terlebih dahulu bahwa awan terbentuk saat molekul air mengembun di sekitar partikel udara yang dikenal dengan aerosol.

Menurut Marile Colon Robles, seorang ilmuwan atmosfer di NASA Langley Research Center di Virginia, sifat aerosol ini mempengaruhi jenis dan ukuran awan yang dihasilkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak semua aerosol diciptakan sama," ujarnya yang fokus mempelajari tentang awan, dikutip dari Live Science.

Aerosol alami tertentu, seperti debu, biasanya memicu pembentukan partikel es, sementara semprotan laut mengendapkan molekul air.

ADVERTISEMENT

Para ilmuwan juga telah bereksperimen dengan penyemaian atmosfer dengan aerosol buatan, termasuk perak atau timbal iodida, untuk menghasilkan awan tebal dan terang yang memantulkan radiasi matahari yang datang menjauh dari Bumi atau menyebabkan hujan dan salju.

Bagaimana Rasanya Menembus Awan?

Salah satu cara untuk merasakan atau menembus awan adalah melalui olahraga terjun payung. Olahraga yang memacu adrenalin ini bisa melayang melewati awan.

Namun, pengalaman melayang tersebut akan bervariasi tergantung jenis awan, alat pelindung, dan kondisi cuaca.

Karena penerjun payung melompat dari ketinggian 13.000 kaki (4.000 meter), mereka kemungkinan besar akan menghadapi awan stratus dan cumulus.

Kedua jenis awan ini sebagian besar terdiri dari molekul air, dan ketika terjadi pada ketinggian lebih dari 6.500 kaki (1.980 meter), mereka disebut awan altostratus dan altocumulus untuk menunjukkan posisinya di atmosfer.

Tapi secara umum, melewati awan akan membuat basah kuyup, kedinginan, bahkan tidak sadarkan diri.

Menembus Awan Saat Terjun Payung Bisa Berbahaya

Ryan Katchmar, seorang instruktur skydiving mengungkapkan bahwa seseorang tidak boleh terjun payung melalui awan dengan sengaja.

Hal ini karena jika awan yang dilalui merupakan awan gelap, tebal, dan padat, maka akan terasa seperti benturan dan mengalami basah kuyup.

"Udara akan sangat lembab dan terasa seperti benturan kecepatan," ujar Katchmar.

Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa menembus awan semacam itu bisa membuat kondisi dingin tak terduga. Para pelompat (terjun payung) akan menghindari risiko cedera karena melalui awan.

Sebuah lomba baru-baru ini, memperlihatkan bahwa hidung dan tulang pipi penerjun memutih saat melewati awan.

"Saat melewati awan, es terasa terbentuk di atas kepala," kata Katchmar.

Terjun Payung Melewati Badai Petir

Dalam olahraga terjun payung, Colon Robles menyebut kasus paling ekstrem bagi penerjun adalah saat cuaca buruk badai petir. Dalam awan badai, udara hangat naik dengan kecepatan 160 km/jam.

Namun pada ketinggian yang lebih atas, partikel tersebut terasa tarikan gravitasi dan turun sebagai hujan atau hujan es.

"Selama badai, sebagian besar petir terjadi di dalam. Petir bisa menyambar kapanpun," ujarnya.

Pada tahun 1959, kejadian ini terjadi pada Letnan Kolonel AS William Rankin saat keluar dari jet tempurnya pada cuaca buruk dan melayang selama 40 menit di dalam awan badai. Karena kejadian ini, ia menderita radang dingin dan hampir tenggelam (di awan).

Kejadian ini juga pernah menimpa paraglider Jerman bernama Ewa Wisnierska yang secara tidak sengaja tersambar petir saat kejuaraan dunia paralayang.

Ia kehilangan kesadaran karena kekurangan oksigen dan mendarat beberapa jam kemudian sekitar 60 km jauhnya.

Tips untuk Menembus Awan

Dengan berbagai bahaya dan kondisi cuaca yang variatif pada awan, Colon Robles memberi tips untuk seseorang yang ingin menembus awan.

Caranya tidak perlu terbang di udara, tetapi bisa melintasi awan dengan berjalan kaki di antara kabut.

"Kabut merupakan awan tipe stratus, udara yang sejuk dan padat memberi gambaran tentang bagaimana paralayang melintasi awan sama halnya dengan melintasi kabut," tutur ilmuwan atmosfer di NASA tersebut.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads